![]() |
Nama
Tuanku Nan Renceh sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang. Para
peneliti sejarah gerakan pemurnian Islam di Minangkabau pun pasti sangat
hafal betul nama yang satu ini. Namun seperti dinukil Suryadi, sosok Nan Renceh tidak sejelas namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah.
Putra
Kamang bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh
proklamator dan lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19
silam. Selain militan dan karenanya pantas ditakuti, fragmen-fragmen
kehidupan bekas murid Tuanku Nan Tuo Ampek Angkek ini pun penuh dengan
aneka kontroversi. Meski banyak cap tak elok dilekatkan pada dirinya,
hingga setakat ini kisah hidup Nan Renceh masih diliputi sejuta misteri
yang perlu disigi dan digali, direkonstruksi serta diulangkaji.
Sebagai
dasar pijakan untuk menyusun mozaik sejarah hidup lebih utuh dari sosok
tokoh pemberani yang tak jarang dibenci ini, penulis sengaja menukil
lengkap otobiografi karangan Fakih Saghir, anak Tuanku Nan Tuo sekaligus
teman seperguruan Tuanku Nan Renceh di zaman-zaman awal. Karangan yang
disusunrangkai dari situs Malay Concordance Project
ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih
Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir, Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 2002.
Semoga tulisan yang
dimaksudkan untuk memberi pencerahan sejarah ini ada manfaatnya bagi
khazanah sejarah lokal Sumatera Barat khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Syukri Datasan Al-Pauhi
Seorang Peminat Sejarah Lokal
Note:
1. Sub judul dalam tulisan hasil susun rangkai ini merupakan tambahan dari penulis guna memudahkan pemahaman pembaca saja.
2. Bilamana ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan adanya publikasi hasil kerja susun rangkai untuk kepentingan bukan komersial ini, demi menghormati hak cipta, penulis dengan senang hati akan mencabutnya.
2. Bilamana ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan adanya publikasi hasil kerja susun rangkai untuk kepentingan bukan komersial ini, demi menghormati hak cipta, penulis dengan senang hati akan mencabutnya.
Alamat
surat keterangan daripada saya Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang
Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho jua adanya wa Allah : Wabihi nasta`ina
bi `inayati yaitu cerita yang dimulai dangan* perkataan yang fasihat,
yang terbit daripada hati yang suci lagi haning* lagi* jernih,
dituliskan dangan faal yang khalas daripada segala ihwal, dipesertakan
dangan muka yang manis lagi dihiasi dangan sebaik2 mukadimah, serta baik
nazam dan tertib seperti intan yang ditatah dangan lembaganya lagi
dipersalokan* dangan seindah2 johar dan mutiara; dikeluarkan dangan
perkataan yang tidak kazib dan khianat hanya semata2 khilaf dan lupa,
dan perkataan yang sedikit2 adanya.
Bahwa
inilah cerita daripada saya, Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang
Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho adanya. Akan halnya cerita ini peri
menyatakan asal kembang ilmu syari`at dan hakikat, dan asal teguh
larangan dan pegangan, dan asal berdiri agama Allah dan agama Rasullah
daripada awalnya lalu kepada akhirnya, lalu kepada perang hitam dan
putih hingga keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini adanya.
Maka
adalah saya, Fakih Saghir, mendengar cerita daripada saya punya bapa´,
sebabnya saya mengambil pegangan ilmu hakikat. Karena cerita ini adalah
ia setengah daripada adab dan tertib wara` orang mengambil petuah jua
adanya. Ya`ni adalah seorang aulia Allah yang kutub,* lagi kasyaf,* lagi
mempunyai keramat, yaitu orang Tanah* Aceh, Tuan Syekh Abdul Rauf orang
masyhurkan. Telah ia mengambil ilmu daripada Tuan Syekh Abdul Kadir
al-Jailani. Itu pun ia mengambil tempat di negeri Medinah, tempat
berpindah* Nabi kita Muhammad Rasullah sallallahu `alaihi wasallam,
yaitu bimbing mehafazkan ilmu syari`at dan hakikat; ialah menjadi pintu
ilmu sebelah pulau Aceh ini.
Maka telah
disampaikan Allah maksudnya itu, maka disuruhlah oleh Tuan Syekh Abdul
Kadir al-Jailani mengembang ilmu itu ke negeri pulau Andalas bumi
Sumantera ini. Maka digarakkan* Allah berlayarlah ia di kepala tempurung
menjalang* negeri Aceh adanya.
Maka kemudian dari
itu turunlah ilmu tarikat ke nagari Ulakan kepada aulia Allah yang
mempunyai keramat lagi memunyai darjat yang a`la, ialah pergantungan
ilmu tahkik, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk yang sebelah tanah
ini.
Maka berpindahlah tarikat ke Paninjauan lalu
kepada Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2, serta ia memakaikan tertib
majlis lagi wara` seperti Tuanku di Ulakan jua halnya. Maka dimasyhurkan
orang pula Tuanku nan Tuho dalam nagari Kamang. Ia telah mehafazkan
ilmu alat. Dan Tuanku di Lembah serta Tuanku di Puar yang mempunyai
keramat, yang beroleh limpah daripada Tuanku di Paninjauan, orang Empat
Angkat jua adanya.
Maka ada pula Tuanku ditompang
di Tanah Rao datang di negeri Mekah Medinah membawa ilmu mantik dan
ma`ni. Maka berpindah pulalah ilmu itu kepada aulia Allah yang kasyaf
lagi keramat* `Alamiyat* Tuanku nan Kecil dalam nagari Kota Gadang
adanya.
Maka ada pula lagi Tuanku di Sumani´
datang di negeri Aceh mehafazkan hadith dan tafsir dan ilmu fara´id.
Telah masyhur ia dalam Luhak nan Tigo ini adanya.
Adapun
asal ilmu saraf ialah Tuanku di Talang dan asal ilmu nahu yang tiga itu
ialah Tuanku di Selayo yang sangat alamiyat ahlul-nuhat yang ada
keduanya dalam nagari Kubung Tigo belas adanya.
Adapun
saya, Fakih Saghir, adalah saya bertemu dangan Tuanku di Mansiang nan
Tuho sekali2 dan Tuanku nan Keramat dalam nagari Kota Gadang pada masa
umur saya kecil; dan Tuanku di Sumani´ serta saya mengambil ilmu pula
adanya.
Fihak
kepada Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho, ialah mengambil ilmu
daripada Tuanku di Kamang, dan Tuanku* di Sumani´, dan Tuanku di Kota
Gadang, dan Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali, dan Tuanku di Paninjauan
jua. Maka berhimpunlah ilmu mantik dan ma`ni, hadith dan tafsir, dan
beberapa kitab yang besar2 dan sekalian yang pehasilkan ilmu syariat dan
hakikat kepada Syekh kita Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho
semuhanya.
Maka telah masyhurlah khabar Tuanku
ulama yang kasyaf mehafazkan sekalian kitab, mehimpunkan sekalian faidah
ilmu syariat dan hakikat, dan menyatakan perbedaan antara kafir dan
Islam. Maka sebab itu banyaklah orang yang rindu dendam datang ke nagari
Kota Tuho mengambil ilmu, mehafazkan sekalian kitab dan meminta´ petuah
keputusan ilmu syariat dan hakikat.
Maka ramailah
tiap2 dusun dan puriah* dalam nagari Empat Angkat dan sukar mehinggakan
ribu dan laksa luhuk dan lahak. Maka banyaklah orang yang jadi alim dan
ulama yang kasyaf dalam Luhak nan Tigo ini, lalu ke Tanah Rao dan tiap2
taluk rantau dan sekalian nagari dalam pulau Aceh ini. Semuhanya itulah
asal kembang ilmu dalam tanah ini adanya.
Fihak
kepada kelakuan orang agama semuhanya, ialah mengerjakan lalim aniaya,
menyamun dan menyakar, melaka´ dan melakus, maling dan mencuri,
menyabung dan bejudi, minum tuak dan minum kilang, memakan sekalian yang
haram, merabut dan merampas, tidak* berbezo halal dan haram, larangan
dan pegangan, dan mau berjual orang; dan jikalau ibunya dan syaudaranya*
sekalipun, dan banyaklah orang dagang dirampasnya dan dijualnya. Itu
pun Tuanku nan Tuho mendirikan larangan dan pegangan serta Tuanku2 yang
lainnya.
Maka sebab banyak orang terjual dan
dirampas orang serta lama zaman, maka sangatlah lalah payah Tuanku
menuntut orang nan terjual dan orang nan kena´* rampas itu. Dan
banyaklah silang selisih, gaduh2 kelahi, dan bantah* dan berparang2;
tetapi tidak me´alahkan nagari adanya.
Saya
Fakih Saghir seperti demikian pula, sebab ada jua saya menurut daripada
saya punya* bapa´. Lagi saya dijadikan kepala bermulut oleh Tuanku2 nan
Tuho* beperda`wakan orang nan ditangkap orang dan orang nan dirampas.
Di mana-di mana larangan itu dibinasakan orang. Dan serta lama zaman
berapa berapalah orang dagang dirampas orang dan ditangkap orang tidak
jua boleh hilang melainkan kembali jua hanya, dan berhutang jua orang
nan menangkap dan orang nan rampas itu, atau dialahkan kampungnya atau
diparangi nagarinya.
