MAS, Pada tahun 2001 Liputan6.com telah merespon Sitti Manggopoh, Diusulkan Menjadi Pahlawan Nasional, apakah Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Barat dan DPRD setempat, yang sekarang ini telah kembali mengusulkan ke pemerintah pusat, supaya Mandeh Sitti Manggopoh atau lebih dikenal dengan sebutan Sitti Manggopoh, dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Mari kita dorong terus agar hal ini dapat terwujud, Insya’allah..
17/06/2001 20:35
Liputan6.com, Padang: Semasa zaman penjajahan Belanda, banyak sudah pahlawan nasional yang turut serta membela negara ini. Kendati begitu, ada juga pejuang yang tak dikenal sama sekali. Boleh jadi, lantaran itu pula Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Barat dan DPRD setempat, baru-baru ini, kembali mengusulkan ke pemerintah pusat, supaya Mandeh Sitti Manggopoh atau lebih dikenal dengan sebutan Sitti Manggopoh, dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Alasannya, perempuan itu terbukti amat ditakuti Belanda lantaran pernah menaklukan benteng sang penjajah di Manggopoh, Kabupaten Agam, Padang, seorang diri.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, nama Sitti Manggopoh memang tak pernah muncul ke permukaan. Lantaran itu pula, sejarah pejuang perempuan yang satu ini hanya diketahui sebagian masyarakat Sumbar. Namun masyarakat setempat masih menghargainya, terbukti lewat peringatan 93 tahun Perang Manggopoh, yang sekaligus menjadi momentum peresmian Monumen Sitti Manggopoh. Menurut anggota DPRD Sumbar Marizal Umar, perjuangan Sitti terbilang unik. "Perjuangannya hanya berlangsung singkat, dari 15 Juni hingga 16 Juni 1908," kata Marizal, memaparkan sejarah tersebut.
Kendati begitu, dua hari perjuangan Sitti sungguh luar biasa. Bagaimana tidak. Dia nekat masuk seorang diri ke dalam benteng dan langsung membunuh 52 orang perwira Belanda dengan senjata tajam ruduih. Buntutnya, benteng Belanda di Manggopoh berhasil ditaklukkan. Perebutan benteng yang dilakukan Sitti menyulut Perang Manggopoh. Menurut Marizal, akhirnya Sitti bersama sang suami, Rasyid Bagindo Magek, berhasil ditangkap dan dipenjarakan tentara Belanda. Tapi, lantaran mempunyai bayi, Sitti terbebas dari hukuman pembuangan.
Atas dasar itu, Marizal berkukuh mengangkat keberanian dan kepahlawanan Sitti dengan status pahlawan nasional. "Kami juga sudah berulang kali mengusulkannya," kata Marizal, optimistis.
Harapan Marizal didukung Sekretaris Wilayah Provinsi Sumbar Ali Amran. Menurut dia, sosok Sitti Manggopoh memang pantas diberi gelar pahlawan nasional. Alasannya, "Sosok kepahlawanan Sitti bisa dijadikan contoh bagi generasi sekarang," kata Ali, serius.
Sitti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun, pada 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupaten Agam. Dia dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar tersebut sebagai penghormatan terhadap kiprah Sitti yang juga dikenal sebagai pesilat tangguh sejak remaja. Selain itu, Sitti juga membangun gelanggang persilatan di Tanah Nagari Manggopoh.(BMI/Denny Risman dan Aldian)
Sumber:
http://berita.liputan6.com/daerah/200106/14881/class='vidico'
Liputan6.com, Padang: Semasa zaman penjajahan Belanda, banyak sudah pahlawan nasional yang turut serta membela negara ini. Kendati begitu, ada juga pejuang yang tak dikenal sama sekali. Boleh jadi, lantaran itu pula Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Barat dan DPRD setempat, baru-baru ini, kembali mengusulkan ke pemerintah pusat, supaya Mandeh Sitti Manggopoh atau lebih dikenal dengan sebutan Sitti Manggopoh, dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Alasannya, perempuan itu terbukti amat ditakuti Belanda lantaran pernah menaklukan benteng sang penjajah di Manggopoh, Kabupaten Agam, Padang, seorang diri.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, nama Sitti Manggopoh memang tak pernah muncul ke permukaan. Lantaran itu pula, sejarah pejuang perempuan yang satu ini hanya diketahui sebagian masyarakat Sumbar. Namun masyarakat setempat masih menghargainya, terbukti lewat peringatan 93 tahun Perang Manggopoh, yang sekaligus menjadi momentum peresmian Monumen Sitti Manggopoh. Menurut anggota DPRD Sumbar Marizal Umar, perjuangan Sitti terbilang unik. "Perjuangannya hanya berlangsung singkat, dari 15 Juni hingga 16 Juni 1908," kata Marizal, memaparkan sejarah tersebut.
Kendati begitu, dua hari perjuangan Sitti sungguh luar biasa. Bagaimana tidak. Dia nekat masuk seorang diri ke dalam benteng dan langsung membunuh 52 orang perwira Belanda dengan senjata tajam ruduih. Buntutnya, benteng Belanda di Manggopoh berhasil ditaklukkan. Perebutan benteng yang dilakukan Sitti menyulut Perang Manggopoh. Menurut Marizal, akhirnya Sitti bersama sang suami, Rasyid Bagindo Magek, berhasil ditangkap dan dipenjarakan tentara Belanda. Tapi, lantaran mempunyai bayi, Sitti terbebas dari hukuman pembuangan.
Atas dasar itu, Marizal berkukuh mengangkat keberanian dan kepahlawanan Sitti dengan status pahlawan nasional. "Kami juga sudah berulang kali mengusulkannya," kata Marizal, optimistis.
Harapan Marizal didukung Sekretaris Wilayah Provinsi Sumbar Ali Amran. Menurut dia, sosok Sitti Manggopoh memang pantas diberi gelar pahlawan nasional. Alasannya, "Sosok kepahlawanan Sitti bisa dijadikan contoh bagi generasi sekarang," kata Ali, serius.
Sitti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun, pada 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupaten Agam. Dia dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar tersebut sebagai penghormatan terhadap kiprah Sitti yang juga dikenal sebagai pesilat tangguh sejak remaja. Selain itu, Sitti juga membangun gelanggang persilatan di Tanah Nagari Manggopoh.(BMI/Denny Risman dan Aldian)
Sumber:
http://berita.liputan6.com/daerah/200106/14881/class='vidico'
