I. PENDAHULUAN
Pentingnya Sirah untuk Memahami Islam
Patut disadari, tujuan mempelajari
dan mendalami sirah Nabi Saw. bukanlah sebatas untuk mengetahui serangkaian
peristiwa sejarah belaka. Bukanlah pula sekadar untuk memetik hal-hal positif
yang terkandung di dalam berbagai kisah tentang kejadian penting. Oleh karena
itu, kita tak boleh sekali-kali menyejajarkan studi sirah Nabi Saw. dengan
sejarah pada umumnya. Terlebih jika menyikapinya seperti ketika kita
mempelajari riwayat hidup seorang khatifah atau suatu babak tertentu dalam
sejarah panjang umat manusia. Alih-alih, tujuan dari studi sirah Nabi yang
agung adalah agar setiap muslim dapat melihat potret agama Islam paling jelas
yang terkait dengan Hidup Rasulullah Saw., tentu setelah mereka memahami
sepenuhnya akan setiap prinsip dan kaidah yang dapat diterima nalar.
Studi sirah Nabi Saw. bisa dikatakan sebuah usaha aplikatif
untuk menemukan gambaran Islam yang utuh dalam sosok suri teladan paling agung:
Muhammad Saw.
Ada baiknya, di sini penulis sematkan tujuan-tujuan
sebenarnya yang menjadi sasaran studi sirah ini.
1. Memahami kepribadian Rasulullah Saw. melalui napak tilas kehidupan
yang beliau lalul. Hal ini perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa Rasulullah
Saw. bukanlah sekadar sosok jenius yang sangat terpandang di kalangan kaumnya.
Lebih dari itu, beliau adalah utusan Tuhan yang risalahnya didukung oleh wahyu
Allah Swt. yang diturunkan langsung dari hadirat-Nya.
2. Agar setiap orang dapat menemukan sosok suri teladan paling
luhur dalam, segala sendi kehidupan. Setelah itu, menjadikan sang suri teladan
tersebut sebagai patron yang segala tindak-tanduknya diikuti. Tidak diragukan
lagi, contoh luhur apa pun yang dicari manusia, mereka pasti dapat menemukannya
dalam pribadi Rasulullah Saw. dengan sangat jelas dan sempurna. Itulah alasan
Allah Swt. sendiri menasbihkan Rasulullah Saw. sebagai teladan bagi umat manusia.
Allah Swt. berfirman, -Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah Saw. itu suri
teladan baik bagimu,' (QS AI-Ahz~b [33]: 21).
3. Agar setiap orang, melalui pemahaman yang lebih baik terhadap
sirah Nabi dapat semakin mudah memahami Al-Qur’an sekaligus merasakan semangat
dan hal yang diinginkan olehnya. Apalagi, sebagian besar ayat Al-Qur'an memang
ditafsirkan dan dijelaskan oleh had is Rasulullah Saw.
4. Agar setiap muslim dapat menghimpun sebanyak mungkin manlaal
yang terkandung di dalam peradaban dan ajaran Islam yang bena"
baikmenyangkul ranah akidah, hukum, maupun akhlak. Apalagi, tidak disangslkan
bahwa kehidupan Rasulullah Saw. adalah potret paling nyata yang menghimpun
semua prinsip pokok ajaran dan hukum Islam.
5. Agar setiap dai dan guru muslim dapat menerapkan berbagai metode
pendidikan dan pengajaran yang diwariskan Rasulullah Saw. Beliau adalah seorang
guru, juru penerang, sekaligus murobbi paling utama yang telah berhasil dengan
gemilang dalam menerapkan semua metode pendidikan paling cemerlang di sepanjang
lase dakwah yang beliau jalani.
Di atas semua itu, sirah Nabi Saw. pasti akan melapangkan jalan
menuju tercapainya semua tujuan tersebut karena kehidupan Rasulullah Saw.
memang melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun
makhluk sosial yang Hidup bermasyarakat.
Bagi kita, kehidupan Rasulullah Saw. jelas-jelas menyajikan
berbagai contoh budi pekerti luhur seorang pemuda tepercaya di kalangan kaum
dan sahabatnya. Sirah Nabi juga menyajikan teladan paling sempurna dari seorang
dai yang selalu menggunakan jalan Hikmah dan kata-kata yang baik, seorang pejuang
yang mencurahkan segenap daya yang dimiliki untuk menyampaikan misi yang ia
emban, seorang pemimpin negara yang selalu berhasil menyelesaikan perkara apa
pun dengan adil dan cermat, seorang suami teladan yang begitu baik dalam
memperlakukan istri-istrinya. seorang ayah dengan segala kelembutannya yang
selalu pandai memilah hak dan kewajiban yang layak bagi setiap anak dan
istrinya, searang panglima perang yang brilian dan lepercaya, serta seorang
Muslim sempurna yang berhasil menghimpun antara kewajiban untuk beribadah dan berbakti
kepada Tuhan dengan pentingnya bergaul dengan keluarga dan para sahabatnya.
Jadi, tak perlu disangsikan lagi bahwa dengan mempelajari
sirah Nabi Saw., kita akan dapat melihat semua aspek kemanusiaan Rasulullah
Saw. dalam bentuk yang paling luhur untuk menjadi contoh bagi kita semua.[]
Tentang Perkembangan Studi Sirah dan Pemahaman yang Benar terhadapnya
Sirah Nabi Saw. dan Sejarah Manusia
Tidak diragukan lagi. sirah
Rasulullah Saw. telah menjadi soko guru bagi pergerakan sejarah agung yang
dilalui umat Islam di seluruh dunia.
Dengan sirah sebagai titik awal, kaum muslimin kemudian
mengukir sejarah. Hal ini menjadi keniscayaan karena bahan pertama yang ditulis
oleh para sejarawan muslim tak lain adalah kejadian yang berhubungan dengan
Rasulullah Saw. Setelah itu, berlanjut menjadi mata rantai sejarah panjang yang
tersambung Hingga sekarang.
Bahkan, sejarah jahiliah yang menjadi "gambar latar
belakang" pentas sejarah Islam di Semenanjung Arab baru mendapat perhatian
besar dari kalangan masyarakat muslim dan non muslim di sana dengan
menuangkannya dalam literatur tertulis karena adanya dorongan dari agama Islam
yang muncul dengan membawa batasan tentang definisi "jahiliah"
seiring dengan kelaHiran sang Cahaya Terang, Muhammad Saw.
Alhasil, sirah Nabi Saw. benar-benar menjadi pusat orbit
bagi semua kegiatan penulisan sejarah Islam yang dilakukan di Semenanjung Arab.
