Kenapa kaya itu suatu keharusan? Bagaimana dengan kondisi masyarakat yang saat ini di mana kemiskinan justru banyak dari kalangan muslimah? Siapa yang salah? Apakah ajaran Islam yang kurang mendorong, atau justru umatnya yang tidak menjalankan ajaran Islam? Apakah pengertian kaya dalam Islam adalah pengertian kaya dalam materi seperti kalangan liberal yang sangat massive mengampanyekan pemberdayaan wanita untuk mengejar kesejahteraan materi?
KAYA selalu diidentikkan dengan kesuksesan, harta melimpah, rumah dan mobil mewah serta segala yang menyangkut materi. Itulah pertanda bahwa ideologi kapitalisme telah berhasil menancapkan racun sekulerismenya sehingga kebanyakan manusia menjalani hidupnya hanya berorientasi pada dunia semata. Mencari dan menumpuk sebanyak-banyaknya harta kekayaan telah menjadi gaya hidup yang sejalan dengan hedonisme. Na’udzubillah!!
Muslimah harus kaya? Iya!!! Tentu saja kaya yang sesuai dengan jalur hukum syara’, bukan kekayaan materi semata tetapi semua kekayaan yang menjadikan muslimah tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kenapa??? Karena muslimah mempunyai multi peran yang strategis dan mulia. Yaitu peran sebagai pribadi muslimah itu sendiri, sebagai istri dan juga ibu, yang punya tugas sebagai manajer rumah tangga sekaligus pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Di tangan para muslimah lah hitam putih sebuah generasi akan ditentukan. Para muslimah pula yang akan mencetak bentuk dan corak warna generasi di masa yang akan datang, sehingga melahirkan manusia-manusia berkualitas yang menjadi dambaan umat, tegas dalam menegakkan yang haq dan keras dalam menentang kebatilan. Sebuah keniscayaan, di tangan para muslimah, peradaban Islam yang gemilang bisa terukir kembali.
Seorang ulama besar sekaliber Imam Syafi’i, adalah contoh nyata. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim. Diasuh dan dibesarkan oleh seorang ibu yang tangguh secara mental dan spiritual sehingga sebelum usia baligh beliau telah hafal Al-Qur’an.
Atau Imam Bukhari yang sudah tidak asing lagi di telinga kita sebagai periwayat hadits terkenal, adalah buta ketika dilahirkan. Tetapi, karena doa ikhlas yang dipanjatkan oleh wanita yang melahirkannya sehingga Allah SWT mengabulkan doanya, Imam Bukhari dapat melihat kembali dan dunia telah mengakui kejeniusan dan kecemerlangan otaknya.
TIGA KEKAYAAN MUTLAK BAGI SETIAP MUSLIMAH
Begitu penting dan besarnya peran seorang ibu muslimah dalam pembentukan generasi yang akan datang, maka ada tiga kekayaan yang mutlak harus dimiliki oleh seorang muslimah di antaranya:
Pertama, kekayaan Akidah. Akidah adalah keyakinan yang bersifat pasti. Pembenaran yang diperoleh melalui proses berpikir yang jernih dan mendalam tentang alam semesta, manusia dan kehidupan serta hubungan ketiga unsur tersebut dengan alam sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Dari proses berpikir yang benar itu akan mengantarkan sebuah keyakinan bahwasanya di balik alam semesta, manusia dan kehidupan terdapat pencipta (Khaliq) yang telah menciptakan ketiganya dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu ia hidupkan bumi sesudah matinya (kering) dan ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antar langit dan bumi. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan” (Qs Al-Baqarah 164).
Keyakinan yang sempurna kepada Sang Khaliq akan menghantarkan keimanan yang benar akan adanya malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para rasul Allah, Hari kiamat, dan takdir Allah. Inilah hakikat dari kekayaan akidah.
….Dengan akidah yang benar, Muslimah akan selalu tegar ketika menghadapi badai kehidupan. Berpikir jernih dan mampu melampaui setiap ujian yang datang menimpa….
Dengan akidah yang benar, Muslimah akan selalu tegar ketika menghadapi badai dalam kehidupannya. Berpikir jernih dan mampu melampaui setiap ujian yang menghampiri, baik ujian yang menimpa dirinya, keluarganya, atau lingkungan sosial dan dakwahnya. Sebagai istri, ia juga akan senantiasa menjadi penenang bagi suaminya, pendukung utama kiprah dakwah suami, dan dengan kelemahlembutannya, seorang suami akan mendapatkan kekuatan untuk tetap istiqamah dan terhindar dari segala bentuk syirik dan bid’ah.
