Sistem Kanagarian dalam sebuah konsep Otonomi Daerah

Nagari suatu konsep yang lama terpendam tak terpakai akibat Konstelasi Politik di masa orde baru yang mengharuskan penyeragaman sistem pemerintahan hingga ke level terendah pada suatu masyarakat.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, status Nagari dihilangkan, dan jorong-jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan Wali Nagari dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para Kepala Desa.
Dengan berlakunya Otonomi Daerah pada tahun 2001, istilah selain "Nagari" beserta keistimewaannya kembali digunakan di Sumatera Barat berikut daftar nagari diseluruh wilayah Sumatera Barat

Budaya politik Minang yang egaliter meyakini keutuhan Indonesia ditentukan oleh kerelaan pemerintah pusat memberikan otonomi seluas-luasnya kepada setiap daerah. Sementara budaya politik Jawa yang sentralistis hierarkis meyakini keutuhan dan kemakmuran Indonesia tergantung pada kuatnya kontrol pusat.



Pada Sistem Kanagarian tidak berlaku sistem "top down" yang mengikuti instruksi dari atas, akan tetapi berawal dari anak nagari setempat yang lebih memahami apa saja permasalahan & hal yang diperlukan dalam memajukan nagarinya. Tentu saja yang paling paham dengan kondisi Nagari Sitanang adalah anak Nagari Sitanang sendiri, begitu juga dengan nagari-nagari yang lain.
Pemberlakuan Sistem pemerintahan Desa sejak 1979 hingga 2004 di ranah minang telah melakukan proses pengebirian selama lebih dari 2 generasi, rakyat lalu terbiasa menjadi penurut dan takluk, lalu mengiyakan apa saja yang datang dari penguasa daerah yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat, walaupun bertentangan dengan hati nurani.
Hal ini menghilangkan sifat kritis & memasung kreativitas yang saat ini tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman yang lebih kompleks yang membutuhkan peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Dengan partisipasi aktif sebenar kemajuan daerah akan lebih mudah tercapai karena memiliki energi yang tidak terbatas & sumber kreativitas yang tak tebatas pula.
Kemajuan suatu nagari tidak bergantung pada seorang Gubernur, Bupati atau pun Camatnya. Hal ini berpulang kembali kepada masyarakat nagari tersebut yang berada di kampung halaman didukung oleh para perantau yang bisa membagi pengalamannya dan kemampuan finansial & serta manajerial. Sebuah kebijakan yang diambil dalam kanagarian terlebih dahulu dibicarakan oleh seluruh elemen masyarakat nagari dengan musyawarah & mufakat, dengan demikian bisa dihindari kepentingan suatu kelompok atau golongan dengan lebih mengemukakan kepentingan masyarakat banyak.

Pemerintah daerah (Pemda) lebih bersifat sebagai fasilisator dengan memberi kemudahan dalam hal kemajuan nagari seperti :

1. Peningkatan kualitas Infrastruktur fisik dan sosial,
seperti jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, sekolah, rumah sakit & surau.
2. Pelayanan transfer teknologi & manajemen
seperti pelatihan teklogi pertanian, manajemen bisnis, dengan nara sumber kalangan praktisi & profesional yang dibiayai oleh Pemda.
3. Kemudahan & Iklim usaha yang kondusif
seperti memberikan kemudahan birokrasi & kemudahan finasial dalam hal pendanaan usaha.

Lintas Sejarah Minangkabau dalam politik Indoesia

A. Masa Orde Lama, Minangkabau yang Memberontak dan Kalah

Setelah tahun 1955, orang Minang melihat otonomi daerah hanya tinggal omongan. Orang Minang melihat Soekarno menjalankan kekuasaan secara draconian (keras dan kejam) baik terhadap institusi sipil maupun militer. Di era ini visi Sumbar (pada masa itu Sumatera Tengah) yang demokratis dan egaliter berhadapan dengan konsep kekuasaan Jawa yang feodal dan sentralistis.

