Di Den Haag pada
akhir tahun 1949, perundingan penting antara Indonesia dan Belanda tengah
dilakukan, konferensi meja bundar. Setelah menyepakati banyak hal, perundingan
itu menemui jalan buntu ketika Belanda meminta Indonesia untuk melunasi
hutang-hutang yang pernah dibuat oleh pemerintah kolonial sebagai syarat untuk
pengakuan kedaulatan. Sumitro bersuara lantang menolak hutang yang tidak pernah
dibuat Indonesia itu. Delegasi Hatta pun dilanda dilema. Bukankah Utang jagal
bagi kedaulatan? Tetapi itulah masa ketika segalanya tampak mungkin. Bila
manusia menyerah maka alam tidak, ia mengutus seseorang dari masa lalu. Dalam
dingin malam yang membekukan, pria misterius itu meyakinkan delegasi Hatta untuk
menerima persyaratan itu. "Ontvangen maar die onderhandeling. Indonesie
heeft niets te verliezen" ucapnya meyakinkan.
Lebih dari lima
puluh tahun kemudian, wartawan muda koran Indonesiaraya Batu Noah Gultom
mencium jejak pembunuhan berantai dengan korban orang penting di Boven Digoel
Papua. Ini melengkapi tiga pembunuhan misterius sebelumnya di Bukittinggi,
Brussel dan Bangka. Mata rantai pembunuhan itu itu adalah kesamaan huruf
"B" pada huruf awal lokasi pembunuhan. Tetapi yang lebih penting
adalah pesan yang diterima keluarga korban. Dosa-dosa sosial sebagaimana pernah
ditulis oleh Mahatma Gandhi dalam majalah Young India pada tahun 1925.
Penelusuran itu membawa Batu untuk mengungkap peristiwa kematian orang-orang
bertato di utara Jakarta beberapa tahun silam. Misteri tato yang membawanya
dalam petualangan di pulau Siberut, Mentawai.
Pada saat yang
bersamaan tiga orang peneliti dari Belanda, Erick Marcellius de Noiijer, Rafael
Alexander van de Horst dan Robert Stephane Daucet terjebak dalam gairah ilmu
untuk menemukan de ondergrondse stad, kota bawah tanah di daerah kota tua
Jakarta. Penelitian yang tekun menuntun mereka untuk mengungkap rahasia ratusan
tahun. Kuncinya ada pada lukisan sketsa Batavia lama karya Johannes Rach,
seorang pelukis Denmark yang bekerja untuk VOC, tiga setengah abad silam.
Mereka menemukannya dalam bentuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Akan tetapi baru saja penemuan itu akan mereka rayakan, sebuah tragedi terjadi.
Masih bisakah mereka kembali ke Belanda?
Cathleen Zwinckel
adalah pendatang lain dari Belanda. Mahasiswa pascasarjana di Universitas
Leiden itu mengaku tengah menyelesaikan thesis Master-nya tentang Sejarah
Ekonomi Kolonial. Oleh profesornya, ia dititipkan pada CSA, sebuah lembaga
think-thank terkemuka di Jakarta. Tetapi diam-diam ia memiliki agenda lain.
Gadis cantik itu datang juga untuk mengungkap misteri ratusan tahun. Oleh
profesornya, ia diminta untuk memecahkan misteri Surat Kew yang dikeluarkan
oleh William V pada tahun 1795. Surat yang akan menuntunnya pada misteri
terbesar yang selama ini hanya menjadi bisik-bisik, Het Geheim van Meede,
Rahasia Meede. Kunci misteri itu ada pada sosok Suhadi, seorang arsiparis
senior Arsip Nasional Republik Indonesia. Tetapi pekerjaan itu tidak semudah
bayangan Cathleen. Jakarta mulai menunjukkan murkanya. Ia diculik kemudian
terdampar di kepulauan rempah-rempah. Sosok gelap itu mulai terungkap; ia
menginginkan semuanya. Laki-laki muda di balik penculikan itu bernama Kalek.
Buronan nomor satu yang sempat dinyatakan tewas, dalang di balik peristiwa
penyerbuan bersenjata dan kematian orang-orang bertato pada tahun 2002.
Pembunuhan berantai
itu tidak berhenti. Tetapi Batu mulai bisa mencium jejak pembunuhnya. Tetapi di
tengah-tengah penemuan itu, Parada Gultom, redaktur yang membawahi Batu di
Indonesiaraya hilang tanpa jejak. Menemukan dirinya dalam ruang gelap dan
kemudian dipaksa bicara setelah disuntik dengan Scopolamine, serum pengakuan.
Sementara itu, Cathleen terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang ia takutkan
dari Kalek. Tentang VOC, Monsterverbond hingga pembunuhan Pieter Erberveld pada
bulan April 1722 di Batavia. Cathleen Zwinckel bertaruh dengan nasibnya.
Sementara di balik ketegangan itu seorang guru biasa dipanggil Guru Uban hidup
dalam kedamaian di Bojonggede. Tetapi di balik penampilan tenang, ia menyimpan
sebuah rahasia.
Lembar demi lembar
misteri mulai terungkap ketika Lalat Merah, nama sandi untuk seorang perwira
muda pasukan Sandhi Yudha Kopassus memburu Kalek. Mereka berdua adalah teman
karib ketika masih menjadi siswa SMA Taruna Nusantara. Tetapi kemudian masa
depan menyodorkan pilihan pahit dalam persahabatan mereka; satu memburu yang
lainnya. Dalam perburuan, Kalek mengirimkan isyarat dalam bentuk dialog Nabi
Musa dan Nabi Khidr. Perlahan Lalat Merah membongkar misteri ini sambil terus
berusaha menyelamatkan Cathleen Zwinckel. Pertanyaan-pertanyaan mulai terjawab,
tentang peristiwa di tahun 2002, 1949, 1722, hingga masa akhir pemerintahan
Deandels di Batavia. Pembunuhan berantai, kota bawah tanah, surat Kew,
Monsterverbond, Erberveld, KMB berujung pada satu misteri harta karun VOC.
Bisakah rentetan
pembunuhan itu dihentikan dan bagaimana sebenarnya jalinan panjang sejarah 400
tahun bermuara pada satu sosok manusia di masa kini?
Download : disini