Bahkan, sirah pula yang memberi pengaruh kuat terhadap berbagai kejadian
penting dalam sejarah Islam di penjuru dunia, khususnya di Semenanjung Arab.
Tidak seperti bangsa dan umat lain, berbagai macam ilmu yang
berkenaan dengan riwayat dan kejadian-kejadian bersejarah bangsa Arab dan
umatlslam telah memiliki pedoman ilmiah sebagai standarisasi untuk memilih dan
memilah antara kebenaran dan kebohongan. Umatlslam pasti tidak akan pernah
dapat menemukan pedoman ilmiah yang dapat diterapkan dalam penulisan sejarah.
kecuali karena sirah Nabi Saw. telah mendorong mereka secara spiritual untuk
menulis sejarah dengan cermat dan sahih supaya tidak terkontaminasi oleh
kekeliruan atau manipulasi. Semua itu dilakukan karena mereka tentu saja
menyadari sepenuhnya bahwa sirah Rasulullah Saw. dan sunah yang beliau wariskan
adalah kunci pertama yang dapat digunakan untuk memahami Kitabullah. Selain
itu, Sirah Rasulullah Saw. menjadi contoh paling sempurna tentang penerapan
kandungannya. Belum lagi fakta umat Islam yang sangat meyakini bahwa Rasulullah
Saw. adalah utusan Tuhan dan bahwa Al-Qur'an adalah benar-benar firman Allah,
maka merekalah pihak yang paling bertanggungjawab untuk mengamalkan kandungan
Kitabullah. Allah Swt. pasti memperhitungkan amal mereka dengan sangat cermat.
Semua keyakinan itu mendorong umat Islam untuk mengerahkan segenap kemampuan
demi melahirkan sebuah pedoman ilmiah yang dapat digunakan untuk melindungi sirah
dan sunah Rasulullah yang suci.
Pembaca yang budiman, "pedoman ilmiah” yang dimaksud
sekarang lebih dikenal dengan ilmu mushthalah al-hadits dan ilmu al-jarh
wa al-Ta’dil. Sebagaimana diketahui bersama, kedua ilmu ini lahir untuk
menjaga kesucian sunah yang berhulu dari mata air sirah Nabi Saw. Dari link
itu, selanjutnya kedua ilmu tersebut dipakai sebagai pedoman penullsan sejarah
secara umum. juga menjadi alat pemisah fakta sejarah dari berbagai kebohongan
yang menodainya.
Dari sini dapat dipahami bahwa kegiatan penulisan sirah Nabi
Saw. adalah gerbang pertama yang mengantarkan umat Islam ke dalam studi dan
penulisan sejarah mereka secara umum. Berbagai prinsip ilmiah yang mereka
gunakan untuk menjaga kesahihan riwayat dan cerita sejarah adalah prinsip umat
Islam yang didasari kebutuhan untuk menjaga mata air ajaran Islam agar tidak
ternodai oleh berbagai kebusukan dan kataran .
Awal Mula Penulisan Sirah Nabi Saw. dan Perkembangannya
Penulisan sirah Rasulullah Saw. menduduki urutan kedua
setelah penulisan sunah beliau. Penulisan sunah (baca: hadits Rasulullah)
memang lebih dulu dibandingkan sirah, dimulai ketika Rasulullah Saw. masih hidup
atas dasar perkenan, bahkan perintah langsung dari sang Nabi. Hal itu dilakukan
Rasulullah Saw. setelah merasa yakin bahwa para sahabat benar-benar mampu membedakan
antara struktur kata Al-Qur'an dengan redaksi hadits supaya keduanya tidak
bias.
Adapun penulisan riwayat hidup Rasulullah Saw. dan sejarah
peperangan yang beliau ikuti (maghazi) baru dilakukan setelah penulisan sunah.
Namun, sebelumnya para sahabat tetap memberikan perhatian besar untuk
melestarikan sirah dan sejarah maghadzi secara lisan.
Diduga kuat, orang pertama yang memberikan perhatian besar terhadap
penulisan riwayat hidup (sirah Rasulullah Saw. dan berbagai peperangan yang
beliau ikuti (maghazil) adalah Urwah ibn Zubair (wafat 92 H), disusul oleh
Abban ibn Utsman (wafat 105 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 110 H), Syarhabil ibn
Sa'd (wafat 123 H), dan Ibnu Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H).
Merekalah pelapar penulisan sirah Rasulullah Saw. Berbagai
tulisan yang mereka susun menjadi literatur paling menonjol, bahkan diyakini
sebagai karya pertama dalam kegiatan ilmiah yang mendorong penulisan sejarah
secara umum. Belum lagi beberapa rangkuman peristiwa dalam bingkai sirah Nabi
juga termaktub di dalam Kitabullah dan kitab-kitab sunah yang memberi perhatian
besar terhadap riwayat hidup Rasulullah Saw. lengkap dengan segala ucapan dan
perbualan beliau, terlebih menyangkul hal-hal yang berhubungan dengan syariat.
Sayangnya, tulisan yang disusun kelima tokoh itu telah
musnah ditelan waktu. Yang sampai ke tangan kita hanyalah beberapa fragmen
kecil yang berserakan di sana-sini, sebagaimana diriwayatkan Imam Al-Thabari.
Konon, salah satu di antara karya mereka-yaitu yang ditulis oleh Wahb ibn
Munabbih-sekarang tersimpan di museum Kota Heidelburg, Jerman.
Pada generasi berikutnya (setelah kelima tokoh di atas), muncullah
orang-orang yang menghimpun hampir semua tulisan kelima tokoh Ini.
Alhamdulillah, sebagian besar tulisan generasi kedua ini masih dapat kita baca hingga
saat ini. Tokoh paling ulama dari generasi kedua itu adalah Muhammad Ibn Ishaq
(wafat 152 H). Para peneliti meyakini bahwa tulisan Ibnu Ishaq merupakan karya
tulis sirah Nabi Saw. paling otoritatif pada masa itu[1] meskipun
kitab Al-Maghazi yang ia tulis tidak pernah sampai ke tangan kita. Ibnu Hisyamlah
(nama aslinya Muhammad Abdul Malik) orang yang kemudian meriwayatkan kembali kitab
Ibnu Ishaq ini dalam bentuk yang telah diperbaiki. Ibnu Hisyam melakukan itu
lebih dari 50 tahun setelah lahirnya karya Ibnu Ishaq tersebut.
