Dapatkah Harta Pusaka Tinggi Di Minangkabau Dihibahkan ?


Oleh : Gani limsa

Antara wakaf dan hibah

Pengertian Wakaf

Wakaf, dalam bahasa arab berarti habs (menahan) artinya menahan harta yang memberikan manfaatnya dijalan Allah. Dari pengertian itu kemudian dibuatlah rumusan pengertian wakaf menurut istilah, yaitu “perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” (Kompilasi Hukum Islam, Buku III, Bab I, Pasal 215).

Adapun dalil-dalil sebagai anjuran melakukan wakaf antara lain adalah:
Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 92:

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [QS. Ali Imran (3): 92]

Macam-macam Waqaf

1. Wakaf ahli atau Wakaf Dzurri yaitu wakaf yang ditunjukkan kepada orang-orang tertentu, kepada seorang atau lebih, baik kepada keluarga si pewakaf atau bukan.

2. Wakaf Khoiri yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau masyarakat

Pengertian Hibah

Hibah berasal dari bahasa Arab yang berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang yang diberi. Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup. Di dalam Kompilasi Hukum Islam Buku II Bab I Pasal 171 butir g disebutkan Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Hadis riwayat al-Baihaqi dari Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " تَهَادَوْا تَحَابُّوا. [رواه البيهقي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: Saling memberi hadiahlah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi VI: 169,Shahihul Jami’us Shaghir, hadis no: 3004 dan Irwaul Ghalil, 1601, hadis ini hasan).

Perbedaan Wakaf dengan Hibah

1. Harta wakaf hanya boleh diberikan kepada sekelompok orang yang bisa dimanfa’atkan untuk kepentingan orang banyak, sedangkan hibah bisa diberikan kepada perorangan ataupun kelompok, baik untuk kepentingan orang banyak maupun kepentingan individu.

2. Harta wakaf tidak bisa menjadi hak milik seseorang, sedangkan harta yang dihibahkan bisa menjadi hak milik seseorang.

Harta Pusaka Tinggi Di Minangkabau.

Pada hakekatnya harta pusaka tinggi di Minangkabau itu adalah harta titipan, status hukumnya dalam hukum adat tidak boleh di jual dan tidak boleh menjadi hak miliki perorangan. Harta pusaka tinggi merupakan harta bersama milik kaum. Maka oleh sebab itu harta pusaka tinggi tidak boleh dibagi atau menjadi hak milik perorangan atau beberapa orang tertentu dalam kaum tersebut. Jika hal itu terjadi maka akan terjadi sebuah kemunkaran, dimana adanya perbuatan memakan hak-hak dari saudara sendiri.

Harta pusaka tinggi di Minangkabau merupakan harta titipan dari nenek moyang terdahulu, status hukumnya tidak boleh di jual, tidak boleh menjadi hak milik dan tidak pula untuk diwariskan (berpindah kepemilikannya). ia hanyalah harta berupa hak pakai yang diperkenankan boleh mengambil manfaat dan hasilnya, sampai kepada generasi berikutnya secara turun temurun.

Memang sepintas Harta pusaka tinggi ini mirip dengan harta wakaf. Seperti wakaf ahli yaitu wakaf yang diperuntukan kepada orang-orang tertentu, atau kepada kerabat keluarga tertentu. Namun harta pusaka tinggi ini tidak dapat disamakan kedudukannya dengan harta wakaf. Sebab pada harta wakaf telah dipenuhi syarat dan rukun-rukun wakaf.

Wakaf dinyatakan sah, apabila terpenuhinya rukun wakaf yang terdiri dari:

1. Wakif (orang yang mewakafkan)

2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)

3. Mauquf Alaih ( Pihak yang diberi wakaf / peruntukan wakaf)

4. Siqhat (Pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya)

Jika harta pusaka tinggi ini mau ditetapkan hukumnya sebagai wakaf, maka syarat dan rukun wakaf diatas harus dipenuhi, yakni Lafadz sighat (ikrar wakaf) ketika diserahkan kepada Nadzir. Lantas apakah syarat wakaf tersebut telah dipenuhi ? sehingga kedudukan harta pusaka tinggi dapat disebut sebagai wakaf ? Jika belum, maka tentu saja harta tersebut masih syubhat seperti yang pernah difatwakan oleh Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy.

Dapatkah harta pusaka tinggi itu di hibahkan ?

Sebagaimana kita ketahui bahwa harta pusaka tinggi ini adalah harta titipan, hanya harta titipan berupa hak pakai atau hak guna pakai yang boleh diambil manfaat dan hasilnya saja. tidak boleh di jual dan tidak boleh menjadi hak milik, ini menunjukan bahwa harta itu bukan milik perorangan atau milik sekelompok orang tertentu, tetapi merupa milik bersama seluruh kaum tersebut. Oleh sebab itu, harta ini tidaklah dapat di Hibahkan oleh seseorang. Apakah boleh seseorang menghibahkan (memberikan) harta kepada orang lain yang bukan merupakan harta miliknya ? Tidaklah dibenarkan seseorang menghibahkan (memberikan) sebuah harta kepada seseorang atau kepada sekolompok orang yang mana harta yang diberikan itu bukan merupakan harta miliknya.

Jadi solusi yang paling tepat untuk meng-Islamisasi harta pusaka tinggi Minangkabau ini, agar menjadi jelas dan terang kedudukannya secara syariat adalah dengan cara merubah kedudukannya menjadi harta wakaf ahli, tentu saja dengan syarat harus dipenuhi rukun-rukun wakaf padanya.

Gani limsa, Medan 081013.

Template by:

Free Blog Templates