Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Dia semata. Yang jika
menghendaki sesuatu tak ada yang bisa menghalangi-Nya. Di tangan-Nya kekuasaan
yang sempurna. Tak ada seorangpun yang menyamainya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga
dan para sahabatnya serta umatnya yang berpegang teguh dengan syariat-Nya.
Kehidupan umat manusia, secara materi, sekarang sudah
mencapi tarap yang sangat hebat. Manusia merasakan berbagai kenikmatan hidup
dan melihat berbagai macam keindahan hasil karya mereka. Walau demikian, dalam
kehidupan yang maju secara meteri ini, bukan berarti mereka lebih bahagia
dibanding orang-orang yang hidup sebelum mereka. Bukan berarti mereka lebih
bisa menikmati hidup, lebih merasa aman, dan lapang dada. Apa sebab semua itu?
Karena mereka kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan paling penting, yang
menjadi inti dari hidup ini, yaitu barakah. Apa manfaat usaha yang kosong dari
barakah? Umur yang kosong dari barakah? Ilmu yang tak bermanfaat? Makanan dan
minuman yang tidak menjadi daging dan tidak menghilangkan lapar?
Sesungguhnya berkah/barakah bukan dengan banyaknya harta
ataupun kedudukan terhormat, tidak pula dengan anak atau ilmu pengetahuan yang
bersifat duniawi. Tetapi berkah itu adalah sesuatu yang dirasakan oleh jiwa
berupa pikiran yang jernih, hati yang damai dan tentram, hidup yang bahagia,
gembira, dan merasa cukup dengan pembagian Allah, dan menerima semua
takdir-Nya.
Sementara umur yang berkah adalah umur yang dihabiskan
untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan dan amal shalih. Adapun ilmu yang berkah
adalah ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, diajarkan, diamalkan, dan
disampaikan kepada yang lain.
Kalau kita teliti dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya,
akan kita dapati bahwa keberkahan itu ada pada rizki, umur, anak, dan harta.
. . . berkah itu adalah sesuatu yang dirasakan oleh jiwa berupa pikiran yang jernih, hati yang damai dan tentram, hidup yang bahagia, gembira, dan merasa cukup dengan pembagian Allah, dan menerima semua takdir-Nya. . .
Sesungguhnya rizki itu memiliki jalan untuk menjadi rizki
yang diberkahi. Di antaranya yang paling utama adalah dengan mencarinya
(bekerja). Saat mencarinya, harus dimintakan kepada pemilik rizki yang
sesungguhnya, yakni Allah Ta'ala.
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan
sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan
dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 17)
فَإِذَا قُضِيَتْ الصَّلاةُ فَانتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga memerintahkn
mencari rizki dan menganjurkan untuk bekerja. Beliau Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda –saat ditanya tentang pekerjaan yang paling utama-:
عَمَلُ الرَّجُلُ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
“Pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan tangannya
sendiri dan setiap perdagangan yang baik.” (Hadits shahih li ghairihi. Riwayat
al-Bazzar, sebagaimana dalam Kasyful Astar: 2/83/1257, dari Rifa’ah bin Rafi’)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga memberitahu,
bekerja dan mencari rizki adalah akhlak para nabi secara keseluruhan.
"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, kacuali ia pasti mengembala
kambing.” Para shahabat lantas bertanya: “Apakah engkau juga demikian, ya
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku menggembalakan kambing milik penduduk Makkah
dan menerima upah beberapa qirath (1 qirath = 4/6 dinar).” (HR Bukhari, no.
2262)
Mencari rizki dan bekerja disyariatkan. Tetapi seorang
muslim dalam kerja dan usahanya tetap bersandar dan bertawakkal kepada
Tuhannya. Ia sangat yakin, dirinya tak akan mendapat rizki kecuali apa yang
sudah Allah bagi untuknya. Rizki yang sudah Allah tentukan untuknya pasti akan
diperolehnya dengan jalan apa itu yang tak seorangpun mampu untuk menahannya.