Cukuplah Khadijah, istri Rasulullah SAW menjadi teladan kita. Seperti yang digambarkan dalam sebuah hadits:
“Rasulullah SAW bersabda, aku dikaruniahi oleh Allah rasa cinta yang mendalam kepada Khadijah. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinyalah aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak pernah kuperoleh dari istri-istriku yang lain” (HR. Ahmad).
Begitu pula peran muslimah sebagai ibu. Seorang ibu yang telah memiliki akidah yang menghujam kuat ke dasar hatinya, akan menularkan perilaku dan cara berpikir yang benar kepada anak-anaknya. Dalam bimbingan dan pengasuhan muslimah seperti ini, anak akan kritis dan cerdas mengamati realitas di sekitar lingkungannya. Anak-anak tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan negatif apalagi hal-hal yang berbau kemusyrikan.
Seorang ibu yang kokoh akidahnya, mampu menggiring anak-anaknya untuk mencintai Allah dan rasul-Nya di atas rasa cintanya terhadap segala sesuatu yang menarik hatinya. Anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang optimis karena meyakini bahwa tidak ada yang lebih berhak mengatur atas hidupnya selain Allah azza wa jalla. Selalu sigap dan waspada terhadap segala bentuk kemaksiatan karena takut dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.
….Seorang ibu yang kokoh akidahnya, mampu menggiring anak-anaknya untuk mencintai Allah dan rasul-Nya di atas rasa cintanya terhadap segala sesuatu yang menarik hatinya….
Siti Hajar adalah salah satu contoh muslimah yang memiliki kekuatan akidah. Hanya menyandarkan keyakinannya pada Allah saja, ia rela meninggalkan putranya Ismail untuk berjuang mencari air dengan berlari dari satu bukit tandus ke bukit tandus lainnya. Pada akhirnya Allah menjawab atas pengorbanan dan keyakinannya dengan memancarkan air kehidupan yang bernama zamzam.
Kedua, kekayaan tsaqofah. Terkait kewajiban utamanya yang multi dimensi maka seorang muslimah/ibu harus memiliki tsaqofah yang luas tidak hanya terbatas pada tsaqofah Islam tetapi juga tsaqofah-tsaqofah yang bersifat umum. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan sosial yang terjadi di masyarakat adalah hasil dari pembinaan tsaqofah secara berkesinambungan, penuh perencanaan dan sisitematis.
Aisyah RA, adalah teladan sebaik-baik wanita. Beliau adalah satu-satunya istri Rasulullah yang cerdas dan berwawasan luas. Ribuan hadits Rasulullah yang berkenaan dengan hukum, wahyu dan perilaku nabi bersumber dari Aisyah. Aisyah tidak saja mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam menyerap ilmu tapi beliau juga dikenal sebagai guru yang handal yang mempunyai lidah yang fasih dan lancar. Karena kecerdasannya dan daya ingatnya yang tajam, beliau juga dikenal sebagai periwayat hadits nabi. Selain itu Aisyah juga dikenal sebagai wanita yang piawai berorasi. Beliau akan bersuara lantang ketika di hadapannya terjadi penyelewengan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah.
Mari, kita berlomba menjadi Aisyah-Aisyah masa kini. Mengasah kecerdasan dengan membekali diri dengan ilmu-ilmu Islam, terus belajar dan mengkaji hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, makanan, pakaian, hukum perbuatan dan masalah-masalah yang terkait dengan sistem, seperti sistem pendidikan, sistem ekonomi dan politik dalam Islam. Jika muslimah telah mumpuni dengan tsaqofah yang dimilikinya maka kemampuan analisanya pun akan semakin tajam, pada gilirannya akan lebih argumentatif dalam menyampaikan kebenaran Islam.
….Tsaqofah Islam yang dimiliki oleh ibu muslimah akan menjadi pondasi kokoh bagi penyelesaian masalah sehingga anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang matang, berkualitas, percaya diri dan tidak ragu dalam bertindak…
Kapasitas intelektual yang baik bagi seorang muslimah, sangat menunjang perannya sebagai ibu. Ibu yang cerdas sangat dibutuhkan oleh anak-anaknya dalam menuntun perkembangan mental dan spiritualnya. Apalagi di tengah kondisi masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Islam, maka seorang ibu harus bisa menempatkan dirinya menjadi figur ideal yang mampu menganalisa dan memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi oleh anak-anaknya. Tsaqofah Islam yang dimiliki oleh muslimah/ibu akan menjadi landasan atau pondasi yang sangat kokoh bagi penyelesaian masalah sehingga anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang matang, berkualitas, percaya diri dan tidak ragu dalam bertindak.
