Hanung Bramantyo, akhir-akhir ini menjadi objek sumpah serapah orang
Minangkabau dan masyarakat muslim Indonesia. Kasus yang menimpa Hanung
ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh AA Dt. Majo Indo.
Masalahnya terdapat persepsi yang sama dalam menggunakan bahasa.
Kalau AA Dt. Majo Indo mungkin heran kenapa orang masyarakat Minang
tersinggung karena pernyataannya. Ia mengatakan bahwa keturunan
Minangkabau adalah anak pacandaian alias anak hasil perzinaan disebabkan
sistem matrilineal yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. Padahal
(kata dia), ia tidak bermaksud untuk menghina, melainkan membuka
cakrawala berfikir generasi Minangkabau.
Sama halnya dengan Hanung, ia juga tidak bermaksud menghina denan
mengatakan Diana (Agni Pratistha) yang beragama khatolik sebagai
perempuan berketurunan Minangkabau. Ia berpendapat bahwa dalam film yang
berjudul ‘Cinta Tapi Beda’ itu ia tidak pernah menyinggung tentang
Minangkabau apalagi mengatakan Diana sebagai keturunan Minangkabau.
Hanung (kata dia) tidak bermaksud untuk menyinggung apa lagi menghina
orang Minangkabau, namun apa yang jadinya kalau orang Minangkabau baik
di kampung maupun di rantau merasa telah dilecehkan oleh Hanung dan
dianggap memutar balikkan fakta.
Ketahuilah bahwa antara orang padang dan orang minang, adalah dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Walaupun tidak semua orang padang
adalah orang minang dan sebaliknya, namun kata “Orang Padang” merupakan
representatif dari orang Minangkabau