Mentok Dalam Catatan Sejarah Ketemangguan

Oleh : Abang Faizal
Sungguh Allah telah menetapkan setiap kejadian dalam catatan yang pasti, dan sesungguhnya tiap-tiap makhluk yang bernyawa pasti akan menemui kematian.
Dan beruntunglah bagi sesiapa saja yang dimasa hidupnya bermanfaat, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi orang lain, dan sungguh beruntunglah bagi sesiapa saja yang akhir hidupnya selalu di kenang amal kebaikannya dan menjadi suri tauladan bagi orang-orang sesudahnya.
Dan cukuplah Allah sebagai tempat kita berlindung dan memohon pertolongan, dan cukuplah Rasullah saw sebagai suri tauladan, “sesungguhnya pada diri Rasulullah adalah suri tauladan”.

Sejak 288 tahun yang lalu, orang-orang mulia telah hadir di negeri ini, dan telah berusaha membangun tatanan kehidupan berlandaskan Islam menuju masyarakat adil dan sejahtera.

Tepatnya tahun 1721 dengan titah Sultan Mahmud Badaruddin Jayawikrama, Mentok telah menjadi pusat pemerintahan dengan tatanan yang terorganisir, dan untuk pertama kalinya dipimpin oleh :

  1. Encek Wan Akub (Datuk Rangga Setya Agama ) sebagai kepala urusan pemerintahan dan pertambagan.
  2. Wan Abdul Jabar (Datuk Temenggung Prabu Nata Menggal) sebagai kepala urusan agama Islam atau hakim agama Islam (datuk dalam hakim).
  3. Encek Wan Seren (Datuk Kungsi Pahlawan Bumi, Laut Dan Darat) (HANKAM).

Semenjak kota Mentok ditetapkan sebagai tempat pusat pemerintahan, negeri ini semakin bertambah ramai serta mengalami kemajuan yang pesat.


Setelah wafatnya Encek Wan Usman inilah, mulai dikenal dan diterapkannya peraturan-peraturan tambahan/perda local berbasis adat bersendikan kitabullah.
Dan keadaan masyarakatpun semakin sejahtera dan perkembangan Islam di negeri Mentok semakin terlihat. 

Seiring dengan kemajuannya, kota Mentok mampu menjadi magnet bagi para pendatang dari berbagai penjuru.

Setelah Encek Wan Usman lanjut usia (1758), Mentok dipimpin oleh Abang Pahang (Temenggung Dita Menggala) atas Titah Sultan Ahmad Najamuddin Adikesuma Bin Sultan Badaruddin Jayawikrama.

Dimasa Abang Pahang, didirikan pula kuta-kuta/benteng-benteng di wilayah-wilayah penghasil timah, seperti ; Biat, Panji Belinyu, Tempilang, Buntu, Bendul, Sukal, dan Rambat.

Dan setiap benteng atau kuta tersebut ditempatkan seorang pendekar sebagai kepala keamanan yang bergelar “PANGLIMA ANGIN”. Salah seorang “Panglima Angin”yang terkenal adalah Encek Daud.

Tahun 1778, kepemimpinan Mentok dipimpin oleh Abang Ismail (Temenggung Kerta Mengala), yaitu mertua sultan III kesultanan Palembang Darussalam ialah Muhammad bahauddin. 

Abang Ismail adalah cucunya Abang Pahang Temenggung Dita Menggala.

Dimasa Abang Ismail inilah seorang ulama yang terkenal dengan nama Syech Habib Amid Bin Abdul Rahman Bin Assegaf Berasal Dari Negeri Yaman, dikirim oleh kesultanan Palembang darusslam untuk menjadi penasehat Temenggung dalam mengurus pemerintahan dan perdamai setiap sengketa internal keluarga Temenggung.

Dimasa pemerintahan Abang Ismail ini, banyak terjadi penyerangan dari luar, khususnya dari Kesultanan Lingga pada tahun 1789.

Dan dimasa pemerintahan Abang Ismail inilah, sejarah mencatat sebuah peperangan dasyat antara masyarakat Mentok dengan Lanun/Bajak Laut yang dipimpin oleh Arung Marupu, dan pertempuran ini terjadi diwilayah Mentok asin yang dikenal dengan sungai Air Bugis.
Pahlawan/pendekar yang terkenal dimasa ini adalah; Abang Yunus, dan Bilal Muhammad (Keturunan Arab).

Masa Penjajahan Eropa/Inggris. 

Susuhan Mahmud Badaruddin II (1803-1821)
Setelah mangkat Abang Ismail Temenggung kerta manggala, kesultanan Palembang Darussalam mengangkat Abang Muhammad Tayib bin Abang Ismail sebagai kepala pemerintahan dengan gelar Temenggung Kerta Wijaya.