Menurut Ibnu Khatikan, Ibnu Hisyam menghimpun sirah
Rasulullah Saw. dengan mengambil sumber dari berbagai catatan maghazi dan sirah
yang ditulis Ibnu Ishaq. Ibnu Hisyam menyunting dan meringkas tulisan
pendahulunya itu, kemudian menuangkannya dalam sebuah kitab sirah yang sekarang
dikenal luas dengan sebutan Sirah ibn Hisyam.
Di atas itu semua, dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber
yang digunakan penulis sirah dari semua generasi adalah sebagai berlkut.
Pertama: Al-Qur'an. Kitab Allah inilah yang menjadi
rujukan utama untuk mengetahui kehidupan Rasulullah Saw. beserta segala tahapan
global perjalanan hidup beliau yang agung. Struktur bahasa Al-Qur’an mengandung
banyak petunjuk tentang hal ini.
Kedua: Kitab-kitab hadits. Maksudnya, kitab-kitab hadits
yang ditulis para imam yang kredibililasnya tidak diragukan lagi, seperti Al-Kutub
Al- Sittah (enam kitab hadits), Muwaththa' lmam Malik, dan Musnad Imam
Ahmad. Karena kitab-kitab ini menyoroti ucapan dan perbuatan Rasulullah Saw,
sebagai sumber syariat. bukan sebagai objek sejarah, tidaklah mengherankan jika
tema sentralnya berbau fikih. Sementara itu, sebagian kitab yang lain
menggunakan metode penyusunan alfabetis; berdasarkan nama-nama para sahabat
yang meriwayatkan hadits, bukan berdasarkan urutan kronologis terjadinya
peristiwa atau lahirnya sabda Rasulullah Saw.
Ketiga: Para perawi yang memiliki perhatian besar terhadap
sirah Rasulullah Saw.
Para sahabat banyak yang memiliki perhatian besar terhadap riwayat
hidup sang baginda Nabi. Hampir tidak ada sahabat yang tidak mengetahui sebuah
peristiwa atau kejadian tertentu menyangkut Rasulullah Saw., tetapi tidak menceritakan
kembali peristiwa yang mereka ketahui kepada sahabat lain atau generasi setelah
mereka (para tabiin). Namun, pada saat itu, tradisi tersebut tidak mereka
imbangi dengan kebiasaan menulis.
Sebelumnya, penulis ingin kembali menegaskan perbedaan
antara "tulisan” (kitabah) dan "karangan" (ta’lif). Yang pertama
tentu sudah ada semenjak Rasulullah Saw. masih hidup, seperti sunah. Adapun
yang kedua baru muncul ketika umat Islam mulai merasa membutuhkan.
Metode Ilmiah dalam Penulisan Sirah Nabi Saw.
Sebagaimana diketahui bersama, sirah
Nabi Saw. yang tertulis juga merupakan bagian "sejarah” meskipun, seperti
kami jelaskan sebelumnya, sirah Nabi Saw. berangkat dari sejarah dan menyasar
objek berbagai kejadian historis dalam rangkaian peristiwa kronologis.
Metode apakah yang dipakai para penulis sirah dalam menyusun
dan menulis karya mereka?
Pada saat itu, mereka menggunakan metode yang dalam penulisan
sejarah dikenal sebagai “aliran objektif".
Disebut "aliran objektif" karena para penulis
sirah Nabi Saw. tidak mengandalkan karya mereka semata untuk memotret kejadian
dalam hidup sang Nabi, tetapi hanya untuk mengukuhkan informasi sahih dari
beliau. Dalam melakukan hal ini, mereka menggunakan metode ilmiah yang tertuang
dalam ilmu mushthalah al-hadits, terutama berkaitan dengan sanad
dan matn, dan dalam Ilmu al-jarh wa al-ta'di1 yang berkaitan
dengan para perawi, meliputi otobiografi dan catatan kepribadian masing-masing.
Ketika menemukan sebuah kejadian yang dinilai benar-benar
nyata berdasarkan kedua metode yang digunakan, mereka akan langsung menuliskan
tanpa tambahan ide, pemikiran, opini, ataupun hal-hal yang berhubungan dengan kondisi
mereka saat itu.
Pada saat itu, mereka selalu memandang keberhasilan dalam
mendapatkan bukti kebenaran sejarah melalui metodologi yang digunakan merupakan
“realitas suci” yang harus dipaparkan kembali apa adanya. Mereka meyakini,
memasukkan opini dan tendensi pribadi ke dalam sirah Nabi Saw. merupakan pengkhianatan
yang tak terampuni.
Dengan "benteng pertahanan" metode ilmiah dan
sudut pandang objektivitas terhadap sejarah itulah sirah Rasulullah Saw. sampai
ke tangan kita secara lengkap. berisi riwayat hidup beliau semenjak lahir,
nasab. masa kanak-kanak. namanya yang harum. berbagai macam irhash yang
dialami di masa belia dan remaja, pengangkatan sebagai nabi, turunnya wahyu,
akhlak beliau yang luhur, berbagai macam mukjizat yang Allah anugerahkan kepada
beliau, fase dan tahapan dakwah yang beliau lalui. orang-orang yang mengikuti
ajaran beliau, perjuangan dan jihad yang dilakukan untuk menghadapi musuh yang
mengepung gerakan dakwah, aspek hukum, prinsip syariat, kandungan Al-Qur'an,
dan hadits-hadits Nabi.
Jadi, sirah Rasulullah Saw. ini benar-benar sampai ke tangan
kita dalam keadaan sangat terjaga dan terawat. Metode ilmiah yang dipakai
menjamin kemurnian riwayat, baik menyangkut sanad atau orang-orang yang terlibat
maupun dari segi matn atau kejadian yang mengelilinginya.
Adapun berkenaan dengan upaya pengambilan hukum dari semua
riwayat Ini (setelah semua itu dapat diterima dengan baik dan dibuktikan
kebenarannya) adalah kerja ilmiah di luar ranah penulisan sejarah. Kesucian
sejarah harus tetap terjaga, tidak boleh terkontaminasi oleh apa pun.
Upaya pengambilan hukum (istinbath) bersifat mandiri. Oleh karena
itu, kaidah dan metode yang digunakan juga harus mandiri. Metode itu secara
khusus dipakai untuk menetapkan prinsip istinbath dalam menggali hukum atau
prinsip dan berbagai kejadian sejarah yang ada. Metode itu benar-benar murni
dan bersih dari segala hasrat dan tendensi individual. Di antara
prinsip-prinsip itu ialah analogi induktif (al-qiyas al-istiqr:ri), pedoman
obseryasi (qanun al-iltizam) dengan berbagai macam bentuknya, dalildalil, dan
sebagainya.