Maka sebab itu sangatlah
takut orang menangkap orang dagang dan orang menjalang dia. Dan jikalau
kanak2 yang kecil dan perempuan dan masuk nagari yang berlawanan
sekalipun tidak jua boleh cala binasa adanya. Maka sempurnalah teguh
larangan pegangan orang dagang dan orang memakaikan sembahyang. Dan
jikalau fakir yang hina sekalipun dan syantosalah* ia pergi dan datang
dan perjalanannya ke kiri dan ke kanan ke mana ke mana ia pergi dalam
Luhak nan Tigo ini dan sekalian taluk rantau lalu ke tanah Rao jua
adanya. Itulah asalnya orang dagang dan orang memakaikan sembahyang,
larangan, `alim namanya.
Maka terlebih sangatlah
masyhur Tuanku nan Tuho ulama yang pengasih lagi penyayang, tempat
pernaungan segala anak dagang, ikutan segala sidang imam syari`at
ahlulsunah dan ahluljamaah sultan alim* aulia´ Allah `alaihi al-darajat
wa-l-ratibat fi'ddarain.
Maka
dalam masa itu jua, adalah saya, Fakih Saghir, berhimpun dangan Tuanku
nan Renceh dalam mesjid Kota Hambalau di nagari Candung Kota Lawas jua
adanya. Telah saya duduk bersanang2 mehafazkan ilmu fiqh. Itu pun saya
telah dimasyhurkan orang pandai memafhumkan ilmu fiqh pada masa saya
muda umur sekali2. Maka sebab itu banyaklah orang berhimpun2 kepada
tempat itu, mengambil ilmu mehafazkan kitab fiqh itu, karena ilmu yang
terlebih dikasihi pada masa itu ialah ilmu fiqh.
Maka
sebab beberapa kali tamat saya me´ajarkan ilmu fiqh itu, mengertilah
saya apa2 perkataan yang sabit dalam kitab itu, ya`ni ialah mensucikan
segala anggota daripada najis dan lata, dan memandikan sekalian badan
daripada segala hadnya; dan wajib atas Islam mendirikan rukun yang lima
itu, yaitu me`ikrarkan kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia,
dan mendirikan sembahyang yang lima* pada segala waktu,* dan
mendatangkan zakat* kepada segala fakir dan miskin, dan puasa pada bulan
Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan menyatakan berjual dan memali*
dan yang harus dijual dan dibali,* dan menyatakan sendiri dan
besyarikat, dan menyatakan sekalian akadnya sahnya dan* batalnya, dan
menyatakan membahagikan arta kepada segala warisnya, dan menyatakan
nikah dan idah serta segala akadnya, dan wajib nafakah atas perempuan
dan atas segala karib, dan menyatakan segala hukum sahnya dan batalnya,
dan mehukum antara segala mahanusia dangan adil, dan menyuruh mereka itu
dangan berbuat baik dan menagah daripada berbuat jahat. Inilah setengah
kenyataan perkataan yang sabit dalam ilmu fiqh adanya.
Maka
sebab itu jua digarakkan Allah terbitlah dalam pikir hati saya, Fakih
Saghir, yaitu hendak mendirikan agama Allah dan agama Rasullah, dan
membaiki tertib dan wara`, dan membuangkan sekalian perbuatan yang jahat
dan perangai yang kaji,* dan berbaiki tempat dan mesjid dan sekalian
pekerjaan yang dik.´.f.n.y* syara` pula adanya.
Maka
setelah itu jua mufakatlah saya dangan Tuanku nan Renceh hendak
mendirikan pekerjaan itu. Itu pun* Tuanku nan Renceh terlebih sangat
berahi dan berapa2 kali mufakat, beria2* jua sambil duduk bersanang2
mehafazkan ilmu. Pada masa itu ia lai* dimasyhurkan orang dangan Khatib
Jobahar* adanya.
Maka
telah lama sedikit antaranya, maka Tuanku nan Renceh kembali pulang ke
nagarinya. Telah ia menegahkan orang mengambil tuak dan meminum dia.
Telah ada pula seorang lagi Tuanku menanti, Malin gelarnya. Iapun suka
lagi kuat lagi berani, sempurna pehaluan mendirikan pekerjaan itu. Ia
bersama2 menegahkan orang meminum tuak, dan menyuruhkan orang
sembahyang. Maka sebab itu terbitlah kelahi dan bantah, tetapi tidak
dangan parang, hanya semata2 gaduh2 saja baharu.
Maka
dimasyhurkan oranglah seorang Tuanku nan Gapu´ dan seorang pula Tuanku
nan Renceh, sebab kecil tubuhnya. Itu pun Tuanku nan Renceh mehimpunkan
tempat mesjidnya dan membaiki tempat supaya nak berahi hati mendirikan
agama, serta ia berkekalan menyuruhkan orang sembahyang jua adanya.
Saya,
Fakih Saghir, pun seperti demikian pula. Adalah saya mendirikan jema`at
berempat orang; seorang saya, dan bapa´ saya, seorang pula orang
lainnya, serta saya punya syaudara, ialah nan dimasyhurkan orang* Tuanku
di Kubu Sanang. Pada masa itu ia lai bernama Khatib Jobahar.
Maka
bersungguh2lah saya menyuruhkan orang sembahyang hingga sampai berdiri
jema`at dua belas orang, dan menyuruhkan orang menunaikan zakat serta
membahagikan kepada segala fakir dan miskin. Pada masa dahulu ada jua
orang menunaikan zakat tetapi sedikit2; tidak dibahagikan antara segala
fakir dan miskin, melainkan dihimpunkan saja supaya diambil faidah
barang apa2 maksudnya, dan menyuruhkan orang maulud akan nabi salla
l-lahu `alaihi wasallam* serta membaiki tertibnya, dan tertib orang
memakaikan agama Islam.
Sebab banyak2 terbit hujat
dan burhan daripada saya banyaklah asung fitnah dalam nagari, dan
banyak* pulalah bantahan mereka itu. Maka jadilah saya dibuangkan orang,
dan berapa2 kali disarangnya* saya punya mendrasah.* Dan karena sangat
karas* bantahan mereka itu, sangatlah lahir benar pekerjaan agama, dan
banyaklah orang memakaikan agama Islam. Dan masyhurlah pekerjaan itu
kepada tiap2 nagari serta ia mengambil dalil akan hukumnya. Sungguhpun
ada pekerjaan seperti demikian semuhanya Tuanku nan Tuho jua menjadi
tiang sendi adanya.
Maka
sekira2 empat tahun lamanya mendirikan agama itu, digarakkan Allah
datanglah Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah. Kemudian sempurna
hajinya, ia mendapat ke nagari Batu Tebal, sebab ada masa dahulu,
sebalum ia pergi haji, adalah ia diam pada nagari itu, karena ia
mengambil ilmu daripada saya punya bapa´ masa dahulunya.
Maka
daripada karena banyak mendengar khabar daripada hal pekerjaan orang
Mekah Medinah, bertambah2lah berahi hati mendirikan agama Allah dan
agama Rasullah, dan bersungguh2lah orang mendirikan sembahyang hingga
sempurna jema`at empat puluh orang.
Maka telah
lama sedikit antaranya, pulanglah Tuanku Haji Miskin ke nagari Pandai
Sikat, dan bersungguh2 ia mendirikan agama serta ia berbaiki tempat
adanya. Maka terlebih sangat pulalah masyhur pekerjaan Tuanku Haji
Miskin, dan banyaklah orang mendirikan agama pada barang mana nagari
adanya.
Maka daripada mula2 pulang Tuanku Haji
Miskin di negeri Mekah Medinah hingga orang ketumbuhan banyak habis,
sembilan tahun kamariah lamanya.
Kemudian
maka berpindahlah Tuanku Haji Miskin kepada Luhak Lima Puluh.Telah ia
mengambil tempat di dalam mesjid Sungai Landai namanya dalam nagari Air
Terbit jua adanya, serta ia bersungguh2 mendirikan agama Allah dan agama
Rasullah.
Maka lama sedikit antaranya, banyaklah
asung fitnah dalam nagari itu, karena ia hendak meminasakan pekerjaan
Tuanku Haji Miskin jua maksudnya. Maka sebab itu pun Tuanku nan Tuho
berjalan menjalang Tuanku Haji Miskin akan menolong pekerjaannya itu,
supaya nak karas agama Allah dan agama Rasullah, serta beberapa orang
mengiringi, sekira2 empat puluh orang banyaknya.
Maka
tempo Tuanku nan Tuho datang hampir nagari Air Terbit itu, maka
ditegahkan oranglah Tuanku masuk ke dalam nagari itu, karena sangatlah
takutnya kepada Tuanku adanya. Dan adalah masa dahulu Tuanku nan Tuho
me´alahkan nagari Taram namanya, sebab ada Tuanku2 dalam nagari Taram
itu menyalahi ilmu Tuanku di Ulakan jua adanya.
Itulah
sebab sangat takut orang Air Terbit dimasuki nagarinya. Itu pun Tuanku
nan Tuho berkeliling ke nagari Mungo Handalas namanya. Maka berhimpunlah
ke sana tiap2 nagari dalam Ranah Lima Puluh, serta Tuanku di Luhak pula
adanya ialah menolong pekerjaan Tuanku nan Tuho, sebab ada ia mengambil
ilmu masa dahulunya. Maka tetaplah Tuanku pada nagari itu sekira2 empat
hari lamanya, dan banyaklah daya dan upaya menegahkan Tuanku masuk ke
nagari Air Terbit itu jua.
Maka daripada menilik
sangat sukar pekerjaan itu, terbitlah dalam fikir hati saya, Fakih
Saghir, maka kata saya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki
Tuanku. Fihak kepada pekerjaan kita ini sangatlah karasnya. Tidak
sepatubnya* orang punya bicara seperti demikian, fikir hati saya.
Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku maafkan, biarlah saya punya
bicara." Itu pun Tuanku memaafkan pula sekarang itu jua adanya.
