Oleh : Adian
Husaini
Dalam bukunya,
Tren Pluralisme Agama, Dr. Anis Malik Thoha memasukkan Theosofi sebagai salah
satu aliran dalam paham Pluralisme Agama. Mungkin tidak banyak yang mencermati,
bahwa saat ini, kaum Theosofi di Indonesia sedang bangkit lagi. Secara terbuka,
kelompok ini mengkampanyekan ide-idenya, dengan menerbitkan sebuah majalah
bernama THEOSOFI INDONESIA. Ada juga perkumpulan Theosofi, bernama Persatuan
Warga Theosofi Indonesia (Perwathin). Pengurus Besarnya kini beralamat di Jl.
Anggrek Nelly Murni, Blok A-104, Jakarta. Alamat redaksi majalahnya di Metro
Permata I, Blok I 3/7 Jln Raden Saleh, Karang Mulya, Ciledug.
Tentang
Theosofi dan Perhimpunan Theosofi, ditulis dalam majalah ini sebagai berikut:
(*) Perhimpunan Teosofi didirikan pada 1875, merupakan suatu badan
internasional yang tujuan utamanya adalah persaudaraan universal berdasarkan
pada realisasi bahwa hidup, dalam berbagai bentuk yang berbeda, manusia dan
non-manusia, merupakan kesatuan yang tak terbagi; (*) Perhimpunan Teosofi tidak
memaksakan kepercayaan apapun pada anggota-anggotanya, yang disatukan karena
pencarian kebenaran dan keinginan untuk belajar tentang makna dan tujuan
eksistensi dengan melibatkan diri dalam studi perenungan, kemurnian hidup dan
pengabdian dengan penuh kasih; (*) Teosofi menawarkan sebuah filsafat, yang
membuat hidup jadi lebih dimengerti dan menunjukkan bahwa keadilan dan cinta
kasih membimbing alam semesta ini; (*) ajaran-ajarannya membantu mengembangkan
kodrat spiritual yang masih laten dalam diri manusia, tanpa ketergantungan dan
rasa takut.
Pendiri the
Theosophical Society
Perwathin
didirikan pada 31 Juli 1963, dan disahkan sebagai badan hukum oleh pemerintah
dengan SK Menteri Kehakiman tgl. 30 November 1963 No J.A/146/23 dan tanggal 7
Desember 1971 No J.A 5/203/5 Berita Negara No 2 tahun 1972 Tambahan Berita
Negara RI tgl 7 Januari 1972 No 2.
Disebutkan
dalam majalah THEOSOFI, bahwa Perwathin tidak memihak satu aliran apapun juga
dan terdiri dari anggota-anggota yang mencari kebenaran. Mereka berusaha
memajukan persaudaraan dan mengabdi kepada kemanusiaan. Perwathin bertujuan
untuk: (1) Mengadakan inti persaudaraan antar sesama manusia dengan tidak
memandang bangsa, kepercayaan, kelamin, kaum atau warna kulit. (2) Memajukan
pelajaran mencari persamaan di dalam agama-agama, filsafat, dan ilmu
pengetahuan. (3) Menyelidiki hukum-hukum alam yang belum dapat diterangkan dan
kekuatan-kekuatan di dalam manusia yang masih terpendam.
Misi Theosofi
untuk berdiri di atas semua agama, dengan jelas digambarkan oleh tokohnya, HP
Blavatsky, dalam wawancara yang dimuat di Majalah Theosofi edisi ke-3, yang
diterjemahkan oleh Matius Ali. Kata Blavatsky, moto Theosofi ialah : ''Tidak
ada agama/religi yang lebih tinggi dari kebenaran.'' Tujuan utama para pendiri
Mazhab Theosofi Eklektik, yakni mendamaikan semua agama-agama, aliran-aliran
dan bangsa-bangsa di bawah sebuah sistem etika umum, berdasarkan pada
kebenaran-kebenaran abadi. Blavatsky juga mengklaim, bahwa Theosofi sudah setua
dunia itu sendiri, dalam ajaran dan etika-etikanya, karena Theosofi adalah
sistem yang paling universal dan luas diantara semuanya.