Dengan metode inilah, pengambilan hukum dari
kejadian-kejadian yang terangkum dalam sirah Nabi dilakukan. Di antara hasil
istinbath itu, ada yang berhubungan dengan masalah hukum, akidah, keyakinan,
syariat, budi pekerti, dan sebagainya.
Dari uraian ini, yang paling penting untuk diketahui adalah
bahwa metodologi yang digunakan untuk "memeras” sari pati sirah baru muncul
kemudian dan terpisah dari sejarah maupun proses penulisannya. Begitu pun
dengan metodologi. Itu adalah buah dari "benturan ilmiah" yang lahir setelah
tradisi penulisan sejarah yang lebih dulu berdiri.
Adakah Pengaruh Aliran Modern terhadap Metode Penulisan Sirah Nabi Saw.?
Pada abad ke-19, dalam tradisi
penulisan sejarah muncul berbagai macam aliran yang berbeda-beda. Selain aliran
objektif (sering pula disebut sebagai "aliran ilmiah" ). ada pula
aliran besar yang disebut "aliran individualis", Freudiah
ilmuwan terdepan yang menyerukan diterapkannya aliran ini.
Para penganut aliran ini menilai, tak jadi soal seorang
sejarawan memasukkan tendensi pribadi, ideologi, keyakinan agama, atau pandangan
politik dalam menginterpretasi berbagai peristiwa sejarah dengan segala
konsekuensi hukum dan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya, lebih jauh lagi,
penganut aliran ini berpendapat, interpretasi subjektif seperti itu justru
wajib dilakukan setiap sejarawan. Jadi, sejarawan itu bukan hanya menjadi
penutur atau pengumpul catatan tentang berbagai peristiwa sejarah.
Alhasil, penganut aliran ini menjadikan usaha penulisan
sejarah sebagai "karya seni”. Mereka pun menafikannya sebagai kerja ilmiah
yang disusun secara cermat.
Meskipun tidak bermaksud membahas atau mengkritik aliran ini
secara khusus, kita tetap tidak bisa menyembunyikan penyesalan mendalam karena
di era keilmuan seperti sekarang, aliran ini masih memiliki banyak pengikut.
Sikap kita ini didasarkan pada kenyataan bahwa aliran individualis inilah yang
pasti akan mengoyak-ngoyak realitas sejarah yang selama ini terjaga di dalam
"'kuil suci"' yang kokoh di sepanjang peradaban manusia. Tentu saja
karena mereka mengotorinya dengan khayalan, ambisi subjektif, dan fanatisme individu.
Jika begitu, akan banyak realitas sejarah yang rusak dan peristiwa yang
tereduksi. Para tokoh mulia akan dinistakan dan orang-orang yang tulus akan
dilalimi oleh "kuasa gelap" aliran individualis yang sesat ini.
Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah aliran baru ini
dapat berpengaruh terhadap penulisan sirah?
Jawabannya, fakta menunjukkan, aliran baru dalam penulisan
sejarah ini telah dijadikan dasar oleh sebagian orang dalam berbagai macam
studi historis terhadap sirah Rasulullah Saw. Bagaimana sebenarnya aliran ini
bisa muncul? Bagaimana perkembangannya? Bagaimana nasibnya saat ini?
Lahirnya aliran baru ini tidak dapat dilepaskan dari
pendudukan Inggris atas Mesir. Sebagaimana diketahui bersama, saat itu Mesir menjadi
wajah terdepan bagi dunia Islam. Dalam bidang pemikiran dan intelektualitas,
umat Islam saat itu selalu berkiblat ke Mesir, sebagaimana kiblat mereka ke
arah Ka'bah di saat shalat.
Selain dunia Islam yang terus menggeliat, posisi ini juga
telah menjadikan para penjajah Inggris tidak merasa tenang. Meskipun lembah
Mesir yang subur dapat ditaklukkan dengan kekuatan beersenjata yang dimiliki,
tetapi pendudukan Inggris di Mesir tidak pernah berlangsung aman, apalagi
Al-Azhar tampil sebagai panglima yang memimpin di depan.
Oleh karena itu, kolonial lnggris harus memilih satu dari
dua opsi.
Pertama, memulus hubungan Al-Azhar dengan umat Islam,
apalagi pada saat itu secara politis, Al-Azhar bukanlah lembaga yang berkuasa.
Kedua, melakukan infiltrasi dan penyusupan ke dalam
pusat kepemimpinan Al-Azhar. Harapannya, Al-Azhar dipimpin oleh orang yang
memiliki pandangan sejalan dengan kaum penjajah. Pada gilirannya nanti memberi
mereka kenyamanan Hidup di bumi Mesir.
Ternyata, Inggris lebih memilih opsi kedua. Pilihan itu
memang paling mungkin diambil karena lebih mudah dicapai dan relatif luput dari
perhatian dan pengawasan umat Islam.
Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk melakukan infiltrasi
terhadap pusat kepemimpinan ilmiah di Al-Azhar adalah dengan menyerang titik
lemah umat Islam, baik yang berada di Mesir maupun di negara lain. Titik lemah
dimaksud adalah perasaan “kalah” yang diidap umat Islam saat mereka menyaksikan
Barat mengalami kemajuan luar biasa dalam aspek pemikiran, keilmuan, dan peradaban.
Sampai sekarang pun kaum muslimin masih terbebani ragam masalah yang membuat
mereka selalu melangkah ke belakang sehingga mereka tidak dapat ikut bersama
umat lain untuk membangun kebudayaan, peradaban, dan pengetahuan modern.
Lewat infiltrasi halus inilah kemudian pemikiran penjajah
disusupkan ke dalam dada sebagian pemikir Mesir. Mereka lalu meyakini bahwa
Barat tidak akan pernah terbebas dari belenggu, kecuali setelah mereka
menundukkan agama di bawah ilmu pengetahuan. Agama dianggap sebagai sesuatu
yang sama sekali berbeda dan terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Keduanya tidak
mungkin dipertemukan, kecuali dengan menundukkan yang pertama di bawah
kungkungan yang kedua. Oleh karena itu, jika dunia Islam ingin mencapai
kebebasan seperti dirasakan Barat, tidak ada jalan lain bagi mereka, kecuali
dengan mengikuti jalan yang sama dengan yang ditempuh Barat. Di sini Islam
harus dipahami sebagaimana Barat memahami Kristen. Semua itu tidak akan
terwujud, kecuali ajaran Islam dibebaskan dan semua unsur gaib yang tidak dapat
dipahami atau ditakar oleh pengelahuan modern.
