Sungguh Allah telah menetapkan setiap kejadian dalam catatan
yang pasti, dan sesungguhnya tiap-tiap makhluk yang bernyawa pasti akan menemui
kematian.
Dan beruntunglah bagi sesiapa saja yang dimasa hidupnya
bermanfaat, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak manfaatnya bagi
orang lain, dan sungguh beruntunglah bagi sesiapa saja yang akhir hidupnya
selalu di kenang amal kebaikannya dan menjadi suri tauladan bagi orang-orang
sesudahnya.
Dan cukuplah Allah sebagai tempat kita berlindung dan memohon
pertolongan, dan cukuplah Rasullah saw sebagai suri tauladan, “sesungguhnya
pada diri Rasulullah adalah suri tauladan”.
Sejak 288 tahun yang lalu, orang-orang
mulia telah hadir di negeri ini, dan telah berusaha membangun tatanan kehidupan
berlandaskan Islam menuju masyarakat adil dan sejahtera.
Tepatnya tahun 1721 dengan titah Sultan
Mahmud Badaruddin Jayawikrama, Mentok telah menjadi pusat pemerintahan
dengan tatanan yang terorganisir, dan untuk pertama kalinya dipimpin oleh :
- Encek Wan Akub (Datuk Rangga Setya Agama ) sebagai kepala urusan pemerintahan dan pertambagan.
- Wan Abdul Jabar (Datuk Temenggung Prabu Nata Menggal) sebagai kepala urusan agama Islam atau hakim agama Islam (datuk dalam hakim).
- Encek Wan Seren (Datuk Kungsi Pahlawan Bumi, Laut Dan Darat) (HANKAM).
Semenjak kota Mentok ditetapkan sebagai
tempat pusat pemerintahan, negeri ini semakin bertambah ramai serta mengalami
kemajuan yang pesat.
Setelah wafatnya Encek Wan Usman inilah,
mulai dikenal dan diterapkannya peraturan-peraturan tambahan/perda local
berbasis adat bersendikan kitabullah.
Dan keadaan masyarakatpun semakin
sejahtera dan perkembangan Islam di negeri Mentok semakin terlihat.
Seiring dengan kemajuannya, kota Mentok
mampu menjadi magnet bagi para pendatang dari berbagai penjuru.
Setelah Encek Wan Usman lanjut usia
(1758), Mentok dipimpin oleh Abang Pahang (Temenggung Dita Menggala)
atas Titah Sultan Ahmad Najamuddin Adikesuma Bin Sultan Badaruddin
Jayawikrama.
Dimasa Abang Pahang, didirikan pula
kuta-kuta/benteng-benteng di wilayah-wilayah penghasil timah, seperti ; Biat,
Panji Belinyu, Tempilang, Buntu, Bendul, Sukal, dan Rambat.
Dan setiap benteng atau kuta tersebut
ditempatkan seorang pendekar sebagai kepala keamanan yang bergelar “PANGLIMA
ANGIN”. Salah seorang “Panglima Angin”yang terkenal adalah Encek Daud.
Tahun 1778, kepemimpinan Mentok dipimpin
oleh Abang Ismail (Temenggung Kerta Mengala), yaitu mertua sultan III
kesultanan Palembang Darussalam ialah Muhammad bahauddin.
Abang Ismail adalah cucunya Abang Pahang
Temenggung Dita Menggala.
Dimasa Abang Ismail inilah seorang ulama
yang terkenal dengan nama Syech Habib Amid Bin Abdul Rahman Bin Assegaf
Berasal Dari Negeri Yaman, dikirim oleh kesultanan Palembang darusslam
untuk menjadi penasehat Temenggung dalam mengurus pemerintahan dan perdamai
setiap sengketa internal keluarga Temenggung.
Dimasa pemerintahan Abang Ismail ini,
banyak terjadi penyerangan dari luar, khususnya dari Kesultanan Lingga pada
tahun 1789.
Dan dimasa pemerintahan Abang Ismail
inilah, sejarah mencatat sebuah peperangan dasyat antara masyarakat Mentok
dengan Lanun/Bajak Laut yang dipimpin oleh Arung Marupu, dan pertempuran ini
terjadi diwilayah Mentok asin yang dikenal dengan sungai Air Bugis.
Pahlawan/pendekar yang terkenal dimasa
ini adalah; Abang Yunus, dan Bilal Muhammad (Keturunan Arab).
Masa Penjajahan Eropa/Inggris.
Susuhan Mahmud Badaruddin II (1803-1821)
Setelah mangkat Abang Ismail Temenggung
kerta manggala, kesultanan Palembang Darussalam mengangkat Abang Muhammad Tayib
bin Abang Ismail sebagai kepala pemerintahan dengan gelar Temenggung Kerta
Wijaya.
