Kalau ada orang yang mengaku alim dalam ilmu fiqh, dan lebih khusus lagi dalam fikih Mazhab Syafi’i, tetapi tidak tahu kitab I’anah Ath-Tholibin dan pengarangnya siapa?, pengakuannya sangat patut diragukan. Mengapa? Kerana, kitab tersebut merupakan salah satu rujukan utama dalam fikih Syafi’i dan para penuntut ilmu di pasentren/ pondok. Sekurang-kurangnya tahu namanya. Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab mashyur, meskipun tergolong kitab munculnya akhir kurun yang terkebelakang, yang lebih kurang berusia 130-an tahun.
Kitab I’anah Ath-Thalibin merupakan syarah kitab Fath
Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi'i yang paling banyak
dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memutuskan masalah-masalah
hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini
menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nashnya. Kemashyoran
kitab ini dapat dikatakan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi'i di
berbagai belahan dunia Islam. Kitab I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar
seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi),
Sayyid Bakri Syatha.
Tokoh yang nama sebenarnya Abu Bakar bin Muhammad Zainal
Abidin Syatha ini lahir di Makkah tahun 1266 H/1849 M. Ia berasal dari keluarga
Syatha, yang terkenal dengan keilmuan dan ketaqwaannya. Namun ia tak sempat
mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Sayyid
Muhammad Zainal Abidin Syatha, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar
Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah
al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV.
Sayyid Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzulhijjah
tahun 1310 H/1892 M setelah menyelesaikan ibadah haji. Usianya memang tidak
panjang (hanya 44 tahun menurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun
menurut hitungan Masehi), tetapi penuh manfaat yang sangat dirasakan urnat.
Jasanya begitu besar, dan peninggalan-peninggalannya, baik karangan-karangan,
murid-murid, maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terbantahkan atas
kebesarannya. Semoga Allah menempatkannya di surga.Kalau ada orang yang mengaku
alim dalam ilmu fiqh, dan lebih khusus lagi dalam fikih Mazhab Syafi’i, tetapi
tidak tahu kitab I’anah Ath-Tholibin dan pengarangnya siapa?, pengakuannya
sangat patut diragukan. Mengapa? Kerana, kitab tersebut merupakan salah satu
rujukan utama dalam fikih Syafi’i dan para penuntut ilmu di pasentren/ pondok.
Sekurang-kurangnya tahu namanya. Sesungguhnya kitab ini merupakan kitab
mashyor, meskipun tergolong kitab munculnya akhir kurun yang terkebelakang,
yang lebih kurang berusia 130-an tahun.
Kitab I’anah Ath-Thalibin merupakan syarah kitab Fath
Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi'i yang paling banyak
dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memutuskan masalah-masalah
hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail (pengkajian masalah-masalah), kitab ini
menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nashnya. Kemashyoran
kitab ini dapat dikatakan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi'i di
berbagai belahan dunia Islam. Kitab I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar
seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah (abad ke-19 Masehi),
Sayyid Bakri Syatha.
Tokoh yang nama sebenarnya Abu Bakar bin Muhammad Zainal
Abidin Syatha ini lahir di Makkah tahun 1266 H/1849 M. Ia berasal dari keluarga
Syatha, yang terkenal dengan keilmuan dan ketaqwaannya. Namun ia tak sempat
mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Sayyid
Muhammad Zainal Abidin Syatha, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar
Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah
al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV.
Sayyid Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzulhijjah
tahun 1310 H/1892 M setelah menyelesaikan ibadah haji. Usianya memang tidak
panjang (hanya 44 tahun menurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun
menurut hitungan Masehi), tetapi penuh manfaat yang sangat dirasakan urnat.
Jasanya begitu besar, dan peninggalan-peninggalannya, baik karangan-karangan, murid-murid,
maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terbantahkan atas kebesarannya.
Semoga Allah menempatkannya di surga.
Sumber: