Maulid adh-Dhiya al-Laami’
Kitab
maulid yang terkini. Dikarang oleh seorang ulama tersohor dewasa ini iaitu
al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin ‘Abdullah bin Abi Bakar bin
Aydrus bin Umar bin Aydrus bin Umar bin Abi Bakar bin Aydrus bin al-Hussin ibn
al-Syaikh Abi Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin ‘Abdullah bin
Abdurrahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin ‘Ali bin ‘Alawi bin
al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Shahib al-Mirbath bin ‘Ali
Khali’ Qasam bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidullah bin Imam
al-Muhajir Ahmad bin ‘Isa al-Rumi bin Muhammad al-Naqib bin ‘Ali al-Uraidhi bin
Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Hussin
al-Sibth putera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah
al-Zahra’ binti Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم .
Beliau
lebih dikenali dengan nama Habib Umar bin Hafiz dan di Indonesia diberi julukan
Habib Sejuta Muhibbin. Merupakan keturunan yang ke-39 dari Baginda Nabi
Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم,
melalui salasilah Saidina Husin bin ‘Ali bin Abi Talib رضي
الله عنهما
Beliau terlahir Senin, 4 Muharram
1383H bersamaan 27 Mei 1963, di Bandar Tarim, Hadramaut, Yaman. salah satu kota
tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan
berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama
berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi
keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang
martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin
Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama
intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan
pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara
tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga
Allah mengampuni dosa-dosanya.
Demikian
pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin
Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum
ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi
yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual
muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan
dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan. Beliau telah mampu
menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai
teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang
membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu
banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan
al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim
yang terkenal itu.
Ketika
berusia 9 tahun, ayahnya Habib Muhammad bin Salim telah ditangkap oleh tentera
(regim komunis) dan hilang tanpa berita. Peristiwa tersebut berlaku dihadapan
Habib Umar pada hari Jum’at 29 Dhulhijjah tahun 1392H.
Pendidikan:
Beliau
mendapat pendidikan awal dari ayahnya yang juga merupakan mufti Tarim
al-Ghanna. Selain itu Habib Umar juga belajar dengan guru-guru berikut,
antaranya: al-Habib Muhammad bin ‘Alwi bin Syihab, al-Habib al-Munshib Ahmad
bin 'Ali bin asy-Syaikh Abu Bakar, al-Habib 'Abdullah bin Syaikh al-'Aydrus,
al-Muarrikh al-Bahhaatsah al-Habib 'Abdullah bin Hasan BalFaqih, al-Muarrikh
al-Lughawi al-Habib 'Umar bin 'Alwi al-Kaaf, asy-Syaikh al-Mufti Fadhal bin
'Abdur Rahman BaFadhal, asy-Syaikh Tawfiq Aman, saudara kandungnya al-Habib
'Ali al-Masyhur bin Muhammad bin Salim, Habib Salim bin ‘Abdullah asy-Syathiri
dan sejumlah ulama lain.
Selain dari ulama Tarim beliau
juga mengambil ilmu beliau juga menuntut ilmu dan ijazah daripada banyak ulama
di luar kota tersebut seperti di Kota Syihr, al-Baidha` dan juga al-Haramain.
Antaranya beliau menuntut ilmu dan menerima ijazah daripada al-Habib Muhammad
bin 'Abdullah al-Hadhar [beliau wafat pada tahun 1418H di Mekah dan merupakan
mertua kepada Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith], al-Habib Zain bin Ibrahim
bin Sumaith, al-Habib al-Musnid Ibrahim bin 'Umar bin 'Aqil bin Yahya [mufti
Ta’iz], al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad bin 'Abdurrahman as-Saqqaf [merupakan
pembimbing ruhani beliau], al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha al-Haddad, al-Habib
Abu Bakar al-Aththas bin 'Abdullah al-Habsyi. Beliau juga mendapat ijazah sanad
daripada al-Musnid Syaikh
Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani dan al-Muhaddits al-Haramain Sayyid
Muhammad ibn Alawi al-Maliki Hasani.
Beliau
mengasaskan Rubath Dar al-Musthafa pada tahun 1414H/1994M dengan tiga matlamat:
1. Mengajar
ilmu agama secara bertalaqqi dan menerimanya daripada ahlinya yang bersanad;
2. Mentazkiyah
diri dan memperbaikkan akhlak; dan
3. Menyebarkan
ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada Allah Ta’ala.
Secara
resminya Darul Musthafa berdiri pada hari Selasa 29 Dhulhijjah 1417H/ 6 Mei
1997.
Selain
terkenal sebagai ulama dan da`ie yang sering keluar berdakwah keseluruh dunia.
Setiap tahun beliau akan turun berdakwah di Asia Tenggara seperti di Indonesia,
Singapura dan Malaysia. Beliau juga merupakan seorang penyair yang mahir.
Antara karangannya yang terkenal dan tersebar ke seluruh pelusuk dunia ialah
kitab maulidnya الضياء اللامع .
Karangan beliau yang lain adalah: الشراب الطهور , رسائل معالم
الدعاة , ثقافة الخطيب , إسعاف طالبي رضا الخلاق dan
syarah qasidah al-Habib Ibrahim bin ‘Aqil yang bertajuk مشرع
المدد القوي في نظم السند العلوي.
Beliau
mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya
yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan
cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan bimbingan atau tuntunan
keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar
kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikir.
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat
Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian
pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu
ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa
tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang
Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan
padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang
bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan
penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan
da’wah.
Perjuangan
dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan
hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di
mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al
Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional. Ia sesungguhnya telah
benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus
dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan
kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota
al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya
jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda. Disana
dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau.
Masuk
sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah
bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, dan
juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga
Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai
seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang
melelahkan dalam bidang Da‘wah. Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan
kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam
usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada
hati mereka seluruhnya.
Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai
dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya
kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka
tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus
dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan
mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga dengan
indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam
dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia
dari Sang Rasul Pesuruh Allah Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang
telah dipengaruhi beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya
dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota
besar maupun kecil di Yaman Utara.
Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi
banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta’iz di
utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya
yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana
ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar
sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam
diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.
Tak
lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah
Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam
perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa
kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari al-Habib ‘Abdul Qadir bin
Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat
semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan
sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama
umat manusia sehingga beliau dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru
besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari
kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan
al-Habib ‘Attas al-Habashi. Sejak itulah nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai
tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan
agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional.
Namun
kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha
pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber
tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu
yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam
berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda.
Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka
yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang
paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga
sampai ke Dunia Baru. Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan
menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok
Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari
ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga
beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan
di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke
Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan
dengan pembangunan Ribat al-Mustafa.
Ini
merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan,
dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti
kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan. Kepulangannya
ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia
habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang
disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang
yang salah. Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren
itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat,
penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah
yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai
para pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura,
Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat
dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi
secara langsung oleh Habib Umar.
Mereka
ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi
perjuangan asli demi memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15
setelah hari kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman
dan di negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah
tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan
kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah
dirampas dari mereka. Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana beliau
mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah
dibangun dibawah manajemen beliau. Beliau masih memegang peran aktif dalam
penyebaran agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir
sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan
kegiatan-kegiatan mulianya.