Sitti : Srikandi Manggopoh Di Minangkabau

PENGANTAR

Untuk pertama kalinya, pada tanggal 15 juni 1977 yang lalu, pahlawan Sitti sebagai pejuang Manggopoh dalam sejarah Minangkabau telah diperingati. 

Sitti adalah seorang pahlawan yang menetang penjajah Belanda pada tahun 1908 di Minangkabau. Peringatan tersebut diselenggarakan di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta dengan di hadiri gubernur sumatera barat, gubenur DKI Jakarta H. Ali Sadikin dan tokoh-tokoh Islam dan para simpatisan.

Diharapkan agar pemerintah memberikan perhatian kepada pejuang pahlawan Sitti dan mengangkatnya sebagai PAHLAWANAN NASIONAL.

Adalah suatu yang penting diuraikan disini, ialah mengenai perlawanan rakyat Manggopoh terhadap penjajah Belanda di tahun 1908. Sebab-sebab terjadinya perlawanan itu, dikarekan pemerintah Belanda akan menjalankan pajak (Belasting) untuk rakyat Minangkabau. 


Rakyat Minangkabau tidak bersedia mengikuti kewajiban ini, maka karenanya terjadilah pergolakan disana-sini. Selama perang paderi di Minangkabau, Belanda betul-betul merasakan kehebatan itu di Minangkabau berperang selama 37 tahun tak henti-hentinya, dan kalau kemudian Minangkabau takluk juga, adalah setelah menghabiskan segala kekuatan dan daya, tapi Belanda tidak sedikit menerima korbannya, baik dari harta benda apalagi jiwa dan serdadunya.

Belanda benar-benar kapok dalam perang ini, sehingga pada tahun 1907, mereka telah siap dengan rencananya akan memungut Belasting dari rakyat. Dengan pemunggutan Belasting pajak itulah sedikit demi sedikit ketekoran Belanda di tutup dan selanjutnya untuk menarik kekayaan pula. Rakyat Minangkabau mengetahui rencana itu, karena itu mereka membuat rencana pula akan melakukan perlawanan kalau perlu kembali bertempur dimedan perang seperti yang lalu itu pada perang paderi diakhiri pada tahun 1838. Sudah tujuh puluh tahun lamanya, tak ada perang dengan datangnya Belasting ini, kembalilah rakyat mengangkat senjata melawan Belanda.

Demikianlah di beberapa negeri, terdengar gerakan rakyat.

Maka Belandapun mempersiapkan serdadunya pula dan di negeri-negeri dan di sinyalir adanya gerakan perlawanan tersebut Belanda mengirm serdadu-serdadunya dan ditempatkan disitu. Yang terdengar gerakan itu, ialah di Manggopoh, Kamang, Sulit Air dan beberapa nagari lain.

Di Manggopoh seperti daerah-daerah lain pula, Belanda menempatkan 55 orang serdadu, ditempatkan disebuah rumah-rumah rakyat yang cukup besar, di Lubuk Basung sebagai ibu negeri, ditempatkan lebih banyak lagi, setiap hari dilakukannya patroli ke kampung-kampung. Mereka mencari pimpinan pergerakan namun mereka tak pernah berhasil menangkapnya, karena rakyat seluruhnya tidak bersedia menunjukkan tempatnya dan orangnnya.

Yang dicari oleh Belanda, adalah 14 orang yang memimpin perjuangan yaitu :
  1.  Rasyid Bagindo Magek
  2. Sitti (Istri Rasyid)
  3. Majo Ali
  4. Dullah St. Marajo
  5. Rahman Sidi Rajo
  6. Tabuh St. Mangkuto
  7. Dukap Marah Sulaiman
  8. Muhammad
  9. Tabat St. Sati
  10. Kalik Sidi Marah
  11. Unik
  12. Said Sidi Malin
  13. Kana
  14. Dullah Pakih Sulaiman

Mereka inilah pemuka rakyat Manggopoh, Belanda berusaha menangkapi mereka, tapi tidak berhasil.

PERISTIWA PENTING


Suatu malam yang sepi, udara sedang lembab setelah hujan membasahi bumi. Di suatu mesjid di Kampung Parit yang terletak beberapa meter dari benteng  Belanda. Rakyat mengadakan rapat rahasia yang dipimpin oleh para pemuka rakyat tersebut. Tidak banyak yang hadir hanyalah orang–orang penting saja, dan didalam rapat rahasia membicarakan sesuatu yang amat penting.

Pimpinan rapat di tangan TUANKU PADANG seorang ulama yang disegani rakyat. Sebelum  ini  Majo Ali ditugaskan ke  kamang untuk mencari kebulatan tekad menentang Belasting ini. 

Demikianlah pada malam15 juni 1908 telah berkumpul barisan rakyat yang di pimpin Sitti dan Rasyid Bagindo Magek. 

Pada malam itu juga, Sitti wanita muda berjiwa jantan itu telah mempelopori perlawanan begitu rupa hebatnya sehingga seluruh isi tangsi serdadu Belanda itu tewas semuanya. Hanya seorang saja lagi yang masih hidup. Bagaimana cara pembunuhan massal itu terjadi ? 

Ikutilah cerita dibawah ini.