Hal ini sebagaimana bacaan zikir yang dituntunkan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam sesudah shalat,
اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
"Ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah apa yang
Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka dia akan berusaha mencari rizki dengan tetap
bergantung kepada-Nya dan mengetahui bahwa Allah 'Azza wa Jalla adalah Maha mengetahui dan Mahabijaksana,
"Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu." (QS. Al-Thalaq: 3)
Sesungguhnya jatah rizki seperti jatah umur. Tidak akan
habis, jika belum sampai habis ajal. Sehingga kita tidak akan terlalu bersedih
dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau harus tetap berusaha dengan
mempercayakan kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
"Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari
rizki! Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak akan mati kecuali telah
sempurna rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari
rizki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram." (Disebutkan Al-Albani
dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866)
Jika seorang muslim bercita-cita mendapatkan barakah
dalam rizkinya, pasti akan mendapatkan banyak jalan. Al-Qur'an dan al-Sunnah telah
menerangkan hal itu. Di antara sebab-sebabnya adalah:
Pertama, Takwa kepada Allah merupakan sebab utama rizki
diberkahi dan hidup menjadi tentram. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi." (QS. Al-A'raf: 96)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
"Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa,
tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami
masukkan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka
sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang
diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (QS. Al-Maidah: 65-66)
Sangat jelas, barakah rizki itu didapat dengan bertakwa
kepada Allah.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan ke luar.Dan memberinya rezeki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya." (QS. Al-Thalaq: 2-3)
Oleh sebab itu agar rizki diberkahi dalam mencarinya
harus dengan usaha yang dibenarkan syariat, bertawakkal kepada Allah, yakin
kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya, dan meyakini dengan benar bahwa Allah
Mahabijaksana dan Maha mengetahui dalam kadar rizki dan kapan diperolehnya.
Disadari, semua itu terjadi dengan qadha' dan qadarnya. Maka apa yang
dikehendaki oleh-Nya, akan terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki
oleh-Nya, juga tidak akan terjadi.
Agar rizki
diberkahi: Dalam mencari rizki harus dengan usaha yang dibenarkan syariat,
bertawakkal kepada Allah, yakin kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya . . .
Kedua, memperbanyak istighfar. Allah Ta'ala berfirman
tentang petuah Nabi Nuh 'alaihis salam kepada umatnya,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
"Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai"." (QS. Nuuh: 10-12)
Allah menerangkan tentang titah Nabi Hud kepada kaumnya
untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan fisik dan turunnya
rizki,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun
kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang
sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa"." (QS. Huud: 52)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Siapa yang kontinyu beristighfar maka Allah jadikan
baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya, kesudahan dari setiap
kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka." (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Ketiga, membaca Al-Qur'an dan mentadabburinya. Sebabnya,
Allah telah jadikan Kitab-Nya sebagai sesuatu yang diberkahi.
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan
yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat," (QS. Al-An'am: 155)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad: 29)
Al-Qur'an adalah barakah dalam membacanya. Siapa membaca
satu ayat, maka baginya dari setiap ayat satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu
dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. (HR. al-Tirmidzi)
Al-Qur'an membawa berkah dalam lantunannya,
mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan mencari keadilan padanya, bermoral
dengan ajaranya, dan berakhlak dengan akhlaknya.
. . . Al-Qur'an
membawa berkah dalam lantunannya, mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan
mencari keadilan padanya, bermoral dengan ajaranya, dan berakhlak dengan
akhlaknya. . .
Keempat, Membaca doa saat keluar rumah dan saat akan
menyantap hidangan. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ
"Apabila seseorang memasuki rumahnya; ia berzikir
kepada Allah saat memasukinya dan saat makan, maka syetan berkata kepada
teman-temanya, 'tidak ada tempat dan makanan bagi kalian." (HR. Muslim,
Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad) Allah menjaga rumah ini dari gangguan syetan
karena sebab zikirnya ketika akan makan dan saat memasukinya.
