STOP ABS-SBK


Oleh : Wisran Hadi, 30 Juli 2011

Ternyata yang memporak-porandakan adat dan budaya Minangkabau itu bukanlah generasi muda seperti yang dituduhkan selama ini oleh para ninik-mamak penghulu .dan pemangku adat Minangkabau. Justru ninik-mamak, para penghulu pemangku adat Minangkabau itu sendirilah yang melakukannya. Hal ini terbukti dengan tindakan yang yang dilakukan penghulu yang tergabung dalam pengurus kerapatan adat nagari (KAN) Nan Salapan Nagari Padang kepada dua tokoh orang kaya Padang non-islam, sebagaimana yang diberitakan beberapa surat kabar minggu lalu.

Adat Minangkabau maupun ajaran agama islam tidak pernah semiangpun mengajarkan pendukung budayanya atau pengikut ajarannya tidak menghargai jasa orang lain. Akan tetapi, tidak semua jasa harus dibalas dengan memberikan gelar adat walau dalam peringkat manapun, apakah sako, pusako atau sangsako. Soal setiap individu telah memberikan jasa kepada negeri ini, kepada Negara ini, kepada pembangunan bangsa ini adalah keniscyaan dan keharusan seseorang sebagai warga Negara. Tak harus warga yang satu lebih diistimewakan dengan warga yang lain karena factor menyumbang material semata.

Memberikan gelar adat Minangkabau kepda seorang warga non-muslim terang-terangan sudah berada di luar koridor adagium Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Entahlah kalau kata “kitabullah” tidak lagi diartikan sebagai “Al-qur’an” yang selama ini dijadikan satu-satunya rujukan nilai dari ABS-SBK. Dengan pemberian gelar demikian, maka mulai hari itu, dalam adat Minangkabau sudah ada datuk, penghulu, sutan, yang bukan lagi beragama islam.


Dengan demikian, dapat diprediksi kedepan, orang minang dalam memberikan gelar nantinya tidak peduli lagi apakah seseorang itu mengamalkan ABS-SBK atau tidak, menjalankan adat dan budaya minang atau tidak, beragama islam atau tidak, bersuku, bernagari atau tidak, yang sesungguhnya merupakan persyaratan penting dalam pemberian gelas adat pada seseorang. “kekayaan” bukan satu-satunya factor ukuran bagi orang minang beradat untuk menghargai jasa orang lain. Hanya “kemiskinan” yang silau pada kekayaan orang lain.

Oleh karena peristiwa pemberian gelas kepada individu yang no-muslim itu telah dimulai oleh para penghulu Padang yang tergabung dalam pengurus KAN nan salapan nagari Padang, maka itulah “gong” dimulainya era bagi orang minang untuk tidak perlu lagi mengamalkan ABS-SBK. Pemda sumatera barat yang akan membuat acuan atau simulasi untuk masyarakat dapat menjalankan ABS-SBK, mulai menggerakkan mengaji setelah magrib, BAM untuk dimasukkan kedalam kurikulum, sudah waktunya distop.

Dek ameh kameh dek pada menjadi, mungkin itulah pedoman dasar baru bagi para penghulu Minangkabau dalam usaha mereka melestarikan dan mempertahankan adat dan budayanya. Dan kepada generasi muda Minangkabau diucapkan selamat, bahwa anda sudah dapat berlapang dada dan ‘bagandang pao’ sudah terbebas dari tuduhan sebagai “perusak adat Minangkabau” dan tidak perlu mengamalkan ABS-SBK, karena yang merusak adat Minangkabau dan memesongkan ABS-SBK itu justru ninik-mamak, penghulu dan sutan itu sendiri.

Supaya ABS-SBK itu tidak semakin parah dimasuki virus yang lebih ganas, sebaiknya kita tidak usah dulu menjalankan ABS-SBK. Kita pending dulu ABS-SBK itu.

Template by:

Free Blog Templates