Maka
kata saya, "Fakih Saghir memohonkan ampun", serta saya berdiri
mendatangkan sembah seperti adat orang Melayu jua halnya, ya`ni,
"Ampunlah saya kepada Penghulu2 dan Tuanku2, Imam dan Khatib, dan segala
pilih* hulubalang dalam Luhak Ranah Lima Puluh ini semuhanya. Adapun
Tuanku datang sekarang ke nagari ini bukan berbuat hiru hara kejahatan,*
melainkan menyuruhkan kamu berbuat baik dan menagahkan* kamu berbuat
jahat, dan beperdamaikan kamu daripada kelahi dan bantah, dan menyusun
mufakat kamu orang Lima Puluh supaya nak sanang mereka itu semuhanya.
Itulah halnya. Maka bagaimanalah* bicara kamu. Tidak sepatubnya
pekerjaan kamu seperti ini rupanya. Adakah tidak tahu kamu akan bahwa
sungguhnya Syekh kita ini aulia Allah Sultan Alam namanya? Dan tidak
pulakah tahu kamu akan besar keramatnya dan bekas kerajaannya?"
Maka
tidak suatu jua jawab daripada mereka itu semuhanya, melainkan semata2
gaduh2 daripada sangat takut dan gemetar* tulang, sebab nagari akan
binasa saja hal adanya. Hanya kata berkata sama sendirinya, yaitu kata
mereka itu, "Sekarang kini jua sebab perkataan Fakih Saghir ini,
hampirlah binasa nagari kita ini semuhanya, seperti nagari Taram masa
dahulunya pula halnya." Itulah sebabnya saya dinamai orang Fakih Saghir
pula adanya.
Sekarang itu pun Tuanku berdiri*
hendak berjalan ke nagari Air Terbit. Sekalian mereka itu pun
berganding2 di kiri* dan di kanan serta hiru2 hati mereka itu semuhanya.
Setelah disampaikan Allah Tuanku hampir nagari Air Terbit itu pun,
keluarlah orang nagari Air Terbit itu semuhanya, serta ia membawa alat
persembahan; dalamnya itu beberapa hadiah dan sedekah. Setelah sampai*
mereka itu* di hadapan Tuanku sekalian, mereka itu pun sujud semuhanya,
ialah menyusun jari nan sepuluh, menjujung* tapak kaki Tuanku, serta ia
memohonkan ampun.
Maka kata seorang yang arif
bijaksana, "Wah Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat
Tuanku. Segala salah beribu kali ampun, segala* kafir beribu kali*
tobat. Tuanku jua mempunyai maaf. Apa2 Tuanku punya hukum, kami pun suka
menurut. Tidak kami mendalih mendarita lagi. Dan jikalau mengucap
kalimat yang dua patah dan memakaikan syariat Islam sekalipun, telah
kami sukakan jua semuhanya."
Sekarang itu pun
Tuanku telah memaafkan serta ia meminta´kan doa kepada Allah dan kepada
Rasullah, itulah halnya. Ketika itu jua Tuanku pun diangkat orang
persilaan lalu berdiri hendak berjalan, serta mereka itu semuhanya lagi
bersuka2 serta bersanang fihak perjalanannya.
Maka
setelah sampai Tuanku serta mereka itu masuk ke dalam nagari Air Terbit
dan tidak melihat mereka itu apa2 pekerjaan hiru hara kejahatan,
suka2lah hati mereka itu semuhanya dan kata berkata sama sendiri mereka
itu, yaitu, "Sebaik2nyalah kita membayar pula dan nazar meminta´ doa
selamat kepada Tuhan subhanahu wata`ala, serta kita menerimakan apa2
Tuanku punya hukum adanya."
Maka sebab itu
mufakatlah segala penghulu2 dalam nagari itu sekira2 sepuluh hari
lamanya, ialah hendak memotong kerbau serta* ia mehasilkan alat jambar
hidangan, dan mehasilkan hadiah dan nafakah akan halas* tobat, dan
mehiasi tempat dan mesjid, labuh dan tepian, dan tempat permedanan pula
adanya.
Maka setelah sudah mufakat mereka itu dan
lah* hasil pekerjaan mereka itu, maka mereka itu memotong kerbau
sembilan ekor banyaknya, serta mereka itu mehimpunkan orang Ranah Lima
Puluh barang sekira2 patubnya.* Pada hari itu jua mereka itu minum dan
makan serta mereka itu mehantarkan hadiah dan nafkah akan halas tobat,
ialah Tuanku me´ajarkan kalimat yang dua patah. Sekalian mereka itu pun
mengucap semuhanya, yaitu kalimat asyhadu an la ilaha illa 'Llah wa
asyhadu anna Muhammadan Rasulu'Llah jua adanya.
Maka
setelah sempurna minum makan mereka itu, dan mengucap kalimat yang dua
patah serta mentasdikkan dia, lagi suka pula mereka itu menyempurnakan
sekalian rukun Islam yang lima itu semuhanya, ketika itu jua
mesyuaratlah seorang yang cerdik cendakia* yang lebih canai bilang
pandai, ialah Tuan Khatib Betuah, orang Limbukan yang dimasyhurkan orang
pada masa itu Engku Besar adanya, ya`ni kesudah2an mesyhuwarat* yang
dipersembahkannya itu. "Adapun penghulu nan belima orang serta orang nan
lima suku dalam nagari Air Terbit ini dan serta orang nan lima buah
nagari yang ada dalam pelintah* penghulu nan belima itu, sekarang kini
ialah kami* ‘hitam nan tidak bekuran lai, putih nan tidak behata´* lai’,
putih, putih, putih, seputih2nya." Itulah asalnya dapat nama hitam dan
putih; tetapi tidak dihadapkan kepada siapa2 yang hitam dan siapa2 yang
putih, hanya semata2 me`ibaratkan daripada fihak sangat bersungguh2
menurut hukum Tuanku saja hanya.
Kemudian daripada
sempurna pekerjaan seperti demikian itu, pulanglah Tuanku nan Tuho ke
nagari Empat Angkat. Daripada hal keadaannya duduk bersanang2 tetapi
pada masa yang sedikit hal adanya.
Fihak
kepada saya, Fakih Saghir, daripada sangat rindu hati kepada bertambah2
agama serta sangat suka sebab bertambah2 kaum, itu pun terbitlah dalam
pikir hati saya, hendak menagahkan orang menyabung dan minum tuak juga,
dan sekalian pekerjaan* yang tidak dihalalkan Allah dan Rasullah. Itu
pun banyaklah kelahi dan bantah daripada satu hari kepada suatu hari,
daripada satu bulan kepada suatu bulan, hingga panjanglah zaman dan
beredar2lah pekerjaan itu daripada suatu tempat* kepada suatu tempat,*
daripada suatu nagari kepada suatu nagari yang telah ada keliling
nagari* Empat Angkat jua adanya.
Kemudian lagi
pula maka diramaikan orang pula sabung di Balai Biharo namanya dalam
nagari Hampang Gadang jua adanya. Bukan ia semata2 mendirikan sabung,
melainkan ia mengintai kelahi dan bantah jua nan terlebih dimaksudnya.
Setelah
itu maka berhimpunlah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya yang
ada dalam nagari Empat Angkat jua. Maka ditegahkanlah sabung itu dan
sangatlah bantahan mereka itu dan mananglah* mereka itu berkelahi, sebab
beribu kali ganda banyaknya sekarang itu jua. Maka diruntuhnyalah
mesjid dalam nagari Batu Tebal serta mendrasah saya, Fakih Saghir, dan
dirampasnya sekalian isinya daripada segala kitab dan yang lain2nya
daripada beberapa arta.
Dan banyaklah hujat dan
gunjing mereka itu. Dan kata sekalian munafik mereka itu, ya`ni, "Fakih
Saghir jua nan terlebih me´arai2 musuh. Inilah kesudahan pekerjaannya."
Itulah kebanyakkan kata mereka itu. Barangkali ada mulut saya tekabur
sedikit atau hati saya tetap.* Kepada Allah jua kembali pekerjaan.*
Dan
kata setengah mereka itu, "Kembalilah kita daripada agama ini". Dan
setengahnya pula, "Adapun sekalian kita ini terlalu banyak luka dan
patah. Inilah banyaknya lawan kita berkelahi tidak jenis akan telawan
oleh kita. Mesjid kita pun lah* runtuh, kawan kita pun lah* banyak
munafik, apalah akan daya kita. Terlebih baiklah kita diam2 saja."
Maka
berkata pula seorang yang pahlawan* pada dunia ini, "Sangatlah kita
hina, sepuluh kali gandalah hina kita pada kampung akhirat. Maka lebih
baiklah kita mehasilkan sekalian alat senjata perang. Maka terlebih
sangatlah masyghul Tuanku di Kubu Sanang melihat hiru hara pekerjaan
seperti demikian dan lebih pula sangatlah malu daripada segala
mahanusia, lagi pula malu akan segala makhluk menjadi kulit iman, beribu
kali gandalah malu kepada Allah ta`ala dan sangatlah sangka waham
daripada tidak dapat apa2 kesudah2an pekerjaan* ini."
Maka
kata saya, Fakih Saghir, "Wah, Tuanku, adakah tidak Tuan ketahui di
dalam Qur´an ya`ni tidak syentosya* akan daya Allah melainkan seman yang
tidak iman akan Allah hanya dan bagaimanalah Tuan sangat masyghul
daripada hiru hara dunia ini? Maka sabarlah Tuan daripada apa2 hukum
Allah dan daripada hiru hara sekalian mahanusia ini bahwa sungguhnya
setengah daripada tanda mu`min yang pilihan menahan cobaan jua hal
adanya.