Keempat, menjaga shalat bisa mejadi sebab turunnya
barakah dan datangnya rizki, karena ia merupakan sebab untuk kebaikan dunia dan
akhirat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 32)
Kelima, Bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah dan
mengakui karunia dan pemberian-Nya. Sesungguhnya rizki yang kita peroleh,
semuanya dari pemberian-Nya. Maka jika kita bersyukur dengan hati, lisan, dan
amal maka Allah akan memberkahi rizki kita. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih"." (QS. Al-Ibrahim: 7)
. . . jika kita bersyukur dengan hati, lisan, dan amal maka Allah akan memberkahi rizki kita. .
Keenam, memperbanyak shadaqah dan menjauhi praktek riba.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah: 276)
Ketujuh, Yakin dan bersandar kepada Allah di atas sebab
yang diupayakan. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
"Sesungguhnya harta ini menyenangkan dan nikmat.
Siapa yang mengambilnya dengan kesederhanaan (tanpa meminta dan rakus), maka
diberkahi. Dan siapa yang mengambilnya dengan rakus, tidak akan diberkahi. Dan
keadaanya seperti orang yang makan, namun tak pernah merasa kenyang."
(Muttafaq 'alaih)
Kedelapan, hemat dan tidak berlebihan (melampaui batas)
dalam menikmati yang mubah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi
tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra': 29)
Allah berfirman dalam menyifati Ibadurrahman, para
wali-Nya:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. Al-Furqan: 67)
Allah sangat mencela orang yang menyia-nyiakan harta dan
menggunakannya dalam perkara haram. Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan
dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra': 26-27)
Kesembilan, bekerja di waktu pagi hari, tidak tidur pagi
kecuali karena sangat membutuhkan. Disebutkan dalam satu atsar, "Diberkahi
Umatku di waktu paginya."
Ibnu Abbas pernah melihat anaknya tidur pagi, lalu beliau
berkata kepadanya: "Bangunlah, apakah kamu (senang) tidur pada saat dibagi
rizki?" (Lihat: Mathalib Ulin Nuha: 1/62)
Kesepuluh, Jujur dalam melakukan transaksi, tidak curang
dan tidak pula khianat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
"Penjual dan pembeli berhak memilih selama belum
berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan, diberkahi jual beli keduanya.
Dan jika berbohong dan menutup-nutupi maka dihilangkan keberkahan dalam jual
beli mereka." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Suatu hari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah
mengutus Urwah al-Bariqi untuk membeli seekor hewan kurban. Beliau memberikan
satu dinar kepadanya. Lalu ia masuk pasar dan membeli dua ekor hewan kurban
dengan satu dinar. Kamudian dia menjual salah satunya dengan harga satu dinar.
Lalu ia kembali kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan membawa satu
ekor hewan kurban dan satu dinar. Beliau menanyakan hal itu kepadanya,
"bagaimana bis begitu?" ia menjawab, "Saya membeli dua ekor
hewan kurban dengan satu dinar, lalu saya jual salah satunya dengan harga satu
dinar." Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya,
"Semoga Allah memberkahimu kejujuranmu." Kalau saja ia membeli
segenggam tanah pasti diberkahi.
Kesebelas, qana'ah dan ridha dengan pembagian Allah,
tidak melihat kepada orang yang di atasnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda, "Sungguh telah beruntung orang yang memeluk Islam,
diberi rizki yang cukup, dan Allah menganugerahkan sifat qanaah kepadanya
terhadap pemberian-Nya." (HR. Ahmad)
Penutup
Sesungguhnya harta yang diberkahi akan membawa kebaikan
kepada pemiliknya, tidak melalaikan dan tidak menipunya. Menikmatinya, akan
menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk melakukan ketaatan, mendatangkan
ketentraman jiwa, kepuasan, dan kebahagiaan. Maka jangan hanya mengejar fisik
materi. Tapi carilah keberkahan di dalamnya. Karena harta yang tak berbarakah
seperti sampah yang tak mendatangkan manfaat bagi pemiliknya. Oleh sebab itu,
penting sekali kita memperhatikan sebab-sebab yang menjadikan harta menjadi
barakah. Wallahu Ta'ala a'lam. [Oleh: Badrul Tamam,PurWD/voa-islam.com]