BELUM lama ini, anak seorang tokoh Islam menikah secara
besar-besaran. Resepsi pernikahan yang berlangsung di hall D Pekan Raya
Jakarta, (9/10/2011) ini digambarkan media sebagai resepsi pernikahan
sangat mewah.
Disebut mewah, karena gedung tempat resepsinya begitu megah. Di
ruangan ada 30 pohon artifisial, tertata apik. Satu pohon yang paling
besar berada di tengah-tengah. Cabang-cabangnya yang rimbun seolah-olah
menembus langit-langit gedung. Ada taman-taman bunga dan lampu-lampu
kecil bergantungan. Indah!
Panjang panggung pelaminan lebih dari 100 meter, bernuansa adat
Lampung berwarna perak. Megah! Ada taman bunga dan kolam kecil di depan
panggung. Dua burung kakak tua berwarna putih dan 16 angsa jambul anteng
di tengah kolam.
Tak kurang ada 4.000 undangan, termasuk para menteri, anggota DPR,
dan pejabat penting yang lain. Sejumlah artis membuat acara makin
meriah. Jika mau ‘mengabadikan wajah’, tersedia boot foto. Undangan
boleh meminta difoto dengan background yang sudah disediakan.
Tersedia juga aksesori, mulai topi hingga syal bulu beraneka motif
sebagai pelengkap. Proses cetaknya langsung di tempat, kurang dari dua
menit. Semua gratis!
Tentang makanan, tersedia puluhan jenis makanan yang mengundang
selera. Ada yang khas Indonesia: soto mi, lontong kikil, kare iga sapi,
dan rames bali. Ingin beda? Ada mi bebek hongkong, kebab ayam atau
kambing, kambing maroko, mongolian fire pot, salmon mayoyaki, sushi
sashimi, atau teppanyaki. Sebagai menu penutup, ada coconut jelly, kue leker, serta aneka pasta.
Koran Jawa Pos terbitan Surabaya (10/10/2011) memuat foto pasangan
ini saat resepsi pernikahan. Tampak mempelai putri mengenakan kebaya
merah dengan dada dan leher terbuka. Di kepalanya ada mahkota kecil,
sehingga rambutnya leluasa terlihat.
Syariah Mengatur
Pertama, Islam melarang bermewah-mewah di kehidupan ini. Di sini, ada peringatan Allah.
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُم بِهِ كَافِرُونَ
“Dan, Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi
peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya’." (QS Saba’ [34]: 34).
Kita dimohon, agar
jangan sampai tergolong sebagai si zalim lantaran memilih suka hidup
bermewah-mewah. Sadarilah, bahwa itu dosa! “…. dan, orang-orang yang
zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS Huud [11]: 116).
Jika kita hidup bermewah-mewah, itu bukan saja merupakan masalah
pribadi yaitu mendapat dosa, tapi lingkungan sekitarnya juga akan
terdampak. Sebab, pihak yang suka bermewah-mewah itu bisa dikategorikan
sebagai pengundang bencana.
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا
فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا
تَدْمِيراً
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu.
Maka, sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al-Isra’ [17]: 16).
Oleh karena itu, siapapun yang terlanjur pernah hidup bermewah-mewah,
hendaknya jangan sampai terlambat meminta tolong (bertobat) kepada
Allah! “Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup
mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong”
(QS Al-Mu’minuun [23]: 64).
Kedua, soal kaidah berbusana yang sesuai ajaran
Islam. Syariat Islam lengkap mengatur -bahwa bagi Muslim- menutup aurat
itu wajib. Aurat laki-laki mulai pusar sampai lutut. Bagi wanita,
sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada Asma binti
Abubakar, aurat wanita adalah sekujur tubuhnya kecuali muka dan telapak
tangan.
Tentang ini, sandaran hukumnya juga pada QS Al-Ahzab [33]: 59,
yang artinya “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Pun, QS An-Nuur [24]: 31 bisa menjadi dasar hukum.
Jadi, mari kita –semua tanpa terkecuali- belajar lagi. Dan, yang terlebih penting, amalkan apapun yang telah disyariatkan-Nya!
Oleh: M. Anwar Djaelani Penulis adalah peneliti pada Institut Pemikiran dan Peradaban Islam
Red: Cholis Akbar
|