Gerakan Paderi: Cikal Bakal Negara Islam Sumatera yang Belum Berhasil

Afriadi Sanusi
Peneliti di Jabatan Sains Politik Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia

Golongan Paderi hadir disaat masyarakat hidup dalam keadaan Jahiliyah yang penuh dengan dosa dan maksiat. Budaya mengadu ayam, narkoba, judi, zina yang berakibat pada pembunuhan, perampokan dan kejahatan lainnya adalah pemandangan biasa ketika itu. Budaya kesukuan yang tinggi menyebabkan seringnya berlaku peperangan, pergaduhan dan persengketaan antar suku.

Tidak ada kekuasaan tertinggi yang memerintah ketika itu. Para penghulu, raja, datuk dan kepala adat lainnya hanya memiliki pengaruh adat dan pengaruh wibawa dikalangan anak kemenakan sesukunya saja.

Gerakan Paderi telah memenuhi syarat sebuah negara seperti yang dinyatakan dalam sains politik Islam dan modern. Rakyat dan pengikutnya lebih ramai dari masyarakat Islam yang ada di Makah dan Madinah dimasa Nabi SAW.


Menurut Naskah Tuanku Imam Bonjol; Batas kekuasaannya seluruh tanah Sumatera Barat, Riau, Sibolga hingga ke Batak yang lebih luas dari negara Singapura, Brunei, Philipine dan Malaysia saat ini. Pusat pemerintahan Paderi ialah Bonjol, tetapi daerah lain seperti Riau dan Rao bersifat otonom dalam konsep negara federal saat ini yang terus berjuang disaat pusat diserang dan dikuasai. Bonjol yang merdeka dari kuasa lain manapun dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol menurut Hamka dalam bukunya ayahku.

Hukum yang berkuasa ketika itu adalah hukum Islam yang berdasarkan pada al-Qur`an dan Sunnah. Paderi memperbaiki hukum Islam secara berkala dengan mengutus putra terbaik mereka untuk belajar ke Makah. Perjuangan Paderi menurut Naskah Faqih Shagir adalah untuk merealisasikan; Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Penganutnya.

Sumber pendapatan negara Paderi adalah dari hasil zakat, infak, shadagah, harta ghanimah, pertanian dan perdagangan lainnya.

Tentara Paderi berjumlah puluhan ribu orang yang terlatih, gagah berani dan hanya takut pada Allah SWT.

Menurut catatan seorang Belanda J. C. Boelhouwer; Pakaian dan kelakuan orang Paderi sopan dan beraakhlak mulia, tasbih dan sholat tidak pernah dilupakan. Orang Paderi dilarang keras menghisap madat, berjudi, mengadu ayam dan perbuatan dosa lainnya.

Fakih Shagir menggambarkan kemakmuran di era Pemerintahan Paderi sbb; orang yang mencuri dihukum, harta yang dirampok dikembalikan pada pemiliknya. Bagi yang melawan negerinya akan diperangi. Maka takutlah orang melakukan kejahatan ketika itu. Kanak-kanak dan perempuan masuk kampung aman tidak diganggu. Para pedagang tidak dirampok, orang menunaikan solat, orang miskin bebas berjalan tanpa dihina dan diperhamba, baldatun Thaibah warobbul ghafur.

Kemakmuran dimasa pemerintahan Paderi juga diakui oleh seorang tentara Belanda melalui catatan pribadinya ketika itu; Pusat pemerintahan Paderi di Bonjol sangat cantik, aman, damai, makmur dan sejahtera.

Kemakmuran ini akan sangat terasa setelah sebelumnya keadaan huru hara, dosa maksiat merajalela, pembunuhan, perang, gaduh, curi, rampok dan diza menjadi-jadi.

Para pimpinan Paderi seperti Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, Tuanku Rao dan sebagainya tidak bertindak sebagai panglima perang, kerajaan dan negara manapun, seperti Cheng Ho, Napoleon, dan Hang Tuah. Mereka bergerak sendiri dibawah kepemimpinan Paderi yang di inspirasikan oleh Allah dan Rasul_Nya.

Perjuangan Paderi tidak pernah berniat untuk mendirikan sebuah negara Indonesia seperti yang ada saat ini. Kalau mereka masih hidup tentu saja mereka akan kecewa dengan apa yang ada saat ini tentang Negara Indonesia.

Gerakan Paderi gagal karena Belanda dibantu oleh ribuan tentara Sentot Ali Basya dari Jawa. Kegagalan juga disebabkan oleh pengkhianatan kaum adat yang bekerjasama dengan Belanda untuk melawan Paderi.

Menurut M Rajab dalam bukunya perang Paderi, Usaha untuk mendirikan negara Islam yang dipimpin oleh ulama seperti yang dicita-citakan oleh kaum Paderi kembali terinspirasi dengan berlakunya pemberontakan orang-orang siak yang bermula di Pauh. Gerakan ini masih gagal kerana terlalu cepat menunjukkan cita-cita disaat kekuatan mereka masih lemah.

Mereka telah berbuat untuk mengorbankan harta, darah, diri dan nyawa mereka dalam perjuangan Syariat dan negara Islam ini, semoga mereka ditempatkan ditempat yang Mulia disisi sang Khaliq dan dapat memberi ilham bagi generasi setelahnya.

Agama Budha yang mewarnai negara Cina, Hindu yang menguasai India, Kristen yang mendikte Roma dan Islam yang membimbing negara Indonesia adalah wajar, logik, demokratis, sesuai dengan konsep HAM mengingat faktor mayoritas yang ada dinegara tersebut.


Template by:

Free Blog Templates