Apa sebenarnya
arti kata Theosofi, dijelaskan oleh Blavatsky :
''Kearifan
ilahi (Theosophia) atau kearifan para dewa, sebagai theogonia, asal-usul para
dewa. Kata theos berarti seorang dewa dalam bahasa Yunani, salah satu dari
makhluk-makhluk ilahi, yang pasti bukan ''Tuhan'' dalam arti yang kita pakai
sekarang. Karena itu, Teosofi bukanlah 'Kebijaksanaan Tuhan', seperti yang diterjemahkan
sebagian orang, tetapi 'Kebijaksanaan ilahi' seperti yang dimiliki oleh para
dewa.''
Theosophical
Building, Batavia
Dengan
pandangan dan misi seperti itu, Theosofi tampak bermaksud menjadi pelebur
agama-agama atau menjadi kelompok 'super-agama' yang berada di atas atau di
luar agama-agama yang ada. Hal ini sangat sejalan dengan gagasan Pluralisme
Agama. Sebagai misal, Blavatsky juga menyinggung masalah aspek esoterik (batin)
dan eksoterik (luar), yang berasal dari ajaran Ammonius. Istilah eksoterik dan
esoterik ini kemudian juga digunakan dalam salah satu aliran dalam Pluralisme
Agama, yakni Trancendent Unity of Religion, yang ditokohi antara lain oleh Rene
Gueno dan Fritjuof Schuon. Bahwa, agama-agama yang ada hanya berbeda pada level
eksoterik, tetapi akan bersatu dalam aspek esoterisnya.
Di Indonesia,
gagasan semacam ini juga populer di kalangan pendukung Pluralisme Agama.
Nurcholish Madjid, misalnya, dalam salah satu tulisannya, mencatat :
"Sebagai
sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan
merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh,
filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama
di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap
agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat
roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai
Agama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan
eksoterik (lahir). Satu Agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik,
tetapi relatif sama dalam level esoteriknya. Oleh karena itu ada istilah
"Satu Tuhan Banyak Jalan"." (Buku Tiga Agama Satu Tuhan, Mizan,
Bandung, 1999, hal. xix.)
Munculnya
kembali gerakan Theosofi di Indonesia saat ini sejalan dengan maraknya
penyebaran paham Pluralisme Agama yang ironisnya juga disebarkan oleh sejumlah
cendekiawan dari kalangan kaum Muslim. Di zaman Belanda, Theosofi sempat
menjadi gerakan penting di Indonesia yang memiliki pengaruh yang luas di
kalangan cendekiawan dan elite-elite negara waktu itu.
Annie_Besant_
Annie Besant
Sebuah buku
yang ditulis oleh Iskandar P. Nugraha berjudul Mengikis Batas Timur dan Barat:
Gerakan Theosofi dan Nasionalisme Indonesia (2001), memberikan gambaran
besarnya pengaruh gerakan Theosofi pada tokoh-tokoh nasional di Indonesia.
Misalnya, orang tua Soekarno (R. Soekemi) ternyata anggota Theosofi. Hatta juga
mendapat beasiswa dari Ir. Fournier dan van Leeuwen, anggota Theosofi.
Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota atau dekat sekali hubungannya dengan
Theosofi adalah Moh. Yamin, Abu Hanifah, Radjiman Widijodiningrat (aktivis
Theosofi), Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Armijn Pane, Sanoesi Pane,
dan sebagainya.
Tahun 1909,
dalam Kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang
(271 Belanda, 157 Bumiputera, dan 17 Cina). Dalam Kongres itu juga disepakati
terbitnya majalah Theosofi berbahaya Melayu "Pewarta Theosofi" yang
salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan
persaudaraan. Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlandsch Indische
Theosofische Vereeniging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi
ke-20, dengan Presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Kongres
Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa),
286 bumiputera, 67 Cina).
Anggaran Dasar
NITV kemudian disetujui Pemerintah Hindia Belanda tanggal 2 November 1912.