Dalam waktu singkat, bisikan para setan penjajah itu pun
menguasai orang-orang yang pandangannya silau oleh kemajuan yang terjadi di Erapa
modern, sementara iman di dalam dada mereka telah musnah karena pengetahuan
modern telah membutakan akal pikiran mereka. Orang-orang itulah yang kemudian menyerukan
“pembebasan" umat Islam dari ha~hal gaib yang dianggap tidak masuk akal
dan tidak dapat dibuktikan secara empiris oleh pengelahuan modern.
Selanjutnya, mereka mengampanyekan sebuah gerakan yang
disebut "reformasi agama". Gerakan ini mengejawantah dalam berbagai
hal, mulai dari peninjauan kembali penulisan sirah Nabi dan pemahamannya hingga
penggunaan metode baru dalam melihat sirah tersebut. Mereka lalu menyingkirkan
semua perkara adi-alami yang dianggap tidak masuk akal dan tidak dapat diterima
oleh pengetahuan modern.
Orang-orang sesat ini lalu menggunakan sejarah, termasuk
sirah Nabi yang sudah "diperbaiki" sebagai senjata terampuh untuk mewujudkan
mimpi mereka.
Tidak lama berselang, muncullah buku-buku dan tulisan
tentang sirah Rasulullah Saw. yang tidak lagi menggunakan riwayat, sanad dan
prinsip periwayatan hadits sebagai alat pengukur kebenaran. Semua itu mereka
ganti dengan metode deduksi individu berdasarkan hasrat pribadi dan berbagai
metodologi hina yang dibangun di atas tendensi-tendensi dan aliran yang dianut
oleh si penulis.
Dengan metode baru tersebut, para penulis sesat itu lalu
menyingkirkan semua hal yang mereka anggap tidak masuk akal, seperti mukjizat
dan kejadian luar biasa, dari sirah Rasulullah Saw. Mereka hanya mencitrakan
Rasulullah Saw. sebagai sosok pemimpin jenius yang hebat, heroik, dan
sebagainya. Hal-hal yang berkaitan dengan kenabian, wahyu dan misi kerasulan yang
menjadi unsur utama dalam membentuk kepribadian Muhammad Saw. justru mereka
lupakan.
Buku Hayat Muhammad yang ditulis Husen Haikal
adalah contoh paling konkret tentang penulisan sirah Nabi dengan cara sesat
seperti ini. Dengan bangga, Husen Haikal berkata, "Saya tidak akan
menggunakan apa yang tertulis di dalam kitab-kitab sirah dan hadits karena saya
lebih memilih untuk melakukan penelitian ini berdasarkan metode IImlah."
Contoh lain penulisan sirah dengan "metode modern"
ini terdapat dalam beberapa artikel yang dirilis oleh mendiang Muhammad Farid
Wajdi dalam jurnal Nur Al-Islam dengan judul Al-Sirah Al-Muhammadiyyah tahta
adh-Dhau-Al-'Ilm wa Al-Falsafah. Di dalam artikel tersebut terdapat kalimat
yang berbunyi, "Para pembaca rupanya dapat memaklumi bahwa dalam
penulisan sirah ini, kami tidak akan menganggap suatu kejadian luar biasa
sebagai mukjizat selama kejadian itu masih bisa dianggap sebagai sesuatu yang
biasa meskipun sedikit rumit.”
Contoh lain, tulisan beberapa orientalis tentang kehidupan
Muhammad Saw. Semua tulisan sejarah yang mereka buat didasarkan pada aliran individualis,
sebagaimana telan kami terangkan sebelumnya.
Anda mungkin sering kali mendapati bahwa mereka memuji
kepribadian Nabi Muhammad Saw. Mereka mengacungkan jempol atas keagungan dan
karakter beliau yang luhur. Akan tetapi, semua itu dimunculkan tanpa
mengingatkan para pembaca akan peran kenabian atau wahyu di dalam kehidupan
Rasulullah Saw. Mereka juga sama sekali tidak memperhatikan sanad dan riwayat
yang sebenarnya cukup vital untuk meyakini sebuah peristiwa benar-benar
terjadi.
Begitulah para gembong aliran baru ini terus menerapkan
metodologi aliran individualis dalam penulisan sejarah Rasulullah Saw. Sebuah
hamparan tempat yang sebenarnya teramat luas bagi mereka untuk melihat
keluhuran sirah Nabi yang didukung dengan bukti-bukti meyakinkan. Namun, mereka
lebih memilih menjadikan tendensi pribadi, hasrat individu, dan tujuan jangka
panjang para penjajah sebagai otoritas yang menentukan kebenaran sejarah dan
segala hal yang berkaitan dengannya. Lebih buruk lagi, mereka juga menjadikan
ketiga hal itu sebagai penentu apa saja yang dapat diterima dan disangkal dari kehidupan
Rasulullah Saw.
Alhasil, sekarang kita melihat, hampir semua kejadian luar biasa
yang dipaparkan secara mutawatir dalam sunah, bahkan disampaikan pula dalam Al-Qur'an,
mereka takwilkan sekehendak hati.
Sebagai contoh, mereka menakwilkan serangan burung Ababil
yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an sebagai wabah cacar.
Selain itu, mereka menakwilkan peristiwa Isra' yang secara
eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai perjalanan roh Muhammad ke alam
mimpi.
Mereka juga menakwilkan para malaikat yang dikirim Allah
Swt. untuk membantu pasukan muslim dalam Perang Badar sebagai dukungan
spiritual dari Yang Mahakuasa untuk pasukan Islam.
Masih banyak lagi interpretasi menggelikan yang mereka
kemukakan. Mereka menyatakan, misi kenabian yang diemban Rasulullah Saw.,
keimanan para sahabat yang suci, dan semua pembebasan yang dilakukan oleh
Islam, tidak lebih dari sebuah gerakan revolusi yang dibangun di atas latar
belakang ekonomi demi mencapai kekuasaan dan sumber penghidupan. Bahkan, mereka
juga menyatakan bahwa gerakan Rasulullah Saw. sebenarnya hanyalah gerakan
reaktif yang dilakukan kaum miskin untuk melawan kaum feodal dan para tuan
tanah.
Begitulah, metode sesat yang biasanya secara khusus
digunakan untuk mereinterpretasi sirah Nabi, dan secara umum diterapkan dalam
penulisan urang sejarah Islam, terbukti menjadi racun berbahaya yang tidak
disadari oleh sebagian umat Islam. Sementara itu, di kalangan kaum munafik dan
para pengkhianat, metode sesat ini dengan bangga dikampanyekan.
