Ketika Rasulullah saw masih hidup, di Kota Madinah tiba-tiba terjadi gempa bumi. Rasulullah saw lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Sejenak, Nabi saw menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (dengan cara buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Adakah hubungan antara bencana dengan kezaliman? Saat ini berita yang menguat memang hanya soal gejala alam. Orang mungkin akan menertawakan bila ada anggapan, ada kaitan antara bencana dan kemaksiatan. Sayangnya lagi, bila didekatkan dengan segi ruhaniat justru malah dibawa melenceng ke arah mistik.
Padahal, apa yang diucapkan Nabi Adam as ketika harus meninggalkan surga? ”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak jua ampuni dan menyayangi kami, niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi."
Demikian pula nabi Nuh as, ”Jika Engkau tak mengampuniku dan merahmatiku, aku sungguh orang yang merugi'.
”La ilaha illa anta, Subhanaka, Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim," inilah yang yang diucapkan Yunus as, ketika bencana menimpanya.
Ketika Rasulullah saw masih hidup, di Kota Madinah tiba-tiba terjadi gempa bumi. Rasulullah saw lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Sejenak, Nabi saw menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (dengan cara buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Di masa Khalifah Umar bin Kaththab pun terjadi hal yang sama, Umar bin Khattab ra mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"
Dengan ketajaman mata hatinya, Umar bin Khattab bisa merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah saw dan Abu Bakar as-Shiddiq telah mengundang bencana.
Umar segera mengingatkan kaumnya agar istighfar, bertaubat, dan menjauhi maksiat. Al-Faruq bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Bumi dan seisinya adalah mahluk Allah.Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, "Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia."
Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, 'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian'.''
Berselang pada masa sahabat, yakni pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga, ketika bencana terjadi, Umar bin Abdul Aziz segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, “Amma ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."
"Allah berfirman, 'Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan tobat ataupun zakat). Lalu, dia mengingat nama Tuhannya, lalu ia sembahyang." (QS al-A'laa [87]:14-15).
Pimpinan Ponpes Ansharullah, Ciamis, Jabar Fauzan al-Anshari berpendapat, bencana yang datang karena dosa-dosa pemimpin yang berbuat zalim, mereka menangkapi ulama-ulama dan aktivis, dan menangkap Ust Abu Bakar Ba’asyir yang menasihati bangsa ini untuk kembali kepada syariat, tapi malah ditangkap. Dan itu kezaliman paling besar.
“Karena yang ditangkap itu bukan pribadi Abu Bakar Ba’asyir, tapi apa yang dia perjuangkan. Sementara orang yang berzina seperti Ariel, Luna Maya, Cut Tari, tidak dihukum dengan setimpal, apalagi koruptor,” katanya
Ketika aktivis Islam ditangkapi, diburu, bahkan ditembak mati tanpa proses hukum (extra judicial killing). Umat Islam pun merasa diteror, diintimidasi, dan ditindas, sehingga takut menampakkan diri. Akibatnya, aktivis dan aktivitas keislaman pun tiarap di pelosok negeri. Akibat lebih lanjut, kezaliman dan keangkaramurkaan pun leluasa melakukan penistaan.
Ketika tidak ada lagi yang melakukan protes, tidak ada lagi yang menyuarakan amar ma’ruf nahi munkar, maka bumi pun meradang, mengelurkan kekuatannya, melontarkan senjata yang ada di dalam perutnya. Karena pada hakikatnya, bumi yang kita pijak adalah tentara Allah. (Eman Mulyatman/Daniel Handoko)