Muhammad
Rasyid Bagindo Magek dikenal dengan nama Hamsyik Bagindo Magek, beliau adalah
suami dari Siti Manggopoh yang bersama-sama berjuang dalam perlawanan rakyat Manggopoh
terhadap penjajah Belanda sebagai penolakan
penetrapan Belasting dan kesewenangan terhadap rakyat Manggopoh, pada tanggal
15 Juni 1908.
Pada pelarian dan
persembunyiannya di Tarok Bajolang dan menuju Batu Rubiah, akhirnya Belanda
berhasil menangkap Hamsyik dan Siti di Bawan.
Keduanya
menjalani hukuman, Hamsyik dibuang ke Manado, sedangkan Siti ditahan di Pariaman. Keduanya hidup
dalam rajaman penderitaan. Kedua pejuang ini tak pernah bertemu lagi sampai akhir
hayatnya.
Pertemuan Buya Hamka dengan
Muhammad Rasyid Bagindo Magek Di Manado, diterangkan oleh Buya Hamka pada
pidatonya dalam rangka Peringatan Perlawanan
Rakyat Minang Terhadap Penjajah Belanda, dan
bertepatan dengan Peringatan 69 tahun Perang Kamang dan Manggopoh pada tahun
1908. Di Gedung
Kebangkitan Nasional (Extovia) Jakarta,
pada Tanggal
15 Juni 1977.
Pertemuan Pertama
Syukur
alhamdulillah beliau masih hidup, saya bertemu dengan beliau itu mula-mula pada tahun 1943. Ketika saya datang dipanggil oleh Kantor wilayah Muhammadiyah di Manado sebagai mubaliq. Waktu itu masih hebatlah
pertentangan apa yang disebut Kaum Tua, Kaum Muda. Muhammadiyah di anggap
sebagai Kamu Muda. Sedangkan yang disebut Kaum Tua waktu itu adalah kelompok dari Said Salim Bin Jindan yang datang dari Jakarta mengadakan tabliq akbar di Manado
dan Makasar.
Secara tidak sengaja datanglah seseorang yang mengatakan pada saya bahwa disini ada orang Padang, ketika itu saya masih muda berumur 35 tahun
(1908-1943).
Dia adalah seorang pejuang
dari Perang Manggopoh yang dibuang oleh Belanda.
Dimana dia sekarang…?
Bolehkah saya bertemu
dengannya..
Boleh nanti saya kenalkan
Terus
tidak berapa lama sesudah itu datanglah beliau dan kami bersalaman sambil mencium tangannya.
Maka berkenalanlah kami,
beliau menyebut namanya Muhammad Rasyid gelar Bagindo Magek, orang kampung lebih mengenal saya dengan nama Hamsyik Bagindo Magek.
Rupa
beliau hitam berkilat, rambut sudah putih, kumis panjang putih, matanya itu
bulat besar. Mengenakan pakaian baju jas hijau tapi buahnya tidak dilekatkan,
sarungnyanya disandangnya, celananya pangki hitam, tidak bersandal, kira-kira
umur beliau sudah 60 tahun.
Sambil duduk berhadapan saya bertanya
Orang
manakah Angku …?
Saya
orang Manggopoh. Apakah Angku tidak mendengar ketika
terjadi huru hara di Manggopoh. Saya bersama Isri dan kawan-kawan melawan dan membantai orang-orang Belanda, dan akhirnya saya
ditangkapnya dan dibuang kemari.
Waktu
itu kami tidak banyak bercerita, hanya
saja mengatakan bahwa beliau telah membuka perguruan
pencak silat dan beliaulah yang mengajarkannya, memang saya lihat beliau adalah seorang pendekar.
Selama saya di Manado beliau
selalu mendampingi saya ketika berpidato dan beliau menjamin keamanan saya. Karena
beliau mengatakan kepada saya “dimana Angku duduk didekat situ pula saya duduk, sebelum Angku diganggu orang, saya lebih dahulu membela Angku hidup atau mati”, apakah sudah jelas oleh Angku…?
Pada saat Muhammadiyah mengadakan
pula pertemuan dan saya berpidato. Beliau
duduk
dihadapan mimbar saya. Hamsyik Bagindo Magek tidak pula jelas apa yang
dibicarakan orang waktu itu namun ia hanya menjaga keamanan saya, dia
mengatakan bahwa kita sama-sama orang Minang, sama-sama orang Sungai Antokan. Orang
Manggopoh tidak dapat minum bila kami sumbat Sungai Antokan itu. Kata saya
sambil bergurau.
Jadi
itulah pertemuan pertama kami dengan rasa
gembira
makan-minum dan sama-sama pergi kerumah anak beliau yang ada disitu. Hamsyik Bagindo Magek ketika itu beliau masih kuat.
Pertemuan Selanjutnya
Pada
tahun 1952 saya pergi lagi ke Manado juga ketemu
dengan Hamsyik Bagindo Magek.
Pada
tahun 1956 saya pergi lagi ke Manado yaitu ketika saat diadakannya Pemilu,
waktu kampanye untuk pemilihan kontituante. Saya
bertemu lagi dengan Hamsyik Bagindo Magek, tetapi dia sudah tua, banyak duduk
dirumah, waktu itu anaknya yang menemui
saya, nama anaknya saya tidak ingat
lagi, entah Muhammad entah Abdullah. Anaknya mengatakan bahwa orang tuanya
berkirim salam Angku. Lantas saya ingat dan
langsung saya pergi melihat beliau ke rumahnya.
Sesudah
tahun 1956 saya juga pergi lagi ke Manado, tetapi orang
mengatakan beliau sudah meninggal dunia,
Innalillahi wainnalillahi rojiun.
Jadi
ingat betul saya tentang Hamsyik Bagindo Magek rupanya hitam, muka berminyak, walaupun kumisnya
sudah putih dan
rambut sudah putih, akan tetapi masih
terlihat gagah bagai seorang pendekar.
Itulah
yang saya temui dan anaknya tentu masih ada disana
sekarang dan anak termasuk aktif dalam Organisasi Muhammadiyah.
Begitulah
cerita yang saya peroleh saya ketemu benar dengan Angku Hamsyik Bagindo Magek itu, dan
demikianlah keterangan dari saya dan saya anjurkan kepada saudara-saudara yang
memperingati ini dapat mengali sejarah beliau, dan mudah-mudahan pada MTQ
tanggal 18 juli 1977 nanti Insyaallah kalau saya sehat saja saya akan pergi ke Manado
dan saya akan berusaha mencari kembali keterangan tentang beliau (Muhammad Rasyid
Bagindo Magek).
COPYRIGHT © 2011 by. Ir. H. Muhammad Yamin, Palembang
Sumber : Buku 70 Tahun Perang
Kamang & Manggopoh
Diterbitkan : Oleh Panitia Besar
Peringatan Perlawanan Rakyak Minangkabau Menentang Penjajah.