Rupanya, orang-orang yang buta mata hatinya sama sekali
tidak dapat melihat siasat busuk kaum penjajah. Yang didengungkan sebagai
"gerakan reformasi keyakinan" di tengah umat Islam itu sebenarnya
adalah senjata pemusnah massal yang mereka arahkan tepat ke jantung Islam untuk
menghancurkan agama agung ini sampai ke akar-akarnya.
Mereka rupanya juga tidak menyadari bahwa upaya
menyingkirkan perkara-perkara gaib yang dinilai tidak masuk akal dari Islam
sebenarnya akan menghancurkan agama yang selama ini mereka peluk. Alasannya,
wahyu Ilahi yang menjadi mata air agama Islam pada tingkat tertentu dapat
dianggap sebagai hal yang juga "tidak masuk akal" karena berasal dan Tuhan
yang gaib. Jalan ke arah itu pun telah mereka rintis dengan membuang hal-hal
adi-alami yang terdapat di dalam sirah Nabi Saw. dengan dalih, tidak dapat
diterima ilmu pengetahuan modern. Cepat atau lambat, mereka akan berani menolak
wahyu Allah karena surga, neraka, hari kebangkitan, dan berbagai hal adi-alami
yang lain mereka anggap tidak dapat diterima pengetahuan modern.
Mereka rupanya benar-benar telah lupa bahwa agama yang benar
sama sekali tidak membutuhkan kebersesuaian dengan zaman yang dilalui manusia,
juga sama sekali tidak membutuhkan reformasi yang menggoyahkan sendi-sendinya.
Semua itu rupanya telah hilang dari pandangan mereka.
Padahal, untuk mengetahui kebenaran, sejatinya tidaklah sulit asalkan mereka
bersedia menerima kebenaran itu sendiri. Akan tetapi, rupanya kemajuan dan modemisme
di Erapa telah membutakan mata mereka. Mereka pun tidak lagi dapat menggunakan
akal sehat, kecuali hanya sedikita Padahal, untuk memahami hal yang mereka
pelajari dibutuhkan akal sehat. Akal mereka rupanya telah benar-benar
diselimuti utopia “reformasi" yang akan "merekonstruksi" ajaran
Islam, sebagaimana terjadi pada ajaran Kristen di Erapa .
Demikianlah penjelasan singkat di atas membuktikan bahwa
soko guru dari aliran modern ini tak lain adalah penyembahan terhadap ego,
alih-alih mengedepankan kebenaran ilmiah yang sejalan dengan akal sehat.
Bagaimana Nasib Aliran Individualis Kini?
Secara faktual, metodologi yang
diterapkan penjajah dalam penulisan dan pemahaman sirah Nabi Saw. termasuk
hasrat menggebu yang pernah berkobar di dada para penganutnya, terbukti telah
mencapai titik nadir. Orang-orang yang dibutakan oleh gemerlap kemajuan Erapa
dan mengadapsi cara Barat dalam memandang ajaran Islam sekarang terengah-engah
karena kesalahan besar yang mereka ciptakan sendiri.
Sesuatu yang wajar jika pertama kali melihat gemerlap
cahaya, mata langsung terpesona dan terbutakan dari melihat kebenaran. Alhasil,
ia tak lagi mampu membedakan yang benar dan salah. Akan tetapi, seiring
berlalunya waktu, ketika mata sudah dapat melihat cahaya gemerlap itu dengan
sudut pandang yang lebih jernih, mulAllah kebenaran hakiki terlihat jelas. Tak
sedikit pun ada mega yang menghalanginya.
Inilah yang benar-benar terjadi saat ini. Mendung pekat
telah lewat disapu angin, tergantikan oleh cara pandang yang jernih. Cara pandang
kini dipegang oleh generasi baru Islam yang maju. Mereka selalu berpegang pada
inti dari kebenaran setelah para pendahulunya dimabukkan hal-hal yang bersifat
luar. Dengan pemikiran bebas dan kejernihan pandangan yang mereka miliki,
generasi baru ini telah sampai pada keyakinan bahwa yang disebut sebagai
hal-hal adi-alami atau "mukjizat” sebenarnya tidak akan mungkin disingkirkan
dan kebenaran ilmu pengetahuan.
Alasannya, disebut "luar biasa" karena hal itu
tidak biasa terjadi di hadapan umat manusia. Sementara itu, kebiasaan sama
sekali tidak boleh dijadikan tolok ukur ilmiah untuk menentukan apakah sesuatu
itu memang mungkin terjadi atau tidak. Kapan pun dan di mana pun ilmu
pengetahuan tidak akan pernah sampai pada kesimpulan bahwa hanya yang dapat
dilihat mata manusialah yang nyata dan mungkln terjadi, sedangkan yang tidak
terlihat mata manusia dianggap tidak nyata karena itu tidak mungkin terjadi.
Saat ini, setiap pakar dan peneliti mengetahui bahwa pencapaian
terakhir Ilmu pengetahuan berkenaan dengan masalah ini menegaskan kalau
hubungan sebab dan akibat yang kasat mata sebenarnya tak lain adalah hubungan
biasa yang kemudian melahirkan analisis dan justifikasi. Setelah itu, dibuatlah
ketetapan hukum yang seJalan dengan hubungan tersebut. bukan sebaliknya.
Jadi, jika sekarang Anda meminta pendapat prinsip hukum
ilmiah tentang kejadian adi-alami atau mukjizat Ilahi, ia pasti akan menjawab
seperti yang diketahui semua ilmuwan yang menyelami peradaban modern, yaitu
bahwa hal-hal adi-alami dan mukJizat Tuhan tidak berada dalam kawasan yang “dikuasai"
oleh hukum ilmiah. Hal ini disebabkan jika mukjizat itu ternyata benar-benar
terjadi sekarang dan dapat "dilihat mata", yang diperlukan hanya
menyikapi dan menjelaskan dengan sebaik-baiknya untuk kemudian menetapkan hukum
tersendiri yang sesuai dengan hal adi-alami tersebut[2]
Anggapan para ilmuwan bahwa pengaruh yang ditimbulkan sebab
atas akibat itu bersifat pasti, kekal, dan menghapus semua kemungkinan adanya
perubahan sekarang telah berlalu. Yang kini didengungkan malah kebenaran yang
telah berabad-abad dibela ilmuwan muslim yang dipelapari Imam AI-GhaZati,
yaitu bahwa hubungan antara sebab dan akibat itu bersifat temporal. Maka dari
itu, ilmu pengetahuan tak bisa dianggap lebih dari sekadar bangunan yang
didi,ikan di atas hubungan temporal tersebut. Sementara itu, hakikat di balik
hubungan tersebut tetap berada di tangan Allah Yang Mahaagung yang telah menciptakan
segala sesuatu dan memberinya petunjuk.