Dimasa ini pula sejarah telah mencatat telah terjadi pembantaian orang Belanda di Palembang pada 14 September 1811.

Pembantaian ini terjadi karena; pada tanggal 2 maret 1810, sultan Mahmud Badaruddin II menerima surat dari Sir Thomas Stamford Raffles, yang isinya antara lain : “……… kiranya sultan bersedia membantu Inggris, dengan cara yaitu membunuh orang-orang Belanda yang ada di Palembang”.

Empat hari sesudah kejadian ini, tepatnya pada tanggal 18 September 1811, Belanda menyerah terhadap Inggris, dan Inggris kemudian menggantikan kedudukan Belanda di Palembang dibawah pimpinan Kolonel Gillspie.

Tentu saja kedatangan pasukan Inggris ini tidak menyenangkan sultan, karena ini tidak masuk dalam kesepakatan, dan terjadilah kontak senjata antara kedua belah pihak, dan Inggris pun memenangkan pertempuran dan menguasai kesultanan Palembang.

Setelah menguasai Palembang, Inggris pun melakukan tipu muslihat dengan politik adu domba dan tipu muslihat dagang timah, sehinggah keadaan masyarakat dan pemerintahan menjadi kacau, dan Mentok pun dikuasai oleh Inggris.

14 Mei  1812, Ahmad Najamuddin (Najamuddin II) berkuasa di Palembang Darussalam.

17 Mei  1812, Bangka Belitung lepas dari kesultanan Palembang (dekrit politik kesultanan Palembang Darussalam) dan diserahkan pada Inggris.

18 Mei  1812, Colonel Robert Rollo Gillespie datang ke Mentok. Pada tanggal 20 Mei 1812, ia mengumumkan kepada keseluruh rakyat Bangka mengenai dekrit politik penyerhan Bangka Belitung ke Inggris, dan menganti nama Mentok di beri “MINTO”, dan benteng yang di bangun di Mentok diberi nama “PORT WELLINGTON”, untuk menghormati JENDRAL  L.V. WELLINGTON (Panglima Angkatan Bersenjata Inggris Raya).

10 September 1816, atas kesepakatan para penjajahan di tingkat internasional (Traktat London I), terjadilah serah terima daerah jajahan Inggris kepada Belanda (khususnya Bangka). Setelah ini, sistem pemerintahan di Bangka berstatus RESIDEN dengan kepala pemerintahan pertama K.Heynes, dengan berkedudukan di Mentok sebagai pusat pemerintahannya.

Dimasa  Penjajahan Belanda, terutama di pulau Bangka kehidupan rakyat lebih sengsara. Rakyat dalam keadaan miskin dan melarat dan sistem KERJA PAKSA/RODI diberlakukan. Sedangkan dilain pihak, Belanda mengeruk keuntungan dari timah sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pemerintah hindia Belanda.
1830 M, untuk memudahkan pengaturan terhadap masyarakat dalam tatanan aturan Eropa dan penerapan Politik Adu Domba “De Vide Et Impera”, maka Belanda mengangkat seorang Temenggung Mentok dari daerah Padang yang bernama ARIFIN putra Guru Qori, yang dikenal dengan panggilan Temenggung Arifin, dan merupakan satu-satunya Temenggung bukan dari garis keturunan Abang (Keturunan Abdul Jabar Siantan), dan meniadakan para ulama sebagai penasehat para Temenggung.

Tahun 1879 M, pemerintahan Mentok dipimpin oleh Abang Ali (Temenggung Ali) yaitu menantu Temenggung Arifin Padang.

Sejak dibawah pemeritahan Belanda, fungsi Temenggung dalam sistem pemerintahan diMentok makin berkurang hanya sebagai simbol saja. Akan tetapi untuk urusan hukum menyangkut orang Islam, pemerintahan Belanda masih mengakui Abang Muhammad yasin sebagai Kodi (jaksa merangkap hakim) sebagai pemutus hukum perseorangan bagi orang Islam.

Setelah meninggalnya Abang Muhammad Yasin, tercabutlah akar sejarah melayu dan kebesaran Mentok dalam kancah pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat.
Kini saatnya, Mentok bangkit yang berpayung pada adat budaya melayu bersendikan kitabullah, dalambingkai kebersamaan serta menjadikan catatan besar sejarah nya sebagai spirit/penyemangat bagi generasi sekarang dan masa depan. 

Jangan kau tanya apa yang bisa tanah kelahiramu berikan untukmu….tapi tanyakan pada diri mu apa yang sudah kamu baktikan untuk tanah yang sudah memberikan mu hidup…

Template by:

Free Blog Templates