Dimasa ini pula sejarah telah mencatat
telah terjadi pembantaian orang Belanda di Palembang pada 14 September 1811.
Pembantaian ini terjadi karena; pada
tanggal 2 maret 1810, sultan Mahmud Badaruddin II menerima surat dari Sir Thomas
Stamford Raffles, yang isinya antara lain : “……… kiranya sultan bersedia
membantu Inggris, dengan cara yaitu membunuh orang-orang Belanda yang ada di Palembang”.
Empat hari sesudah kejadian ini, tepatnya
pada tanggal 18 September 1811, Belanda menyerah terhadap Inggris, dan Inggris
kemudian menggantikan kedudukan Belanda di Palembang dibawah pimpinan Kolonel Gillspie.
Tentu saja kedatangan pasukan Inggris
ini tidak menyenangkan sultan, karena ini tidak masuk dalam kesepakatan, dan
terjadilah kontak senjata antara kedua belah pihak, dan Inggris pun memenangkan
pertempuran dan menguasai kesultanan Palembang.
Setelah menguasai Palembang, Inggris pun
melakukan tipu muslihat dengan politik adu domba dan tipu muslihat dagang
timah, sehinggah keadaan masyarakat dan pemerintahan menjadi kacau, dan Mentok
pun dikuasai oleh Inggris.
14 Mei 1812, Ahmad Najamuddin (Najamuddin II)
berkuasa di Palembang Darussalam.
17 Mei 1812, Bangka Belitung lepas dari kesultanan Palembang
(dekrit politik kesultanan Palembang Darussalam) dan diserahkan pada Inggris.
18 Mei 1812, Colonel Robert Rollo Gillespie datang ke Mentok. Pada tanggal 20 Mei 1812, ia mengumumkan kepada keseluruh rakyat Bangka
mengenai dekrit politik penyerhan Bangka Belitung ke Inggris, dan menganti nama
Mentok di beri “MINTO”, dan benteng yang di bangun di Mentok diberi nama “PORT
WELLINGTON”, untuk menghormati JENDRAL
L.V. WELLINGTON (Panglima Angkatan Bersenjata Inggris Raya).
10 September 1816, atas kesepakatan para penjajahan di
tingkat internasional (Traktat London I), terjadilah serah terima daerah
jajahan Inggris kepada Belanda (khususnya Bangka). Setelah ini, sistem
pemerintahan di Bangka berstatus RESIDEN dengan kepala pemerintahan
pertama K.Heynes, dengan berkedudukan di Mentok sebagai pusat
pemerintahannya.
Dimasa Penjajahan Belanda, terutama di pulau Bangka kehidupan rakyat lebih sengsara. Rakyat dalam keadaan miskin dan melarat dan sistem KERJA PAKSA/RODI diberlakukan. Sedangkan dilain pihak, Belanda mengeruk keuntungan dari timah sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pemerintah hindia Belanda.
1830 M, untuk memudahkan pengaturan terhadap masyarakat dalam
tatanan aturan Eropa dan penerapan Politik Adu Domba “De Vide Et Impera”,
maka Belanda mengangkat seorang Temenggung Mentok dari daerah Padang yang
bernama ARIFIN putra Guru Qori, yang dikenal dengan panggilan Temenggung
Arifin, dan merupakan satu-satunya Temenggung bukan dari garis keturunan Abang
(Keturunan Abdul Jabar Siantan), dan meniadakan para ulama sebagai penasehat
para Temenggung.
Tahun 1879 M, pemerintahan Mentok dipimpin oleh Abang Ali (Temenggung
Ali) yaitu menantu Temenggung Arifin Padang.
Sejak dibawah pemeritahan Belanda, fungsi Temenggung dalam
sistem pemerintahan diMentok makin berkurang hanya sebagai simbol saja. Akan tetapi untuk urusan hukum menyangkut orang Islam,
pemerintahan Belanda masih mengakui Abang Muhammad yasin sebagai Kodi
(jaksa merangkap hakim) sebagai pemutus hukum perseorangan bagi orang Islam.
Setelah meninggalnya Abang Muhammad Yasin, tercabutlah akar
sejarah melayu dan kebesaran Mentok dalam kancah pemerintahan dan kehidupan
bermasyarakat.
Kini saatnya, Mentok bangkit yang berpayung pada adat budaya
melayu bersendikan kitabullah, dalambingkai kebersamaan serta menjadikan
catatan besar sejarah nya sebagai spirit/penyemangat bagi generasi sekarang dan
masa depan.
Jangan kau tanya apa yang bisa tanah kelahiramu
berikan untukmu….tapi tanyakan pada diri mu apa yang sudah kamu baktikan untuk
tanah yang sudah memberikan mu hidup…