Lihatlah betapa ilmuwan empiris sekaliber David Hume telah
menjelaskan semua kebenaran ini dengan sangat cermat.
Tidaklah keliru jika orang-orang yang menghormati akal dan realitas
mengajukan satu syarat untuk diterimanya sebuah berita, baik yang mengandung
informasi adi-alami maupun yang biasa-biasa saja. Syarat dimaksud adalah berita
itu harus sampai kepadanya melalui jalur ilmiah yang bersih dan didirikan di
atas prinsip periwayatan, sanad, dan kaidah Jarh wa ta'dil. Jika itu dipenuhi,
kebenaran berita tersebut patut diyakini. Akan tetapi, ruang ini tidak cukup
luas untuk merinci lebih jauh mengenai masalah ini.
Oleh karena itu, semua ilmuwan pasti akan terkejut ketika
membaca kembali pernyataan Husen Haikal dalam mukadimah Hayat Muhammad
yang ditulisnya. Dalam buku tersebut, ia mengatakan,
"Saya tidak akan
menggunakan apa yang tertulis di dalam kitab-kitab sirah dan hadits karena saya
lebih memilih untuk melakukan penelitian ini berdasarkan metode ilmiah...:”
Artinya, pembahasan Husen Haikal dalam buku itu tidak akan
merujuk pada hadits Rasulullah Saw. sekalipun yang terdapat dalam kitab Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim, demi menghormati ilmu pengetahuan. Dengan kata
lain, metodologi super canggih dan unik yang diterapkan Imam Al-Bukhari dan
Imam Muslim dalam periwayatan hadits dinilai Husen Haikal sebagai
"penyimpangan" dari ilmu pengetahuan. Sementara itu, teknik “meraba-raba
dalam gelap” yang kemudian diberi nama “metode pandangan subjektif" justru
dianggap sebagai penghormatan terhadap ilmu pengetahuan.
Bukankah itu bencana besar bagi ilmu pengetahuan?
Bagaimana Seharusnya Kita Mempelajari Sirah Nabi Saw.?
Sebagaimana kita ketahui, ketika tampil di pentas sejarah
Semenanjung Arab, Rasulullah Saw. langsung maju ke hadapan khalayak dunia.
Beliau landaskan bahwa dirinya adalah nabi yang telah diutus Allah Swt. kepada
seluruh umat manusia. Misi yang beliau emban adalah menguatkan kebenaran yang
dibawa para nabi sebelumnya. Selain itu, memikulkan tanggung jawab yang sama
kepada umat manusia, sebagaimana dibebankan semua nabi terdahulu kepada umat
mereka masing-masing. Rasulullah Saw. menjelaskan dirinyalah nabi terakhir
dalam rangkaian panjang risalah kenabian di sepanjang sejarah manusia. Namun,
beliau juga menegaskan bahwa dirinya manusia biasa. Peristiwa yang jamak
terjadi pada setiap manusia juga berlaku bagi beliau. Bedanya. beliau dipercaya
Allah Swt. melalui wahyu untuk mengemban tugas suci menyampaikan risalah.
Dengan risalah itulah manusia mengetahui kebenaran yang hakiki, juga
mengingatkan mereka akan status kehidupan dunia di tengah hamparan kerajaan
Allah yang tak berbatas. Rasulullah juga bertugas menyampaikan ke mana alur kehidupan
manusia setelah meninggalkan dunia. Tanpa mengurangi makna kebebasan yang
dimiliki, beliau juga terus mengingatkan agar mereka selalu berusaha menjadi
hamba Allah yang baik. Dengan berbagai cara, Rasulullah Saw. selalu menegaskan
kepada umat manusia bahwa dirinya sama sekali tidak punya kuasa untuk menambah,
mengurangi, maupun mengubah kandungan risalah Allah Swt. Bahkan, Allah Swt. menegaskan
dalam firman-Nya,
"Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian
perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan
kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka, sekali-kali
tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat
nadi itu," (QS Al-Haqqah [69]: 44-47).
Jadi, Muhammad Saw. sama sekali tidak pernah tampil di
pentas dunia sebagai pemimpin politik, kepala negara. tokoh ideologi, ikon
reformasi, dan sebagainya. Bahkan, semua orang tahu, sepanjang Hidup Rasulullah
Saw. tidak pernah berusaha mencapai salah satu dari posisi dan jabatan itu.
Begitulah seharusnya perkara ini didudukkan. Seperti itu
pulalah logika menuntun kita. Ketika ingin mempelajari pribadi seseorang,
seyogianya kita mempelajari seluruh dimensi kehidupan orang tersebut. Sebagai
pertanyaan kunci, sosok seperti apa yang ingin ditunjukkan? Sebab hanya dengan
itulah kita mengetahui bahwa yang disampaikan itu benar atau tidak.
Tak dapat disangkal, semua ini menuntut kita untuk menelaah
segala aspek yang berhubungan dengan orang yang akan kita pelajari, baik
sebagai individu maupun masyarakat. Di bawah cahaya pengetahuan, semua upaya
itu harus menjadi wahana yang mengarahkan kita pada esensi siapa sebenarnya sosok
agung yang tampil dipentas dunia ini?
Memang benar yang mengatakan bahwa kita tidak harus
mengerahkan daya pikir seperti yang diinginkan Muhammad Saw. dalam memaknai
kenabian dan risalah yang diembannya. Anggapan ini baru dapat diterima jika
perkara ini sama sekali tidak berhubungan dengan hidup kita, juga tidak
berkaitan dengan kebebasan dan kepribadian kita sebagai manusia.
Ternyata, perkara ini jelas berhubungan langsung dengan
eksistensi kita. Dengannya-jika semua berjalan dengan benar kita dapat mengerti
kewajiban untuk mengetahuinya. Jika tidak mengejawantahkannya dalam kehidupan,
niscaya kita akan tenggelam dalam kesengsaraan dan kehancuran. Alhasil. perkara
ini mau tidak mau harus kita ketahui dan sama sekali tidak boleh kita sangkal.
Sungguh amatlah sia~sia jika kita meneliti sosok Muhammad
Saw., tetapi kemudian justru lebih disibukkan dengan berbagai gambaran lain
tentang pribadi beliau yang sama sekali tidak berhubungan dengan kita saat ini.
Jauh lebih sia-sia lagi, andaikata saat int Muhammad Saw. muncul
di hadapan kita, lalu bersabda dengan segenap perasaan dan keyakinan yang
beliau miliki. "Demi Allah, kelak kalian akan mati seperti kalian
tidur. Dan kelak kalian dibangkitkan seperti kalian terbangun dari tidur. Dan
demi Allah, kelak kalian akan tinggal di surga selamanya, atau di neraka selamanya."