B. Masa Ode Baru, Minangkabau yang patuh pada kekuasaan
Sumatera Barat memang mendapatkan hal yang secara lahiriah menakjubkan, dan beberapa kali mendapat anugerah Adipura. Untuk keberhasilan itu, para mantan gubernur Sumbar & praktisi Sumbar pun naik kelas menjadi menteri dalam kabinet Presiden Soeharto.
Hasil yang digapai Sumbar di masa Orde Baru ternyata harus dibayar mahal dan kontan, dimana

1. Masyarakat politik Minang kehilangan harta yang paling berharga, yaitu sikap kritisnya terhadap kekuasaan pusat.

2. Sumbar kehilangan "sistem pemerintahan Kanagarian" yang menjadi ruh politik masyarakat minangkabau . Akibatnya, karakter politik Minang yang menekankan desentralisasi dan egaliter dalam politik Indonesia merdeka lenyap dari pentas politik nasional. Sejak itu Sumbar tidak lagi menjadi "pusat alternatif", melainkan hanya sekadar menjadi satu daerah di antara daerah lainnya.
Seluruh dinamika politik Sumbar dan hubungannya dengan pemerintah pusat bisa kita katakan sejalan dengan pepatah Minang yang mengatakan,
sakali aie gadang, sakali tapian barubah

C. Masa Reformasi hingga saat ini, Minangkabau yang kembali mencari jatidiri
Sejak diberlakukannya UU 22 tahun 1999 & UU 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah dimana Pemerintahan daerah di tingkat kabupaten & kota memiliki kewenang yang lebih luas untuk mengatur sendiri daerahnya, peluang kembali ke sistem pemerintahan nagari terbuka lebar yang mana disikapi secara cepat oleh masyarakat Sumbar dengan kembali menghidupkan kanagarian-kanagarian yang telah lama tertidur.
Kini Sumbar terlihat sedang meraba-raba tepian baru di era otonomi ini, dimana pemahaman tentang bernagari telah banyak terlupakan oleh masyarakat. Banyak dari mamak, anak kemanakan dan seluruh lapisan masyarakat sumbar yang kurang memahami konsep suatu nagari yang selama lebih 20 tahun tidak pernah diterapkan. Dengan demikian paling tidak ada 2 generasi yang vakum sama sekali dengan apa yang dimaksud dengan Nagari.

Sebagai Anak Nagari, apa yang harus kita lakukan?
Sejalan dengan hal ini, adat minangkabau yang berlandaskan kepada ajaran agama islam dengan "adat basandi syarak, syarat basandi Kitabullah" diberikan peluang sebesar-besarnya untuk kembali diterapkan dalam kehidupan masyarakat minangkabau.
Oleh karena itu hendaknya apabila dunsanak yang berada di rantau alangkah baiknya menyisihkan beberapa hari apabila pulang ke kampung halaman untuk bermusyawarah dengan dunsanak di kampung halaman untuk mendiskusikan hal - hal yang dapat memajukan nagari.

Beberapa hal yang perlu segera kita dilakukan bersama-sama,
1. Memahami kembali budaya minangkabau yang selama ini kurang dipahami oleh masyarakat minangkabau.

Budaya selalu bersifat dinamis berbanding lurus dengan kedinamisan masyarakat yang menjadi elemen utama dari kebudayaan tersebut. Oleh karena budaya masyarakat minang tidaklah seragam sesuai dengan kondisi masyarakat & karakteristik daerah yang berbeda, sebagai contoh budaya di pesisir tentu ada perbedaan dengan budaya di dataran tinggi.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kita mulai kembali membaca, berdiskusi, membahas budaya adat istiadat minangkabau yang berlaku di kanagarian masing-masing bersama sanak famili kita.

2. Melakukan diskusi-diskusi dengan sesama anak nagari terhadap kemajuan nagari, baik diperantauan ataupun dikampung halaman.

Bagi dunsanak yang merantau hendaknya menyisihkan beberapa hari apabila pulang ke kampung halaman dengan memperhatikan kondisi kampung halaman, apa saja hal-hal yang perlu dilakukan untuk kemajuan nagari.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara bertahap, dimulai dari level terkecil pada paruik/kaum masing-masing, kemudian ke tingkat jorong dan terakahir ke tingkat nagari.