Fihak kepada agama kita akan runtuh
janganlah Tuan rusuhkan; dan jikalau sebalum* datar sekalian bukit ini
insya Allah ta`ala balum dihabiskan Allah agama ini. Biarlah saya
bicarakan jua ke kiri dan ke kanan, barang mana daya saya dayakan jua
mesjid nan runtuh. Janganlah Tuan hibakan nagari akan binasa. Inilah
tandanya insya´ Allah ta`ala dangan parang jua kita sudahi nan
patubnya."* Setelah itu pun* saya bicarakan jua kepada barang siapa2
orang nan mau memakai agama Allah dan agama Rasullah.
Maka
telah* lama antaranya itu pun Tuanku nan Tuho memotong kerbau dan jawi
sekira2 dua belas ekor banyaknya. Telah ia memanggil Tuanku2 dan
penghulu2 yang kepala2 yang ada keliling nagari itu daripada ia
membicarakan pekerjaan* agama jua adanya.
Maka
lama sedikit antaranya adalah orang mendirikan gelanggang dalam nagari
Bukit Betabuh namanya. Pada masa itu Tuanku nan Tuho mehimpunkan segala
Tuanku2 dan penghulu2, ialah hendak menagahkan* gelanggang itu, tetapi
dangan bicara saja hanya. Maka ketika berhimpun2 Tuanku2 dan penghulu2
hendak mufakat, datanglah segala hulubalang serta orang banyak serta ia
membawa alat senjata, batu dan galah, dan setinggar. Itu pun Tuanku2
lari semuhanya, tidak mumkin ditolakkan melainkan dangan memasang badir*
dan jenapang.
Maka saya, Fakih Saghir, berbicara
sekira2 enam orang, "Jikalau tidak kita jadikan parang sekarang ini jua,
tidaklah habis malu kita yang terdahulu lalu* kepada anak cucu kita,
dan sampailah habis larangan dan pegangan. Baiklah kita pasang jua
sekarang, barangkali ia luka dan mati akan balas* mesjid kita nan
runtuh." Ketika itu saya, Fakih Saghir, memasang setinggar adanya;
digarakkan Allah sampailah luka orang Bukit Betabuh lalu kepada mati,
dan dipotong orang* pula seorang* yang lainnya, dan sempurnalah jadi
parang sehari itu adanya.
Sebab itu banyaklah
hujat* dan fitnah, dengki dan khianat, dan banyaklah khasam dan adawat;
ada kalanya sama serumah dan ada kalanya antara dua orang besyaudara,*
dan ada kalanya antara anak dan bapa´nya, dan banyaklah asung dan
fitnah, gunjing dan tempalak, ya`ni kata setengah mereka itu, "Pada hari
ini sananglah hati Fakih Saghir; mesjid nan binasa, mendrasahnya nan
runtuh,* inilah balasnya."*
Dan kata setengah yang
lain pula, "Fakih Saghir ini kita bunuh jua nan patubnya;* bukan ia
semata2 mendirikan agama, melainkan ia malu daripada mesjid nan runtuh
dan mendrasahnya nan binasa, lagi ia melaku2kan* cerdik pandainya dan
melakukan keatasannya serta ia mehina2kan kita dan mehabiskan adat
pusaka kita. Nagari kita binasa. Inilah rupanya. Tidak kita melihat*
daripada Tuanku2 nan dahulu2, melainkan daripada kanak2 yang kecil ini
baharu adanya."
Maka daripada sangat karas parang
itu, datanglah Tuanku2 pada tiap2 nagari berkaum2. Ia* menjalang Tuanku
nan Tuho serta ia membawa alat senjata parang karena banyak musuh
sepanjang jalan dan banyaklah orang berhimpun2 dalam nagari Kota Tuho,
sebab Tuanku nan Tuho jua nan diimamkan orang. Maka sekira2 empat bulan
lama masanya berhentilah parang itu. Gelanggang pun rabah.* Itulah
halnya.
Kemudian
lagi pula didirikan oranglah* gelanggang di nagari Parabe´ di belakang
nagari Padang Luar, dalam nagari Ladang Lawas Banuhampu jua adanya. Maka
ditegahkan orang pula gelanggang itu. Tuanku di Padang Luar punya
pelintah. Ia meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku
berdiri serta orang banyaknya. Pada hari itu jua parang pun jadi dan
banyaklah mati dan luka sebelah menyebelah, tetapi segera habis parang
itu sekira2 sepuluh hari lamanya sebab cerdik Tuanku di Ladang* Lawas
memeliharakan nagarinya jangan binasa adanya.
Maka
lama pula antaranya adalah seorang Tuanku Terabi orang Kota Baharu
pergi berniaga ke nagari Kamang Bukit adanya. Telah ia dirampas orang
mata* benda perniagaannya. Maka daripada karena cerdik pandainya,
jadilah ia mengadukan pekerjaannya* itu kepada Tuanku nan Renceh* dan
Tuanku2 tiap2 sidang dalam nagari Bukit itu semuhanya, ya`ni katanya,
"Wah, Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku2 nan tiap2 sidang
dalam nagari ini semuhanya. Fihak diri saya ini ialah saya telah
dirampas orang mata benda perniagaan* dalam nagari ini. Sebabnya ada
saya memakaikan sembahyang ayyam saya, larangan `alim namanya. Dan
jikalau lai teguh jua Tuanku2 menguatkan larangan pegangan itu,
seboleh2nya sekarang ialah saya hendak meminta´ tolong kepada Tuanku2
mengerjakan pekerjaan saya itu. Sungguhpun saya kehilangan mata benda
tijaroh,* larangan `alim kan binasa nan terlebih saya rusuhkan. Tetapi
jikalau lai digarakkan Allah kembali arta saya itu, apa2 Tuanku punya
hukum, telah saya sukakan menurut pelintah Tuanku, dan suka pula saya
menyuruhkan orang nagari saya memakai agama Allah dan agama Rasullah
seperti Tuanku punya kerja ini adanya."
Daripada
mendangar kata seperti demikian itu pun, Tuanku2 suka mengerjakan
sekarang itu jua menyuruh orang banyak meminta´ kembali arta. "Jikalau
ia anggak* mengembalikan, lebih* baiklah kita lawan parang supaya nak
lahir teguh agama Allah dan agama Rasullah." Maka berdirilah Tuanku2
serta orang banyak menyarang kampung orang aniaya itu. Maka daripada
sangat karas kelahi dan bantah serta banyak luka dan patah, sampailah
berparang2, lalu kepada mati dan memunuh. Maka dimasyhurkannyalah parang
itu parang agama namanya.
Maka sebab sangat karas
parang itu serta lama zaman sangatlah banyak lawan berkeliling; dan
sangatlah picik hati Tuanku nan Renceh dan segala kaumnya, serta picik
tempat, tidak boleh keluar dan tidak beroleh tolong, hanya dapat tolong
daripada Tuanku nan Tuho saja serta saya, Fakih Saghir, sedikit2, tetapi
dangan semata2 bicara saja dan belanja alat parang saja. Dan tidak pula
boleh lahir mehantarkan barang apa2 belanja nan kurang, melainkan
dangan lalu malam atau diupahkan.
Jikalau tiada
Allah ta`ala menguatkan dan tidak takut mereka itu kepada Tuanku nan
Tuho, sebab ada jua Tuanku nan Tuho tiang pekerjaan, niscaya* mehabiskan
mereka itu akan kaum Tuanku nan Renceh semuhanya dangan sekira2
memandang lahir kelakuan parang. Tetapi kepada Allah ta`ala kembali
pekerjaan semuhanya.
Maka
sekira2 empat tahun lamanya parang itu berdirilah Tuanku nan Tuho
berjalan2 pada tiap2 nagari keliling tempat Tuanku nan Renceh, ialah
mufakat hendak mehentikan parang itu. Mereka itu pun suka berhenti dan
suka mereka itu menurut hukum Tuanku nan Tuho saja dan tidak mau mereka
itu menurut hukum Tuanku nan Renceh karena malu mereka itu, sebab sangat
tekabur mereka itu. Maka ketika itu selasailah parang itu adanya.
Maka
dalam masa itu jua adalah saya Fakih Saghir maulud akan nabi sallahu
`alaihi wasallam,* ialah saya memanggil sekalian Tuanku2 pada tiap2
nagari supaya berjinak2kan mereka itu dan nak lahir bersusun2 agama,
serta saya memanggil orang nan tiga buah nagari ya`ni orang Salo dan
orang Mage´ dan orang Kota Baharu supaya nak hampir bertolong2an mereka
itu dangan Tuanku nan Renceh adanya. Lagi pula pikir hati saya,
barangkali mau mereka itu bersungguh2 mendirikan agama, sebab ada mereka
itu harab* akan beroleh darjat yang a`la pada dunia dan akhirat, karena
mereka itu adalah hina sedikit pada adatnya. Lagi ada mereka itu
dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang namanya.
Setelah
itu, saya bicara pekerjaan agama dangan* mereka itu2* pun suka jua
semuhanya. Maka setelah sudah mufakat itu, beredar2lah Tuanku berbuat
janji di mana2 tempat yang patub berhimpun2 mufakat, karena mengintai
agama nak kakal* jua adanya.
Maka kemudian dari
itu berjalanlah Tuanku nan Tuho ke nagari Mage´, serta ia memanggil
Tuanku nan Renceh supaya beperdamaikan ia daripada pekerjaan yang
terdahulu. Maka sempurnalah damai kedua fihak, serta sempurna mufakat
pekerjaan agama. Kemudian pula diperbuat pula janji dalam nagari Kota
Baharu seperti demikian pula, ya`ni nagari Tuanku Terabi nan dirampas
orang masa dahulu adanya. Maka sampailah bertamu* dangan nagari Empat
Angkat dan sentosyalah* jalan Tuanku nan Renceh masuk nagari Kota Tuho
barang apa2 maksudnya.