Dengan demikian, NITV menjadi organisasi yang sah dan berdasar hukum. Pusatnya
di Batavia. Cita-cita yang dicanangkan NITV adalah keinginan untuk memajukan
kepintaran, kebaikan, dan keselamatan "saudara-saudara" pribumi, agar
dengan bangsa Barat dapat saling berdekatan. Berdasarkan cita-cita tersebut,
ternyata NITV mengdnaung cita-cita sama dengan kaum asosiasi, yaitu suatu
hubungan yang bersifat paternalistik.
Gerakan
Theosofi, seperti dirumuskan oleh ketuanya, Dr. Annie Besant, mempunyai tujuan:
(1) Membentuk suatu inti persaudaraan universal kemanusiaan, tanpa
membeda-bedakan ras (bangsa), kepercayaan, jenis kelamin, kasta, ataupun warna
kulit, (2) Mengajak mempelajari perbandingan agama-agama, filsafat, dan ilmu
pengetahuan, (3) menyelidiki hukum-hukum alam yang belum dapat diterangkan, dan
menyelidiki tenaga-tenaga yang masih tersembunyi dalam manusia. Selain memimpin
Theosofi, Anni Besant juga memimpin organisasi Freemasonry, Moeslim Bond,
Theosofische Wreld Universiteit, The Liberal Catholic Church, dan beberapa
organisasi lainnya.
nurcholis-madjid
Nurcholis
Madjid
Kisah Gerakan
Theosofi dalam merekrut elite-elite bangsa Indonesia, dapat dijadikan sebagai
satu telaah yang serius, bagaimana suatu gerakan yang sebenarnya memiliki misi
penghancuran aqidah Islam, ternyata begitu memikat banyak elite bangsa.
"Persaudaraan universal tanpa memandang batas-batas agama"
seolah-olah merupakan sesuatu yang utama dalam kehidupan manusia. Padahal,
Islam telah menegaskan, bahwa persaudaraan sejati haruslah dibangun di atas
landasan iman. Innamal mu'minuuna ikhwatun. (al-Hujurat:10).
Penegasan
tentang persaudaraan dan kasih sayang bisa disimak juga dalam ayat Al Quran
berikut:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ
كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan dan Hari Akhir berkasih sayang dengan orang-orang
yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu orang tua sendiri,
anak, saudara kandung atau keluarga. Mereka itulah yang Allah telah tuliskan
keimanan di hatinya dan menguatkannya dengan pertolongan dari-Nya. Dan
dimasukkan-Nya mereka ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap (limpahan rahmat) Allah. Mereka itulah "hizbullah". Ketahuilah,
bahwa sesunggguhnya "hizbullah" itulah yang pasti menang."
(QS al Mujadalah: 58;22).
Persaudaraan
tanpa memandang agama sebagai misi penting dari Theosofi juga digambarkan oleh
Ketua Theosofische Vereeniging Hindia Belanda, D. Van Hinloopen Labberton pada
majalah Teosofi bulan Desember 1912:
"Kemajuan
manusia itu dengan atau tidak dengan agama? Saya kira bila beragama tanpa
alasan, dan bila beragama tidak dengan pengetahuan agama yang sejati, mustahil
bisa maju batinnya. Tidak usah peduli agama apa yang dianutnya. Sebab yang
disebut agama itu sifatnya: cinta pada sesama, ringan memberi pertolongan, dan
sopan budinya. Jadi yang disebut agama yang sejati itu bukannya perkara lahir,
tetapi perkara dalam hati, batin.
Mudah-mudahan
informasi sedikit tentang Theosofi ini bisa membantu kita dalam memahami
fenomena maraknya penyebaran paham penyamaan agama di Indonesia. Banyak istilah
dan jargon-jargon indah tentang kebenaran yang ditaburkan oleh orang-orang yang
dipandang sebagai "cendekiawan" oleh masyarakat. Bisa jadi, mereka
tahu tentang masalah ini, tetapi sengaja mengaburkan pandangan masyarakat
Muslim tentang agamanya, atau bisa jadi karena mereka tidak paham dan terjebak
pada jargon-jargon indah yang menipu, sehingga meninggalkan kebenaran Islam.
Yang jelas,
Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah menjelaskan:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ
نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ
الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap
nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin,
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu. (QS Al-An'am:112).
(Jakarta, 21
Oktober 2005)
Sumber:
http://insistnet.com/