Namun, ketika mendengar sabda beliau seperti itu, kita sibuk membayangkan
tingkat kejeniusan atau keindahan tutur kata beliau saja.
Bukankah melakukan kebodohan itu sama dengan ketika kita
tersesat di butan belantara, lalu berjumpa seseorang yang bersedia menunjukkan
jalan keselamatan, tetapi kita sibuk menilai dan mempelajari tampang, pakaian
yang dikenakan, atau tutur katanya?
Logika yang sehat mengharuskan kita untuk mempelajari
seluruh aspek kehidupan Muhammad Saw., mulai dari kelaHiran, akhlak, kehidupan
rumah tangga, kesabaran, perjuangan, perdamaian yang dilakukan, peperangan yang
dipimpin, sikap terhadap sahabat-sahabatnya, perlakuannya terhadap musuh, serta
kedudukannya di hadapan gemerlap dan pesona kehidupan dunia. Untuk meraih
kebenaran dan kecermatan, pergunakanlah teknik penelitian objektif yang
dibangun di atas metode ilmiah yang menuntut diterapkannya prinsip-prinsip
penentuan riwayat, sanad, syarat kesahihan, dan sebagainya.
Menurut hemat penulis, logikalah yang menuntut kita untuk
mempelajari semua itu, didasari semangat menjadikannya sebagai tangga untuk mencapai
puncak dari sirah yang kita pelajari, yaitu meyakini kebenaran misi kenabian
yang diemban Rasulullah Saw. dan mengetahui kebenaran wahyu yang diturunkan kepadanya.
Bahkan, sekalipun penelilian itu dilakukan dengan latar belakang tema atau
tendensi fanatisme tertentu, kita tetap akan menemukan bahwa pribadi Muhammad
Saw. tidak pernah mereka-reka sepotong hukum atau syariat pun untuk umatnya.
Sesungguhnya, Muhammad Saw adalah pnbadi yang amat tepercaya untuk menyampaikan
risalah itu kepada kita sebagai perintah langsung dari hadirat Allah, Tuhan
Semesta Alam. Sesampainya di puncak inilah, kita pasti akan menyadari keagungan
tanggung jawab menjaga dan menegakkan syariat dan hukum yang harus kita emban.
Sementara itu, mereka yang mengungkung diri dengan
mempelajari sirah pada aspek kemanusiaan Muhammad Saw. saja dan menyampingkan
fakta tentang sosok yang ditampilkan Muhammad Saw. sebenarnya di hadapan umat
manusia pastilah mereka memerosokkan diri ke dalam lubang gelap tertutup yang tak
ada satu pun jalan keluarnya.
Orang-orang seperti itu pasti terhenyak menyaksikan
penaklukan umat Islam yang berhasil membebaskan manusia dari kebiasaan memangsa
satu sama lain, seperti ketika mereka berada di bawah peradaban Persia dan
penindasan Romawi.
Orang-orang seperti itu pasti terhenyak menyaksikan hukum
Islam yang dipraktikkan di Semenanjung Arab sebelum muncul peradaban yang lain.
Sebuah aturan syariat yang sempurna dan berlaku di seluruh penjuru Semenanjung
Arab, padahal saat itu Arab masih bisa dibilang belia untuk mencapai
pengetahuan, kebudayaan, dan kehidupan sosial-masyarakat yang kukuh. Bagaimana
mungkin hal itu bisa terjadi? Bukankah para pakar sosiologi meyakini bahwa
sebuah hukum dan aturan yang mapan baru bisa muncul di tengah masyarakat yang
telah matang secarn kebudayaan dan peradaban?
Sungguh lubang yang benar-benar tertutup. Siapa pun berani
menafikan kenabian Muhammad Saw. pasti tidak akan pernah menemukan pemecahan
masalah ini secara benar. Berapa banyak peneliti dan pakar yang terus terombang-ambing
ke kanan dan ke kiri untuk berusaha keluar dari kebingungan mereka sendiri?
Ternyata, semua usaha mereka berakhir sia-sia.
Sebenarnya, jalan keluar dari kebingungan ini amatlah jelas
dan terang. Caranya, bersikap logis dan objektif dalam mempelajari sirah
Rasulullah Saw. Dalam arti kata, meletakkan sosok Muhammad Saw. pada posisi sebagaimana
yang beliau perkenalkan ke pentas duma, sembari meneliti seluruh seluk-beluk kehidupan
beliau sebagaimana telah kami katakan sebelumnya.
Ketika studi ini berhasil mengantarkan kita pada keyakinan
akan kebenaran risalah Muhammad Saw. dari hadirat Allah Swt., fakta kenabian
Muhammad Saw. pasti akan membebaskan kita dari kebingungan sebab kita pun telah
mengetahui rahasia di balik kenabian Muhammad Saw.
Seseorang yang mengemban misi kenabian dari Allah pasti akan
ditolong oleh-Nya Begitulah dengan Al-Our'an, wahyu yang diturunkan Allah
kepada Muhammad Saw. sebagai hukum yang sempurna dan syariat-Nya. Sebuah
ketetapan hukum yang sama sekali bukan rekaan manusia sehingga membuat banyak
orang takjub.
Allah Swt. berfirman kepada orang-orang yang beriman
pada-Nya,
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan jnnganlah (pula)
kamu bersedih han, padahal kamulah orang-orang yang paling nnggi (derajarnya),
jika kamu orang-orang yang beriman," (QS Ali 'Imran [3]: 139).
"Dan, Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang
yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan
mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)," (QS Al-Qashash [28]: 5).
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” Dan, Allah
tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan, kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Al-Anfal
[8]: 9-10).
Sekarang awan hitam yang bergantung itu telah tersapu angin.
Segala gelap telah sirna bergantikan cahaya terang. Segala sesuatu telah
kembali berjalan sebagaimana mestinya. Dzat yang Maha Pencipta dan Maha Perkasa
menolong hamha-hamba-Nya yang beriman dan berpegang teguh pada aturan-Nya
dengan kemenangan yang Dia janjikan bagi siapa pun yang dikehendaki.
[1] lihat:
Ibnu Sayyidunnas. 'uyan AI-Atsr 'an Ibn Ishaq wa Tarjamatuh .
[2] Lihat
penjelasan lebih lanjut mengenal masalah ini dalam buku Kubra Al-Yaqinat
Al-Kouniyyah, karya penulis, hlm. 329