Kemudian
dari itu mufakatlah segala kepala2 hulubalang tiap2 nagari, maka
dimalingnya* kemenakan Tuanku nan Renceh belima orang. Itulah sebab
pekerjaan nan jadi* sebesar2 fitnah selama2nya. Maka dibawanya ke nagari
Bukit Betabuh. Itu pun lai bertamu dangan saya, Fakih Saghir, saya
hendak meminta´ kembali, hulubalang itu pun melarikan jua. Jadilah
berkajar2 dangan saya. Itu pun tidak jua dapat sebab inya* bersama2,
hanya saya dua orang saja.
Sekarang itu saya
menyuruh memanggil Tuanku2 serta orang banyaknya. Tuanku2 pun rapat
semuhanya. Maka jadilah diperda`wakan jua, tidak jua dapat keluar*
sekali janji, dua kali janji, barangkali sepuluh kali janji. Maka pada
sekali janji yang akhir datanglah Tuanku nan Renceh serta kaumnya. Maka
dilihatnya tidak jua dapat keluar, jadilah ditangkabnya* orang Bukit
Betabuh itu dua orang, lalu dibawanya ke nagarinya. Maka ditaruhnya
orang itu sekira2 sebulan kamariat atau lebih.
Dalam
masa itu tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan gaduh2 jua dan
diperda`wakan jua hanya. Sebab itu banyaklah orang Bukit Betabuh
meminta´ ampun jua kepada Tuanku nan Tuho dan suka ia barang apa2 Tuanku
punya hukum; tidak ia mendalih mendarita lagi serta ia mau menjujung
titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun Tuanku nan Tuho mau menerimakan.
Maka sebab itu jua, jadilah saya, Fakih Saghir, meminta´ kembali orang
nan bedua itu. Tuanku nan Renceh pun mau mengembalikan. Maka sampailah
kembali orang itu ke nagari Bukit Betabuh.
Lama
sedikit antaranya dapatlah kembali kemenakan Tuanku nan Renceh bedua
orang. Tuanku nan Renceh terlalu suka mendapat kemenakannya nan bedua
orang itu. Dan tinggal pulalah tiga orang lagi, itulah halnya.
Kemudian
lagi berdirilah Tuanku nan Tuho dan Tuanku2 yang lain2nya dalam Luhak
Agam serta kaum mereka itu sekira2 selapan ratus banyaknya, ialah kerja
menjalang parang Tuanku Haji Miskin, karena bersalahan pekerjaan agama
jua keadaannya. Maka tempo Tuanku nan Tuho dalam nagari Lima Puluh, maka
berhimpunlah Tuanku2 dalam Luhak itu, ialah mufakat bepersuatukan hukum
agama* jua. Sebab itu terlebih sangatlah masyhur agama dalam Luhak itu.
Maka
pulanglah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya, dan tinggallah
Tuanku Haji Miskin dalam ia kerja parang jua serta orang Lima Puluh;
lalu kepada mati Tuanku Haji Miskin, sebab perang itu tidak jua bakar
membakar dan tidak pula me´alahkan nagari serta lama zaman.
Maka
telah lama pula antaranya kemudian, maka daripada karena sangat adawat
dan sangat mengadu2 sebelah-menyebelah, terbit pulalah parang daripada
Tuanku nan* Renceh sama dalam nagarinya; tidak berhenti siang dan malam,
pagi dan patang, dan jikalau sepenggal* hari sekalipun.
Maka
daripada sekira2 setahun lamanya digarakkan Allah, datanglah Tuanku
Haji di Sumani´ kepada tempat Tuanku nan Renceh. Telah ia me´ajarkan
parang dengan api, itu pun sampai terbakar nagari yang hampir kampung
Tuanku nan Renceh, iaitu nagari Durian namanya. Maka lebarlah perjalanan
Tuanku nan Renceh ke kiri dan ke kanan. Sekarang itu jua Tuanku di
Sumani´ sampai keluar, tempo ia di nagari Kota Tuho sekira2 empat hari
lamanya. Di belakang ia pulang ke nagarinya.
Fihak
kepada Tuanku nan Renceh, telah ia bersungguh2 mufakat dangan orang
Kamang dan orang Mage´ dan orang Salo dan orang Kota Baharu. Saya Fakih
Saghir ada jua sama melihat pekerjaan itu. Pada masa itu jua dihadapkan
parang ke nagari Tilatang. Maka daripada karena sangat karas parang itu
terbakarlah tarup nagari Tilatang hampir nagari Kota Baharu. Sebab itu
sangatlah takut orang Agam semuhanya, dan banyaklah tobat mereka itu dan
bertolong2anlah parang itu.
Maka sampailah habis
nagari Tilatang dan banyaklah berpindah dalam nagari; dan sukar
mehinggakan ribu laksa rampasan, dan orang terbunuh dan tertawan lalu
kepada terjual, dan dijadikannya gundi´nya, tetapi belum lahir
gundi´nya. Tidak yang lain2 punya kerja itu melainkan orang nan lima
buah nagari yang ada dalam pelintah Tuanku nan Renceh jua, iaitu nagari
Kamang Bukit, lebih sekali orang Salo, Mage´, Kota Baharu nan memunuh
dan berjual. Akan balasnya dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga
kandang namanya. Itulah halnya.
Fihak kepada orang
nan berpindah ke nagari Empat Angkat sukar pula mehinggakan ribu dan
laksa, akan tetapi tidak boleh mati terbunuh teraniayai. Dan jikalau
orang yang hina dan tuha yang daif dan kanak2 yang kecil sekalipun dan
sekalian mata bendanya, dan jikalau sebarat* zarah sekalipun, tidak jua
boleh hilang, karena sangat karas hukum Tuanku nan Tuho jua adanya,
yaitu, tidak harus merampas dan menawan dan me´alahkan nagarinya,
jikalau ada* dalamnya dua puluh atau dua belas mu`min, atau berempat
mu`min, atau seorang mu`min sekalipun. Itulah setengah hukum yang tatap*
dalam kitab Tuanku nan Tuho jua adanya. Sebab itu jadilah kecil hati
Tuanku nan Renceh, tetapi tidak lahir, karena seolah2nya hukum itu
membinasakan pekerjaan Tuanku nan Renceh jua adanya.
Maka
lama pula antaranya datanglah Tuanku nan Renceh serta orang* nan lima
buah nagari yang ada dalam pelintahnya, yaitu Kamang Bukit, Salo, Mage´,
Kota Baharu. Telah ia meminta´ mehadapkan parang ke nagari Kurai karena
orang Kurai* itu sangat jahilnya dan mungkarnya. Sebab itu jadilah
Tuanku nan Tuho memelintahkan parang itu, supaya jangan orang Kurai
dihabiskan* Tuanku nan Renceh seperti orang Tilatang pula.
Maka
sebab itu tahulah Tuanku nan Renceh akan batin pekerjaan itu, jadilah
ia kembali pulang serta mufakat ia mehadapkan parang ketika itu jua ke
nagari orang Lima Kota.* Maka segiralah* terbakar tarup nagari Sungai
Jernih dan terbakar pulalah nagari Kurai* pagi2 itu sepeninggal* Tuanku
nan Renceh. Maka sampailah habis nagari Kurai terbakar* semuhanya tetapi
tidak seorang jua nan tertawan dan terbunuh. Kemudian keluar mereka itu
dalam kampungnya.
Maka segiralah Tuanku nan Tuho
meminta´ kembali orang Kurai ke nagarinya. Mereka itu pun suka kembali,
serta mereka itu memotong kerbau, memanggil Tuanku nan Tuho supaya
bersanang2 mereka itu tinggal dalam nagarinya. Maka Tuanku nan Tuho
me´ajarkan kalimat tobat. Mereka itu pun mengucap dia serta suka mereka
itu menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun telah sempurnalah
pekerjaan itu.
Fihak
kepada parang Tuanku nan Renceh, sampailah empat bulan lamanya tidak
jua sampai te`alahkan karena orang Padang Tarab itu sangat gagahnya. Itu
pun Tuanku nan Renceh meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Maka
daripada karena memelihara lahir pekerjaan agama jangan binasa, jadilah
Tuanku nan Tuho menurunkan orang Agam semuhanya. Maka sampailah habis
nagari itu dan habislah parang itu. Tetapi Tuanku nan* Tuho tidak
meminta´ apa2 sesuatu jua dan tidak pula meminta´ ketudukkannya,* hanya
kendiri Tuanku nan Renceh saja.
Maka Tuanku nan
Renceh mendirikan imam dan kadi, yaitu Tuanku nan Bungku´ orang Sungai
Jernih karena maksudnya hendak melakukan* dayanya mehabiskan orang Lima
Kota jua halnya. Tidak boleh lakas diperdamaikan supaya nak boleh
memunuh dan menawan. Maka sampailah pekerjaan itu dan sukar mehinggakan
ribu dan laksa orang nan terbunuh dan tertawan. Maka bagi setengahnya
dijualnya dan bagi setengahnya dipergundi´nya. Maka dinamainya perang
itu perang sabili'llah namanya, supaya nak lahir sah hukumnya.
Maka
sebab itulah sangatlah marah Tuanku nan Tuho kepada Tuanku nan Renceh
dan kepada sekalian Tuanku2. Dan bersungguh2lah Tuanku nan Tuho
melarangkan orang terjual dan menagahkan me´alahkan nagari dan membakar
dia.
