Fenomena Masyarakat Minangkabau dalam Kondisi Mengkhawatirkan

Selasa, 02 April 2013 - 20:32:37 WIBDHARMASRAYA, SO -- Fenomena kehidupan masyarakat Minangkabau saat ini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan pemahaman agama dan adat, bukan sekedar petatah petitih dan mulai kehilangan aplikasi. Karenanya, masyarakat diminta mengembalikan lagi peran Tungku Tigo Sajarangan (TTS) dan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah harus kita pahami 

Demikan disampaikan dalam acara Seminar Sehari "Peran ninik mamak dan tokoh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan pengelolaan sumber daya alam", di gedung pertemuan umum Sungai Dareh, Selasa (2/4).

Acara ini dihadiri oleh Ketua LKAAM Sumbar, Sayuti Dt Rajo Pangulu, Bupati Solok Drs. H. Syamsu Rahim, Bupati Dharmasraya H. Adi Gunawan, Ketua LKAAM Dharmasraya, Zulfikar Atut, dan Ketua KAN, Ketua MUI, ninik mamak, tokoh masyarakat, serta wali nagari sekabupaten Dharmasraya. Turut juga hadir Asisten Administrasi Pemerintahan Drs. Irsyad, MM dan Asisten Administrasi Umum Leli Arni, S. Pd.

Hal itu diungkapkan Drs. H. Syamsu Rahim yang tampil menjadi narasumber. Menurutnya, gejala mulai lunturnya kehidupan masyarakat Minangkabau dapat dilihat pada kenyataan sehari-hari.

“Anak dan kemenakan tidak lagi menghargai dan menghormati mamaknya. Kenapa? Karena mamaknya juga tidak menunjukkan perilaku yang semestinya sebagai mamak,” kata mantan Walikota Solok itu mencontohkan perilaku mamak yang duduak di lapau sambil bajudi.

Karenanya, menurut dia, untuk mengembalikan khittah masyarakat Minangkabau yang menjunjung tinggi falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, peran TTS sangat diperlukan. “Peran TTS, baik ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai, inilah yang mesti kita revitalisasi lagi agar benar-benar hidup di tengah masyarakat,” paparnya.

Apalagi, lanjutnya, masyarakat Minangkabau memiliki sifat malu dan raso jo pareso. “Seorang malin misalnya, memiliki tugas dan peran sebagai pendakwah bagi kemenakannya. Bagaimana mungkin malin bisa menjadi teladan bagi cucu kemenakan kalau malin sendiri tidak bisa mengaji, tidak solat atau gemar mengadu ayam,” ulasnya.

Untuk mengembalikan peran TTS tersebut, menurut mantan Ketua DPRD Sawahlunto itu, diperlukan kesepakatan dan kesepahaman bersama kembali di tengah-tengah masyarakat, agar masing-masing unsur TTS tersebut kembali berjalan.

Caranya, sambungnya, dengan mendudukkan kembali peran ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Masing-masing unsur masyarakat itu harus mengerti dan sadar dengan tugas dan fungsinya.

“Begitu pun masyarakat, harus mengakui peran TTS di tengah masyarakat. Dengan demikian, insya Allah jati diri masyarakat Minangkabau dapat kita kembalikan ke jalurnya,” ulasnya.

Sementara itu M. Sayuti Dt. Rajo Panghulu yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut menyoroti lemahnya keberadaan Kerapatan Adat Nagari (KAN). ”Saat ini kita tengah mengupayakan optimalisasi keberadaan KAN di nagari. Kita menghindari munculnya adanya KAN tandingan di setiap nagari agar peran TTS dapat berjalan dengan baik”ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Bupati Dharmasraya H. Adi Gunawan mengakui bahwa dalam pelaksanaan tata pemerintahan di Sumatera Barat sangat dipengaruhi adat istiadat yang berlaku dalam penyelenggaraan proses pembangunan.

“Secara formal sudah ada pemerintahan sampai nagari. Namun secara informal, tokoh adat seperti ninik amak, menjadi penting perannya sebagai sosok yang dianjuang tinggi dilambuak gadang, ditinggikan sarantiang dan didulukan salangkah,” ujarnya.

Dilaporkan : EP

Template by:

Free Blog Templates