3. Sudah saatnya perantau melakukan planning bila masanya harus kembali ke kampung halaman dan menetap dikampung.

Karantau madang di ulu, babungo alah babuah balun
Karantau bujang dahulu, karano di kampuang baguno alun
Sebagai seorang laki-laki di minangkabau, memiliki peran sebagai ayah & mamak, tugas kita sebagai orang tua adalah menafkahi anak lahir & batin hingga mereka bisa berjalan sendiri. Selanjutnya apabila anak-anak telah dewasa, peran sebagai mamak harus pula kita laksanakan, dengan menjaga anak & kemanakan, memelihara pusako nenek moyang, memberikan transfer ilmu & pengalaman yang kita peroleh selama diperantauan.
Dunsanak sakalian, karena merantau pada dasarnya dilakukan untuk memajukan kampung halaman.
Satinggi-tinggi bangau tabang, namun pulang juo kakubangan
Sajauah mano urang marantau takana juo kampung halaman

4. Mambangkik Batang nan Tarandam.

Penghulu dalam sistem pemerintahan kanagarian memiliki akses penting dalam mewakili kepentingan kaum yang dikepalainya. Hal ini sangatlah urgent, dimana kaum yang belum mengangkat datuk penghulu di kaumnya tidak memiliki hak suara dalam suatu perundingan musyawarah & mufakat dalam kanagarian.

Hendaknya pula seorang penghulu adalah manusia yang memiliki kualitas terbaik secara lahir & bathin di kaumnya dan sebaik-baiknya seorang penghulu adalah yang tinggal di kampung halaman atau paling tidak masih berdomisili di sumatera barat. Hal ini sangat diperlukan karena Penghulu akan sering melakukan musyawarah & mufakat dengan anak kemanakan & seluruh elemen masyarakat di limbago kanagarian. Akan terjadi ketidakefesienan apabila seorang penghulu bermukim diluar sumbar sehingga menyulitkan komunikasi dengan limbago kanagarian & anak kemanakan.

Pada saat ini ada beberapa pejabat & pengusaha di level nasional yang diangkat menjadi penghulu dikaumnya, memang merupakan hal yang sangat membanggakan bagi kita semua. Namun untuk memajukan nagari hal-hal yang bersifat kebanggaan tidak berbanding lurus dengan kemajuan nagari, kalau boleh meminjam pituah asing,
the right man, on the right place & on the right time
orang yang tepat ditempat yang tepat & saat yang tepat

5. Memahami benar sifat Egaliter yang dijunjung dalam adat & budaya minangkabau
Egaliter adalah persamaan hak & sederajat dalam suatu masyarakat, tanpa memandang individu dengan suatu perbedaan dan tingkat sosial. Tidak memandang manusia karena hartanya, karena kekuasaan, karena kepintarannya. Apabila hal ini bisa diterapkan secara sungguh, akan tercipta masyarakat yang saling menghargai, menjunjung tinggi hak azazi setiap individu dengan demikian membawa rahmatan lil alamin kedalam hidup bermasyarakat. Dengan memengang tegus azas persamaan hal ini, akan bisa menyelesaikan seluruh permasalahan dengan cara musyawarah & mufakat.

Kamanakan barajo ka Mamak
Mamak barajo ka Pangulu
Pangulu barajo ka Alua jo Patuik
Alua jo Patuik barajo ka Nan Bana
Nan Bana tagak sandirinyo


لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَال
(QS Ar-Ra'd - 11)

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. QS 13:11

Sebagai contoh konkret, saat ini di Kanagarian Kubang - Guguak - Lima Puluh Koto, setiap hari kamis sejak Maghrib hingga tengah malam penduduk nagari diwajibkan mematikan TV dengan harapan disetiap keluarga mengadakan majelis pengajian al Quran disetiap rumah masing-masing. Pelanggaran terhadap kebijakan tersebut diberikan sanksi oleh Kerapatan Adat Nagari Kubang.

Kami berharap adanya peran aktif dunsanak sekalian terhadap kemajuan nagari masing-masing. Karena kemajuan sebuah nagari tidak bergantung kepada seorang Gubernur, Bupati, Camat atau seorang Wali Nagari. Kemajuan sebuah nagari tergantung pada peran aktif seluruh lapisan anak nagari yang peduli dengan kampung halamannya.

Semoga bermanfaat bagi dunsanak sekalian, sehingga kita bisa membangun kembali kampung halaman, amin ya Rabbal alamin.

Template by:

Free Blog Templates