Kemudian maka daripada karena sangat marah
Tuanku nan Tuho kepada sekalian Tuanku2 terbitlah daripada sekalian
Tuanku2 itu kepada saya, Fakih Saghir, yaitu katanya, "Hai, Fakih
Saghir, maukah engkau memotong seekor kerbau? Himpunkan kami sekalian
Tuanku2 supaya mufakat kita semuhanya di hadapan Tuanku nan Tuho.
Jikalau apa2 pekerjaan kami nan salah, sukalah kami tobat. Maka apabila
sampai pekerjaan itu, biarlah kami membayar bali akan beberapa harga
kerbau itu, yaitu seseorangnya kami Tuanku di Kubu Sanang, dua Tuan di
Ladang* Lawas, tiga Tuanku di Padang Luar, empat Tuanku di Galung, lima
Tuanku di Kota Hambalau, enam Tuanku di Lubu´ Haur, tujuh Tuanku di
Bansa, selapan Tuanku nan Renceh." Itulah asalnya sebab bernama Tuanku
nan Selapan adanya.
Maka sebab itu jadilah saya,
Fakih Saghir, menyampaikan bicara itu kepada Tuanku nan Tuho. Maka telah
mendangar Tuanku nan [Tuho]* akan bicara itu, jadilah Tuanku nan Tuho
diam2 saja sekira2 selapan hari lamanya.
Kemudian
maka kata Tuanku nan Tuho kepada saya, "Hai, musaharah, baiklah kita
terima jua bicara yang telah engkau khabarkan masa dahulu, dan potonglah
diengkau seekor kerbau, dan panggil diengkau sekalian Tuanku2 dalam
Luhak ini pada hari Sabtu, dami esok hari ini." Itu pun saya, Fakih
Saghir, bersegira memotong kerbau. Tuanku Bejanggut Pirang segira
memanggil Tuanku2.
Maka sampailah berhimpun
Tuanku2 pada hari Sabtu itu jua. Setelah itu mufakatlah Tuanku2 hendak
menyampaikan bicara kepada Tuanku nan Tuho. Maka kata Tuanku2 di hadapan
Tuanku nan Tuho ya`ni, "Ampunlah kami di bawah tapak kaki hadirat
Tuanku. Seboleh2 yang lagi akan datang ini, sebaik2nyalah tinggal Tuanku
di dalam mesjid kendiri. Tuanku me´ajarkan ilmu seperti dahulu jua.
Biarlah kami berjalan2 ke kiri dan ke kanan, menyampaikan suruh Allah
dan suruh Rasullah. Boleh-boleh kami perangi di mana nagari yang
menyalahi agamanya dalam pulau ini. Dan kami hantarkan pula ke hadapan
Tuanku akan hadiah dan sedekah serta ketudukkan siapa2 orang nan mau
mengikut agama ini."
Maka jawab Tuanku nan Tuho,
"Mengapa bicara kamu seperti demikian? Adakah tiada pada tiap2 suatu
nagari dalam Luhak nan Tigo ini atau lainnya dua puluh orang mu`min,
atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min?" Maka
jawab mereka itu, "Tidak sunyi pada tiap2 nagari dalam luhak ini, dan
jikalau seorang mu`min sekalipun melainkan ada jua hanya."
Maka
kata Tuanku nan Tuho, "Adakah harus me´alahkan nagari dan membakar dia
dan padanya seorang mu`min?" Maka jawab mereka itu, "Tidak harus." Maka
[kata Tuanku nan Tuho],* "Bagaimanalah bicara kamu seperti demikian
juga?!" Maka mereka itu diam semata2 daripada menjawab, tetapi hingga
seketika. Maka terbitlah jawab daripada setengah mereka itu, "Jikalau
ada pekerjaan seperti demikian, sekarang sukalah kami berhenti, dan
tobatlah kami daripada berbuat bicara yang demikian itu."
Maka
kata Tuanku nan Tuho, "Tidak percaya aku akan bicara kamu, jikalau
tidak mendatangkan kamu akan sumpah." Maka sebab itu sekarang
me`ikrarkan tiap2 daripada* mereka itu akan sumpah, ya`ni mengata tiap2
seseorang daripada mereka itu, "Dami Allah, dami Rasullah, dami bumi dan
langit, syurga dan naraka, sesungguhnya sebenarnya tidak lagi kami akan
me´alahkan tiap2 nagari* dalam luhak ini dan membakar dia, hanya
semata2 menyuruh saja hal adanya di belakang."
Kemudian
kembali mereka itu kepada nagari seorang2 dan rumah seorang2. Kata
berkata sama sendiri mereka itu, "Tiada ada hal ini, melainkan bicara
Fakih Saghir jua hanya sekarang sebab itu jua pekerjaannya. Janganlah
kita bayar harga kerbaunya, dan jikalau suatu kepeng sekalipun."
Maka
telah lama pula antaranya sebab tidak sampai maksudnya dan sebab malu
daripada sumpah itu jadilah mufakat pula sekalian Tuanku2, ya`ni mufakat
mereka itu, "Baiklah kita mencari imam yang lain akan ganti Tuanku nan
Tuho, syupaya boleh* kita melakukan* apa2 kehendak kita. Dan
sepatubnyalah* Tuanku di Mansiang kita jadikan Imam Besar, karena ia
asal orang keramat juga. Lagi pula tidak boleh Tuanku nan Tuho akan
membinasakan kerjaannya sebab Tuanku di Mansiang anak guru oleh Tuanku
nan Tuho."
Kemudian menyempurnakanlah mereka itu
akan mufakat mereka itu dan menamailah mereka itu akan Tuanku di
Mansiang Tuanku nan Tuho pula namanya, karena menyindir Tuanku nan Tuho
punya nama. Kemudian menamai pula mereka itu akan tiap2 Tuanku nan
Selapan itu dan Tuanku2 yang lain2 seperti demikian pula. Dan
memasyhurkan mereka itu akan Tuanku nan Tuho, Rahib Tuho namanya; dan
akan saya, Fakih Saghir, Raja Kafir dan Raja Yazidi pula dinamakannya.
Tetapi
sebab tekabur mereka itu dan mehinakan mereka itu akan guru mereka itu
dan menamai mereka itu akan Tuanku nan Tuho seperti demikian, barangkali
mereka itu kafir dalam kitab Allah dan isi naraka jahanam pada akhirat,
jika* tidak tobat mereka itu wa ilallahi terja'ul umur.
Maka
kemudian sampai* mendirikan mereka itu akan imam, memperangilah* mereka
itu akan nagari Gunung Paninjauan. Maka sampailah terbakar nagari itu
hingga sampai Tuanku nan Tuho diam dalam nagari itu membakar jua mereka
itu. Dan beberapa2lah rampasan dan orang mati terbunuh. Dan menamai
mereka itu akan perang itu Perang Agama namanya, dan meminta´ mereka itu
akan ketundukkannya, supaya nak sah hukum mereka itu, Perang
Sabili'llah namanya. Tetapi tidak sabit dalam kitab Allah Perang Sabil
namanya, karena nagari itu tempat tuanku yang dimasyhurkan Tuanku di
Paninjauan namanya. Ialah yang mewarisi* Tuanku di Ulakan yang mempunyai
keramat, yang beroleh limpah daripada Tuan Syekh Abdul Rauf jua adanya.
Dan berapa2 ulama dalamnya dan fakih2 dan beberapa pandito, dan sangat
penyayang sekalian ahlinya kepada segala fakir dan miskin dan kepada
sekalian karim. Itulah sebabnya tidak harus me´alahkan nagari itu dalam
kitab Tuanku nan Tuho. Itulah halnya.
Kemudian
maka berkekalanlah perang2 itu antara beberapa nagari. Maka di mana2
nagari diam, Tuanku nan Tuho menyuruhkan orang sembahyang memperangi jua
mereka itu dan me´alahkan jua mereka itu. Maka sangatlah karas
pekerjaan Tuanku nan Selapan, dan sampai pulalah siar bakar antara
sekalian nagari dalam Luhak Agam ini; lalu ke Luhak Tanah Datar dan
Luhak Ranah Lima Puluh. Dan rabut rampas dan mehabiskan arta orang kaya2
dan mehinokan* orang yang mulia2 dan memunuh orang ulama2 dan sekalian
orang yang cerdik cendakia, dan merampas orang bersuami, dan menikahkan
orang yang tidak sekupu,* dan bepergundi´ sekalian orang tertawan, serta
memasyhurkan* mereka itu akan sekalian pekerjaan itu, yaitu inilah
kesempurnaan agama jua hal adanya.
Kemudian
lama pula antaranya mufakat pulalah Tuanku2 Selapan juga menyusun tiap2
nagari lain nagari Empat Angkat, dan menamai mereka itu* akan nagari
mereka itu* Laras nan Panjang namanya, karena menyindir mereka itu akan
nagari Pariangan Padang Panjang hingga Turawan Galo Gandang ke atas,
Laras nan Panjang namanya.
Adapun nagari Pariangan
Padang Panjang dan orang Batipuh dan orang Empat Angkat, Laras Kota
Piliang namanya. Itulah yang mempunyai derajat yang a`la yang ada
sebelah Luhak Agam ini. Lain orang Lima Kota, Padang Tarab, adapun orang
Lima Kota ini sungguh pun tidak ia Laras Kota Piliang adalah ia
mempunyai derajat* yang a`la juga, karena ia nagari yang lebih tuha
sekali2 dalam Luhak Agam ini juga.
Tetapi Laras
Kota Piliang ada juga sedikit dalam kaum Tuanku nan Selapan dan takut
melahirkan menyalahi hukumnya. Dan adalah tiap2 nagari* yang bernama
Kota Piliang dalam Luhak nan Tigo ini tinggi derajatnya, dan tiap2
nagari yang bernama Laras Caniago adalah hina sedikit.
