Berbakti kepada ibu tidak dengan cara melanggar ketentuan Syariat


Oleh : Gani Limsa

Islam agama yang haq, agama yang sempurna dari yang Maha sempurna yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. Islam diturunkan untuk tujuan memuliakan manusia, oleh sebab itu sungguh beruntung orang-orang yang senantiasa berpegang teguh kepada Al-Islam. Islam mengatur kehidupan ini dengan sempurna dan menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Ibu adalah orang yang telah melahirkan kita, menjaga dan memelihara kita selama 9 bulan dalam kandungan. Begitu banyak jasanya, memelihara dan membesarkan kita. Islam memerintahkan kita untuk menghormati dan berbakti kepada ibu dan bapak. Menghormati dan berbakti kepada ibu dan bapak, sesuai dengan petunjuk dan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, tidak dengan cara melanggar ketentuan dan ketetapan Allah dan Rasul yang lainnya.

Perintah menghormati dan berbakti kepada Ibu bapak ini di syariatkan Allah kepada kita. Seperti perintahkan Allah dalam Al-qur'an yang berbunyi :

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara kedua-nya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "Ah" dan janganlah kamu membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik". (QS: Al-Isra ayat 23)

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil". (QS: Al-Isra ayat 24)

Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang muslim". (QS: Al-Ahqaf ayat 15)

Mengucapakan kata "Ah" saja kepada orang tua kita tidak dibolehkan dalam Islam, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan yang lebih kasar dari pada itu. Begitulah Islam menempatkan penghormatan kepada ibu bapak kita. Dan barang siapa yang durhaka kepada ibu bapaknya hukumya adalah dosa besar.

Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, "Ah" Apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal beberapa umat sebelumku telah berlalu? Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allah (seraya berkata) "celaka kamu, berimanlah ! sungguh, janji Allah itu benar." lalu dia (anak itu) berkata, "ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu." (QS: Al-Ahqaf ayat 17)

Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat terdahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi. (QS: Al-Ahqaf ayat 18)

Demikianlah Allah menjelaskan kepada kita untuk menghormati ibu dan bapak sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-Nya. Berbakti dan berbuat baik kepada Ibu dan bapak sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya. Tidak dengan cara melanggar ketentuan Syariat Allah yang lainnya.

Kekeliruan adat Minangkabau dalam menghormati Ibu

Sebagian besar orang Minangkabau menempatkan hubungan atau pertalian keturunannya mengikuti garis ibunya. Sebagian besar orang Minangkabau beralibi ketentuan semacam ini sebagai bentuk penghormatan kepada Ibu. Pertanyaannya adalah "Dapatkah dibenarkankah cara penghormatan semacam ini ? Menghormati Ibu dengan cara melanggar ketentuan Syariat Islam ?

Syariat Islam telah menetapkan bahwa :

1. Setiap anak yang lahir dari hasil pernikahan yang sah secara syariat, hubungan dan pertalian garis keturunan anak tersebut mengikuti pertalian garis bapaknya.

2. Sedangkan setiap anak yang lahir dari hasil hubungan perzinahan, hubungan dan pertalian garis keturunan anak tersebut mengikuti pertalian garis ibunya.

Keduan ketentuan hukum Syariat diatas sama-sama dibenarkan. tidak ada yang salah, asalkan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Status anak yang lahir dari hasil hubungan zina tetap suci dan mulia, yang hina adalah pelaku zinanya yaitu ibu dan laki-laki yang menzinai ibunya. Oleh sebab itu anak yang lahir dari hasil hubungan perzinahan tetap suci dan mulia walaupun pertalian garis keturunannya mengikuti garis ibunya. Karena itu ber-nasab atau bergaris keturunan kepada ibu juga dibenarkan dalam syariat Islam sesuai dengan ketentunnya.

Pertanyaan bagi kita adalah :
Mengapa anak-anak Minangkabau yang lahir dari hasil pernikahan yang sah secara syariat itu, pertalian garis keturunannya mengikuti garis ibunya ? Bukankah dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa setiap anak yang lahir dari hasil pernikahan yang sah secara syariat, pertalian garis keturunan anak tersebut mengikuti garis bapaknya ? Disinilah kerancuan dan kesalahan Hukum adat Minangkabau. Anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan yang sah secara syariat yang seharusnya pertalian garis keturunan anak tersebut mengikuti garis bapaknya, namun hukum adat minangkabau menempatkannya mengikuti garis Ibunya.

Apun alasannya, penempatan sistim yang keliru ini tidak dapat dibenarkan oleh syariat Islam, sekalipun mereka beralibi untuk menghormati Ibu. Menhormati Ibu disuruh oleh syariat Islam, tetapi tidak dengan cara melanggar ketentuan syariat lainnya.

Penulis memberi perumpamaan sebagai berikut :

Shalat Dzuhur dan Asyar, boleh dilakukan 4 rakaat dan boleh juga 2 rakaat. Keduanya sama-sama dibolehkan dan dibenarkan oleh syariat Islam, asal sesuai dengan ketentuannya. Shalat Dzuhur dan asyar boleh di jamak dan qashar menjadi 2 rakaat dzuhur dan 2 rakaat asyar, berlaku untuk orang yang musafir, sedangkan bagi orang yang mukim, shalat dzuhur dan asyar masing-masing 4 dan tidak boleh di jamak dan qashar. Bila ada orang yang mukim mengerjakan shalat dzuhur dan asyar menjadi 2 rakaat, maka akan menjadi salah besar !.

Demikian juga halnya dengan pertalian garis keturunan ini. Jika anak yang lahir dari hasil pernikahan yang sah, tetapi mempertalikan garis keturunannya mengikuti garis ibunya, maka ini adalah salah besar !

Demikian, semoga tulisan yang sederhana ini dapat memberi manfaat, membawa kebaikan dan menambah ke-imanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita. Aamiin.

Template by:

Free Blog Templates