Pada malam itu serdadu-serdadu Belanda sedang asyik bermain judi di asramanya itu. Maklum udara dingin dan sejuk mereka tidak ada urusan lain, demikianlah kerjaan serdadu setiap malam. Di tengah keasyikkan mereka bermain itu pada hampir jam tengah malam, masuklah seorang wanita cantik kedalam lingkungan mereka yang sedang asyik bermain judi itu. Banyak diantara mereka yang telah tidur dan bermain, hanyalah sekitar enam orang saja lagi yang terjaga. Sitti, demikianlah wanita yang masuk itu. Ia masih muda dan romannya cukup cantik. Maklumlah laki-laki yang sudah lama berpisah dengan keluarganya itu, melihat Sitti masuk, lalu disambut mereka dengan gembira sekali. Sitti duduk diantara laki-laki serdadu itu dengan senyumnya yang menawan. Sementara permainan diteruskan, sedangkan Sitti mulai melihat kesana kemari diatas rumah yang dijadikan benteng itu. Dilihatnya mereka sudah banyak yang tidur, di halaman rumah sudah menunggu komando dari atas rumah. Sitti membiarkan dirinya dipermainkan oleh serdadu yang gatal itu.

Persis pukul 12.00 tengah malam, lampu dipadaMinangkabauan oleh Sitti dan segera ia mengambil sebuah pedang yang terletak dekatnya. Pedang yang tajam itu lalu ditebaskannya kepada serdadu-serdadu yang menunggu komando dari atas mengililingnya. Ke enam-enamnya mati seketika itu dan Sitti berseru dengan suara keras, memanggil kawan-kawannya yang sedang menunggu di bawah. 

Naiklah mereka serentak dan melakukan tugasnya mempermainkan pisau dan goloknya tak lama hanya kira-kira setengah jam saja selesailah pembantaian manusia itu. Darah mengalir bagai anak sungai suatu peristiwa luar biasa sama sekali diluar perkiraan Belanda, rakyat dianggap penakut itu telah kelihatan keberaniannya membunuh sekian banyak serdadu Belanda dalam bentengnya.

Kemudian Sitti bersama suaminya dan teman-temannya seperjuangannya menyingkirkan diri keluar daerah Manggopoh yaitu ke Padang Bukit Tongga.

PENANGKAPAN

Besok pagi-pagi telah datang sepasukan tentara Belanda dari Lubuk Basung setelah menerima laporan dari seorang yang rupanya tidak sempat mati malam itu. Mereka mencari para pejuang yang telah menimbulkan kehebohan itu.

Dullah St. Marajo dicari tapi tak ketemu maka dibawalah Lipah istrinya sebagai sandera dan Majo Ali juga tak jumpa sebagai gantinya ditangkaplah kakak perempuannya yang bernama Lilah. Kedua wanita muda yang menjadi tangkapan ini, dibawa beroperasi keliling Manggopoh, yaitu mencari Rasyid Bagindo Magek dan istrinya Sitti mereka dijadikan penunjuk jalan. Tapi kedua wanita itu sangat setia dengan perjuangan mereka tak mau menunjukkan di mana para pejuang-pejuang itu berada.

Rasyid dan istrinya didalam pengungsiannya, selalu memberikan penerangan kepada rakyat supaya meneruskan perlawanan, di sago mereka adakan rapat rahasia untuk meneruskan perlawanan Belanda berusaha mencari mereka tapi terus menerus gagal saja. Suatu kali mereka mengirim expedisinya ke Padang Tongga, karena disitu disinyalir adanya para pemuka rakyat, ketika pasukan Belanda itu datang diserbu oleh rakyat dengan pimpin Dullah St. Marajo dan Majo Ali.

Setelah lama Belanda berusaha, kemudian berhasil juga sehingga Sitti dan suaminya dapat ditangkap. Demikian pula yang lain-lainnya Sitti diputuskan dibuang ke Pariaman (Kampuang Dalam) dan Rasyid dibuang ke Manado, sedangkan Majo Ali dan Dullah mati ditembak begitu yang lain-lain.

Sitti hingga sampai hari tuanya berada di Kampaung Dalam Pariaman dan tak pernah berjumpa lagi dengan suaminya sampai keduanya menutup mata.

Sitti telah meninggal pada tahun 1962 dan Rasyid suaminya tidak diketahui kapan meninggalnya oleh pemerintah sumatera barat Sitti dianggap seorang pejuang perintis kemerdekaan dan diberi bantuan sewaktu hidupnya. Ia dilahirkan pada tahun 1881 dan meninggal pada usia 81 tahun.

SRIKANDI PEJUANG WANITA yang luar biasa dan patutlah kepadanya diberi tanda kehormatan sebagai pahlawan nasional seperti pahlawan-pahlawan lainnya. Semoga pemerintah republik indonesia menghayati pula perjuangan srikandi ini dan berkenan menghargai sewajarnya.

*******************************
Oleh : Tamar Jaya Harian pelita, selasa 5 juli 1977


COPYRIGHT © 2011 by. Ir. H. Muhammad Yamin, Palembang 
Sumber : Buku 70 Tahun Perang Kamang & Manggopoh
Diterbitkan : Oleh Panitia Besar Peringatan Perlawanan Rakyak Minangkabau Menentang Penjajah tahun 1978.

Template by:

Free Blog Templates