Maka
telah sempurna mufakat mereka itu mehadapkan mereka itu akan parang ke
nagari Empat Angkat. Sekira2 enam tahun lama masanya dan menamai mereka
itu akan orang Empat Angkat hitam jua baharu adanya. Tetapi orang Empat
Angkat bukan karena tidak memakai agama pada masa itu, hanya semata2
khianat saja. Dan menamai mereka itu akan diri mereka itu putih semata2.
Tidak memelihara mereka itu akan batin pekerjaan, hanya* kebanyakkan
laku mereka itu putih sekira2 lahir saja.
Maka
dalam masa itu jua digarakkan Allah datanglah Tuanku di Bodi, yaitu
Tuanku nan Tuho dalam nagari Sungai Tarab adanya. Telah ia mempunyai
bicara memohonkan ampun kepada hariba Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota
Tuho adanya, ya`ni katanya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak
kaki duli hadirat Tuanku saya punya bapa´. Sekali salah beribu kali
tobat daripada fihak diri Tuanku punya anak. Tuanku jua mempunyai ampun.
Adapun diri saya ini ialah mengamalkan titah Allah dan titah Rasullah
dan titah Tuanku jua seperti hukum yang sabit dalam kitab Allah* yang
telah Tuanku ajarkan kepada saya daripada masa dahulu sampai sekarang,*
yaitu katanya Allah ta`ala ati` ullah wa-ati` ul-rasul wa-aula al-amir
m.n.k.m. Lagi pula saya mehukum antara segala mahanusia* dangan adil,
dan berbuat baik kepada mereka itu, dan beperhubungkan kekasih* antara
dua orang besyaudara,* dan beperdamaikan antara dua orang berkesumat2,
dan menunjukki* hati mereka itu. Itulah halnya.
Pekerjaan
saya ini fihak kepada anak2 Tuanku nan Selapan, ialah saya hendak
membawa ke hadapan Tuanku supaya meminta´ ma`af mereka itu daripada
sekalian pekerjaannya yang tersalah, serta beperdamaikan saya akan
parang2 ini supaya nak tinggi agama Allah dan agama Rasullah, dan nak
bersanang2 mereka itu sekalian mahanusia." Maka jawab Tuanku nan Tuho,
"Jikalau demikian rupanya pekerjaan, sepuluh baiknya pada hamba apabila
lai bersungguh2 mereka itu mengikut kata Allah dan kata Rasullah dan
kembali mereka itu daripada segala fi`il mereka itu yang telah lalu
ini."
Kemudian maka telah sempurna bicara itu,
berhimpunlah Tuanku2 nan Selapan masuk nagari Kota Tuho menjalang kepada
hariba Tuanku nan Tuho jua serta mereka itu membawa kerbau sekira2 enam
puluh banyaknya atau lebih. Maka seketika berhadap mereka itu,
berheluanlah mereka itu dangan mendatangkan salam serta tertib dan
majlis adab orang memuliakan gurunya, lagi ia memohonkan ampun, meminta´
ma`af kepada Tuanku, ya`ni kata mereka itu, "Wah, Tuanku, ampunlah kami
di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Adapun sekalian pekerjaan kami
yang telah lalu ini, yaitu merabut dan merampas, memunuh dan manikam,
dan sebagainyalah. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku ma`afkan
sekalian pekerjaan kami itu, dan jangan Tuanku menyabut2 jua. Tidak lagi
kami kembali berbuat pekerjaan itu hingga ini ke atas, dan jikalau
sekejap mata sekalipun. Itulah halnya."
Maka sebab
itu jadilah memaafkan akan sekalian pekerjaan mereka itu yang memberi
mudarat kepada diri Tuanku, dan tidak memaafkan Tuanku akan diri orang
lain2 mereka itu yang terbunuh dan teraniaya dan nagari mereka itu yang
dirampas orang dan sebagainyalah karena mengetahui Tuanku. Adakah maaf
hati mereka itu atau tidakkah? Hanya Tuanku memberi petuah semata2
mengembalikan kepada hukum Allah dan hukum Rasullah saja. Maka
bersuka2lah Tuanku memberi petuah mereka itu dangan sekalian hukum yang
sabit dalam kitab Allah dan suka2 pulalah mereka itu mengikut hukum
Tuanku yang ada seperti demikian itulah halnya. Tetapi hingga seketika
barangkali di belakang lebih kepada jahatnya dan kepada Allah jualah
kembali pekerjaan lahir dan batin [bahasa Arab].
Kemudian
maka kembalilah sekalian Tuanku2 kepada nagari seorang2 serta dangan
bersuka2 jua, sebab lah* bersuatu hukum dan lah* sempurna yang dimaksud.
Dan bersanang2lah orang banyak, sebab sempurna damai dan lah* putus
kerja parang. Dan masyhurlah khabar ke kiri dan ke kanan daripada fihak
Tuanku nan Selapan telah sempurna damai dangan Tuanku nan Tuho, dan lah*
bersuatu hukum agama sekalian persalahan kembali kepada hukum Allah dan
hukum Rasullah dan kepada kitabnya.
Kemudian maka
daripada setengah adat lagi segala mahanusia ketika duduk2 mereka itu
bersanang2 pada tiap2 tempat permedanan dan tiap2 dusun dan nagari dan
tiap2 kampung dan masjid, banyak2lah khabar mereka itu dan runding
mereka itu yaitu kata setengah mereka itu, "Adapun sekalian Tuanku2 kita
ini sampailah damai dan sekalian kita ini sampailah sanang. Maka
betapakah pekerjaan* Tuanku yang terdahulu ini? Adapun Tuanku nan Tuho
dikatanya Rahib Tuho dan Fakih Saghir dikatanya Kafir dan Raja sekalian
orang Empat Angkat hitam semuhanya; sekalian kita ini memperangi orang
Empat Angkat, mati syahid katanya. Barangkali Tuanku2 nan Selapan ini
salah adanya, jikalau ada ia benar, tidak ia mau semufakat dangan Fakih
Saghir dan tidak ia mau tobat kepada Tuanku nan Tuho, itulah halnya."
Dan
kata setengah mereka itu, "Jikalau ada sekalian pekerjaan Tuanku2 ini
salah, baiklah kita meminta´ kembali akan sekalian arta kita yang
diambilnya sebab disalahkannya atau sebab dirampasnya." Dan kata
setengah yang lain2 mereka itu, "Adapun sekalian nagari kita ini
sampailah habis dan nagari Empat Angkat tinggal selamat juga. Sekarang
sekalian kita ini sampailah hina. Maka sekaliannya itu* sebab celaka
Tuanku nan Selapan juga adanya."
Maka
daripada sekira2 setahun lama masanya sebab lah* bersangatan* masyhur
fitnah antara mereka itu, masuklah fitnah itu ke dalam hati Tuanku2 nan
Selapan. Maka mufakat jua mereka itu dan berhubung2 jualah bicara mereka
itu, ya`ni kata setengah Tuanku2 yang lebih arif bijaksana, " Jikalau
tidak kita habiskan nagari Empat Angkat ini, atau dihutangkan dangan
beberapa kati emas dan dialahkan kitab Fakih Saghir ini, di belakang
niscayanya besar mudaratnya kepada kita, dan kebanyakan* mahanusia
hampir hitam akhirnya.
Maka terlebih baiklah kita
panggil Tuanku2 yang lebih alimnya dan yang lebih masyhur kitabnya,
yaitu Tuanku di Batu Ladiang* dan Tuanku nan Saleh dalam nagari Talawi,
karena Tuanku nan bedua itu lebih sangat alimnya tidak jenis akan
telawan oleh Fakih Saghir. Lagi pula Tuanku nan Saleh itu dimasyhurkan
orang membatalkan* martabat, menyalahi agama Tuanku di Ulakan jua.
Barangkali marah2 ia kepada Tuanku nan Tuho dan Tuanku nan Tuho marah2
pula sama dia, sebab bapa´ Tuanku nan Saleh itu diperangi Tuanku nan
Tuho dan dialahkan nagari yang kediamannya masa dahulunya, yaitu nagari
Taram. Sebab ia membatalkan martabat jua adanya."
Maka
telah sempurna mufakat mereka itu, memanggillah mereka itu akan Tuanku
nan bedua itu, serta mengiringi Tuanku2 yang lainnya. Maka tempo Tuanku
nan Saleh sampai ke dalam mesjid Tuanku di Mansiang, berhimpunlah
Tuanku2 dalam luhak itu dan me´alahkan Tuanku nan Saleh akan sekalian
Tuanku2 dangan kitabnya hingga Tuanku di Mansiang sekalipun.
Kemudian
maka Tuanku nan Saleh berjalan2 antara nagari hendak menjalang tempat
Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku nan Tuho menyuruh memanggil Tuanku nan
Saleh. Maka setelah sampai Tuanku nan Saleh serta Tuanku2 yang
mengiringinya masuk nagari Kota Tuho, dan lah* bertamu* ia dangan Tuanku
nan Tuho, berheluanlah kedua fihaknya serta bersuka2 ia dangan
berjawatan tangan. Maka duduklah ia bersanang2 hingga sedikit kemudian.
Maka
Tuanku nan Saleh meminta´ mengeluarkan kitab semuhanya kepada Tuanku
nan Tuho serta mehimpunkan sekalian Tuanku2 yang ada dalam nagari itu.
Maka setelah* hadir kitab semuhanya serta sekalian Tuanku2, maka
bersama2 ia memafhumkan sekalian kitab itu serta saya, Fakih Saghir itu
pun semufaka* semuhanya, tidak bersalahan suatu jua dan jikalau sebarat
zarat sekalipun, hanya semufakat* jua membenarkan petuah Tuanku nan
Tuho.