Dengan tsaqofah yang dimilikinya, seorang ibu diharapkan mampu menciptakan iklim di rumah dengan kebiasaan-kebiasaan yang selalu mengaitkan dengan hukum syara’. Misalnya ketika anak-anak bertanya tentang pergaulan dengan lawan jenis, maka dengan kapasitas keilmuaannya seorang ibu bisa berhujjah dengan logis dan benar bahwa pacaran itu dilarang dalam agama, atau ketika memilih makanan, pilihlah makanan yang halal dan baik untuk kesehatan, atau jika anak-anak latah dengan perayaan valentines yang acap marak, ibu yang faham akan bisa mengarahkan anak-anaknya dan memberikan pengertian bahwasanya perayaan valentines itu adalah tasyabbuh, atau ketika anak-anak bingung dengan fenomena di negeri kita yang acapkali merayakan hari raya Idul Fitri berbeda, maka seorang ibu yang memiliki tsaqofah Islam yang baik mampu memberikan ketenangan dan keyakinan dengan keputusan yang diambil.
Selain itu, muslimah juga harus tanggap dan cermat dengan informasi-informasi global, berita-berita dunia keislaman atau perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. Dengan demikian diharapkan mampu memberikan jawaban dengan analisa yang tajam dan mencerdaskan ketika anak-anak ataupun masyarakat umum melontarkan pertanyaan.
Ketiga, kekayaan amaliyah. Sia-sialah ilmu tanpa amal dan rusaklah amal yang tidak dilandasi oleh ilmu. Ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Setelah memiliki akidah yang benar dan tsaqofah yang luas, maka tidak akan berarti apa-apa jika semua itu tidak ada aplikasinya.
Sungguh, Allah SWT telah menguji kita dengan melihat siapakah yang terbaik amalnya. Sebagaimana firman-Nya: “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya” (Qs Al-Mulk 2).
Ihsanul ’amal (amal yang terbaik) hanya terwujud bila memenuhi dua syarat:
Syarat pertama adalah niat hanya karena Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung pada niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya” (HR Bukhari Muslim)
Dan syarat kedua adalah sesuai dengan sunnah Rasulullah, sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak” (Bukhari dan Muslim).
“Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan kami maka ia tertolak” (HR Muslim).
….Kepribadian Islam akan terbentuk dengan sendirinya ketika seorang muslimah mampu menjaga lisan, fikrah dan akhlaknya….
Muslimah yang paham tentu akan senantiasa berusaha untuk menjaga amal-amalnya agar menjadi amalan yang terbaik di sisi Allah SWT. Kepribadian Islam akan terbentuk dengan sendirinya ketika seorang muslimah mampu menjaga lisan, fikrah dan akhlaknya, sehingga keberadaannya sebagai bagian dari interaksi sosial akan menjadi figur yang diteladani.
Sebagai istri, keberadaannya tidak saja sebagai mitra untuk saling mengingatkan dalam kebenaran tetapi lebih dari itu, dengan amaliyah dan ketaatannya yang sungguh-sungguh akan menjadi penyejuk sekaligus motivasi yang luar biasa bagi suami untuk semakin meningkatkan kedekatannya kepada Allah SWT.
Dan bagi anak-anaknya, ibu yang selalu terjaga amal-amalnya akan menjadi contoh nyata yang paling dekat, yang akan ditiru dan diikuti karena mereka menyaksikan ibunya tidak hanya memiliki pola aqliyah (pemikiran) yang cemerlang tetapi juga menjunjung tinggi pola nafsiyah (perilaku) yang islami dalam setiap tindak tanduknya.
Hayo, sama-sama kita jaga kekayaan yang luar biasa ini. Mulai dari yang paling kecil, mulai dari diri sendiri dan mulailah dari detik ini juga.
Jangan puas dalam mencari ilmu, perbanyak silaturahmi dan pilihlah lingkungan yang baik, karena sesungguhnya tingkat keimanan itu berfluktuasi. Mudah-mudahan dengan lingkungan yang selektif, menyambung silaturahmi dengan orang–orang shalih, maka akidah, tsaqofah dan amaliyah kita tetap terjaga dari virus-virus yang bisa merusaknya, dan kita bisa senantiasa istiqamah di jalan Allah hingga akhir zaman. Wallahu a‘lam bis-shawab. Oleh: Nani Agus (Nani_agus2@yahoo.com)[voa-islam.com]