Maka tetaplah Tuanku nan Saleh dalam nagari
itu sekira2 selapan hari atau lebih, supaya beperdamaikan ia antara
keduanya, dan bepertamukan ia pada tarup nagari hampir nagari Banuhampu.
Serta ia Tuanku nan Saleh menyuruhkan kepada sekalian Tuanku2 dalam
Luhak Agam ini mengikut kitab Tuanku nan Tuho semuhanya.
Kemudian
daripada itu pulanglah Tuanku nan Saleh beserta dangan kemuliaannya
[...].* Maka masyhurlah kabar Tuanku nan Saleh membenarkan kitab Tuanku
nan Tuho pula halnya. Maka sebab mengetahui mereka itu akan kabar Tuanku
nan Saleh seperti demikian itu rupanya, hampir memunuh mereka itu,
karena sangat marah2 mereka itu. Tetapi Allah ta`ala memeliharakan akan
hambanya yang mu´min sebenarnya.
Maka
bersungguh2 mereka itu memasang mufakat dan mencari bicara apa2 akan
sudahnya, serta berkabar2 mereka itu dalam mufakat mereka itu, yaitu,
"Jikalau tidak kita alahkan nagari Empat Angkat semuhanya niscaya sangat
tekaburnya kepada kita, d[an] sekalian kita ini hina semuhanya.
Barangkali Fakih Saghir itu menjadi* raja besar akhirnya dan sekalian
kita ini jadi ra`yatnya. Tambahnya lagi, Tuanku2 yang kepala2 yang
sangat masyhur ulamanya telah membenarkan akan kitabnya. Maka apabila
lai sampai dialahkan [...]* nagarinya itu, baiklah kita meminta´
ketundukkannya setinggar semata2 dan pedang semata2, supaya boleh kita
memunuh hulubalang yang kepala2 dan sekalian cerdik cendakia dan
sekalian ulamanya dan jikalau kanak2 sekalipun karena tidak jenis akan
telawan oleh kita sekalian ahli kitabnya. Biarlah kita tinggalkan
nagarinya sekira2 selegar kuda bermain2 saja."
Maka
sebab itu bersungguh2lah mereka itu memperangi nagari Empat Angkat.
Maka terbakarlah tarup nagari sedikit2. Maka telah* lama2 antaranya
sampailah habis nagari Empat Angkat semuhanya dan sukarlah berhisab
orang Empat Angkat nan mati dan tertawan, dan tinggallah sebuah nagari
Kota Tuho dan kampung yang sedikit, yaitu Bonjo Cangkiang namanya, dan
bersungguh2 jualah mereka itu memperangi keliling tempat itu siang dan
malam, pagi dan patang, tidak boleh keluar ke kiri dan ke kanan dan
tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan parang2 jua hanya.
Maka
sekira2 empat tahun lamanya tidak jua te`alahkan kampung yang sedikit
itu, terbitlah bicara setengah mereka itu, "Jikalau tidak mati jua Fakih
Saghir ini, tidak mumkin kita me´alahkan kampungnya dan tidak ia mau
tunduk kepada kita. Barangkali di belakang banyak2lah menola* dan
berbuat kampung seperti kampungnya ini. Dan banyak persalahan tiap2
nagari, sebab banyak mereka itu sakit2 hati. Dan tidak takut mereka itu
akan dialahkan, sebab taguh* tempat kediaman mereka itu seperti kampung
Fakih Saghir ini. Dan hampir mereka itu melawan kepada segala Tuanku2,
dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku hanya kebanyakkan mereka
itu menurut pendapat Fakih Saghir saja. Maka binasalah agama kita dan
terlebih baik jualah kita beperdayakannya, ya`ni daya itu bersungguh2
kita meminta´ paham bepersuatukan hukum kitab Allah. Kita suruh
sampaikan kabar pekerjaan itu kepadanya. Jikalau lebih terang kitabnya,
kita sukakan menurut dia. Mudah-mudahan mau ia menurut bicara itu. Sebab
itu Fakih Saghir itu lebih sangat bersungguh2nya menuntub* keterangan
memfaham kitab Allah, karena kesudah2an keterangan kitab Allah itu
tempat kepeliharaan dirinya dan* artanya. Maka terlebih sukalah* ia
dibawa kepada barang mana tempat di luar nagarinya; ketika itu mudahlah
kita memunuh dia."
Maka setelah dihiaskan Allah
daya itu ke dalam hati mereka itu, bersungguh2lah mereka itu memasang
bicara itu. Fihak kepada diri saya, Fakih Saghir, tidak mengetahui saya
akan daya itu, hanya semata2 mengembalikan kepada Allah ta`ala saja.
Maka telah sempurna daya mereka itu, dan memanggil mereka itu akan saya
juga, keluarlah saya serta Tuanku nan Tuho dan serta beberapa orang yang
mengiringi. Ketika itu memunuhlah mereka itu akan sekalian anak2 Tuanku
nan Tuho serta orang yang mengiringi itu, sembilan orang banyaknya; dan
tidak sampai daya mereka itu kepada saya dangan tolong Tuhan subhanahu
wa ta`ala adanya, dan tinggallah Tuanku nan Tuho serta saya. Barangkali
sebab Allah ta`ala meluluskan hukumnya jua, maka melepaskan Allah ta`ala
dangan tolongnya akan hambanya yang mu`min, lagi sabar, lagi pilihan.
Maka
sampailah Tuanku nan Tuho pulang ke nagari Kota Tuho dan saya, Fakih
Saghir, jua. Maka kemudian [da]ri itu bersungguh2 jualah saya menguatkan
parang melawan Tuanku nan Selapan, karena lah* putus ikhtiar. Tidak
patub* kembali Tuanku2 itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah
itu; sebab lah* sangat bertambah2 kejahatannya dan sentiasa pekerjaan
itu hingga sampai lah* keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini.
Barangkali orang Kompeni tahu adanya; maka pulanglah ma`lum kepada orang
Kompeni semuhanya.
Kemudian
lagi pula bermula kesudah2an simpan keterangan cerita ini, baiknya dan
jahatnya daripada fihak keduanya, yaitu adapun yang baik sebalah Tuanku2
Pedari* ialah mendirikan sembahyang, dan mendatangkan zakat dan puasa
pada bulan Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan berbaiki mesjid dan
berbaiki labuh tepian, dan memakai rupa pakaian yang halal, dan
menyuruhkan orang menuntub* ilmu, dan berniaga.
Adapun
sekalian yang jahat daripada Tuanku Paderi* menyiar* membakar, dan
menyahkan* orang dalam kampungnya, dan memunuh orang dangan tidak hak,
yaitu memunuh segala ulama, dan memunuh orang yang berani2, dan memunuh
orang yang cerdik cendaki, sebab ber`udu atau khianat, dan merabut dan
merampas, dan mengambil perempuan yang bersuami, dan menikahkan
perempuan yang tidak sekupu dangan tidak relanya, dan menawan orang dan
berjual dia, dan bepergundi´ tawanan, dan mehinakan orang yang mulia2,
dan mehinakan orang tuha, dan mengatakan kafir orang beriman, dan
mencala* dia.
Adapun sekalian yang baik daripada
sebalah orang yang hitam meikrarkan dirinya Islam dan mehentikan rabut*
rampas, dan mehentikan* siar bakar, dan mehentikan tikam bunuh, tetapi
hingga mulut semata2. Itulah amal yang jahat sekali2, sepuluh ganda*
lagi jahatnya amal sekalian orang nan hitam ini, yaitu menyamun dan
menyakar, maling dan curi, merabut dan merampas, berjual orang, minum
tuak dan minum kilang, memakan darah kerbau, dan memakan daging dangan
tidak disembalih, dan memakan ulat dan sirangka´, memakai sekalian yang
haram, menyabung dan bejudi, bekendak, dan mehisap madad, dan sekhalwat
dangan perempuan dangan tidak nikah, dan membinasakan mesjid, dan
membinasakan labuh dan tepian, dan membinasakan larangan dan pegangan,
dan berputar2 akal, dan berdusta2 dan mehukum antara segala mahanusia
dangan aniaya, dan meninggalkan sembahyang, dan enggan mengeluarkan
zakat, dan beperganda2kan emas dangan tidak berniaga, dan meubah2kan
janji antara segala mahanusia dan berbuat sekalian pekerjaan yang
melalaikan amal dunia dan akhirat. Itulah hukum yang tetap dalam kitab
Tuanku nan Tuho adanya.
Wasiat
Tuanku nan Tuho kepada saya, Fakih Saghir, sebagai lagi bahwa inilah*
suatu keterangan daripada segala ihwal diri saya, maka adalah tatkala
hampir ajal Tuanku nan Tuho, ialah meninggalkan petaruh kepada saya,
yaitu, "Hendaklah engkau dirikan agama Allah dan agama Rasullah dangan
sebenarnya. Dan suruhkan diengkau akan segala mahanusia dangan berbuat
baik. Dan tagahkan diengkau akan mereka itu dangan berbuat jahat, dan
hukumkan diengkau antara segala mahanusia dangan adil, tuntubkan*
diengkau akan balas segala anak saya yang mati masa dahulu.
Dan
kini tuan2 orang Kompeni sudah tahu, maka itulah besarnya pekerjaan
seperti hukum yang sabit dalam surat keterangan ini, dan diri saya ini
nyatalah kesudah2han daif mahanusia. Sebab itu dangan seboleh2nya
perminta* saya, hendaklah tuan tolong jua saya menguatkan pekerjaan yang
dipetaruhkan Tuanku itu. Waila'Llah turja`ulumur."